1. Orientasi

12K 916 45
                                    

Pertama kali setelah masa-masa penganggurannya, Lian sepertinya perlu sedikit adaptasi kembali.

Dengan cekatan ia memakai kaos kaki serta menerima suapan nasi dan omelan dari sang bunda sekaligus.

"Makanyaaa kalo ibun bilang bangun ya bangun! Melek ya melek! Telat kan jadinya,"

Lian di hari pertamanya sebagai siswa SMA, bangun kesiangan. Entah sudah berapa kali sang bunda bolak-balik kamarnya untuk membangunkan si tunggal itu, namun mata sipitnya bagai tak mau terbuka sama sekali.

"Pastiin lagi barang-barang ospeknya, bang! Nanti kalo ada yang nggak lengkap dihukum, loh."

"Iyaa Ndaa, kayaknya sih udah semua."

"Kok masih kayaknya?"

"Iyaa, insyaallah udah semua, deh. Lagian hari ini agendanya cuma pembukaan, Nda. Belum ke kegiatan ospeknya,"

"Aih, kamu mah. Biasanya yang kayak gitu tuh boongan, ntar kamu disana dikerjain dimarah-marahin gitu. Udah hafal bunda mah, dulu bunda juga sekolah kayak gitu,"

"Iyaaa tauu, dah ya, Abang berangkat dulu." Ucapnya lalu meraih tangan sang bunda untuk dicium.

"Hati-hati di jalan, jangan bandel nanti di sekolah!"

"Iyaaa."

Setelah motornya ia bawa melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, beruntungnya ia sampai tepat waktu. Ah, hampir terlambat maksudnya. Karena ia sampai di depan gerbang tepat pukul 07.00

Untungnya, beberapa siswa lain juga sama seperti dirinya yang baru sampai, hingga lah mereka mengantri untuk masuk gerbang dengan cercaan dari panitia OSIS penjaga gerbang.

"Cepet! Cepet masuknya, jangan lelet! Hari pertama aja udah telat, gimana sih. Cepet itu yang depan buruan! Apelnya udah dimulai!

Lian meringis, ia masih menunggu untuk menjalankan motornya karena kondisi gerbang justru semakin macet.

Bersyukurlah ia yang akhirnya bisa memarkirkan motornya. Ia lantas bergegas menuju ke lapangan utama, melihat apel yang sepertinya sudah dibuka.

"Kelas apa kamu?" Lian tersentak ketika seorang panitia menghampirinya.

"Belum tau kak, belum lihat mading."

"Telat pasti. Yasudah ke sana dulu!" Lian lalu diarahkan menuju barisan paling ujung, paling panas. Barisan bagi para siswa yang terlambat.

Baru sampai untuk berbaris di sana, alisnya mengernyit ketika merasa mengenali dua sosok yang berdiri di depannya ini.

"Lah, Sel? Riq?" Membuat yang dipanggil menoleh.

"Laaaah Li, lu di sini jugaaa wuakakak. Telat juga lu?"

"Iya lah, makanya kagak sempet bales di grup gua, kesiangan."

"—Lah lu berdua, kenapa bisa telat? Bukannya lu bilang udah otw tadi dari rumah Ansel dari jam 6?" Lanjutnya bertanya.

"Tanya noh, si Ariq. Tolooool bat udah sampe depan gerbang eh baru sadar dia papan nama sama talinya ketinggalan di rumah. Balik dah kita," balas Hansel dengan nada kesal.

"Nah lu kenapa malah ikut bukannya diem di sekolah aja?" Tanya Lian.

"Nah, itu. Gobloknya disitu, wkakak." Ledek Ariq tertawa puas.

Hansel hanya mendegus kesal menanggapinya.

"Heh, yang di sana! Ngobrol mulu, mau gantiin pembina aja di depan sana?"

Seketika ketiganya kembali pada tempatnya, menutup mulut rapat-rapat. Lalu memilih untuk mengikuti apel dengan seksama karena merasa terus diawasi dari belakang.

Lalala Love You | NOMIN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang