17. Pelipur Lelah

2.7K 396 16
                                    

Siapa yang menyangka, kini Lian mengendarai motornya dengan membonceng seorang Narasi di bangku penumpang.

Semuanya terjadi begitu tiba-tiba, hanya Lian yang sampai di halte dekat rumah sakit yang sebelumnya disebutkan Narasi, kemudian kakak kelasnya itu yang mengangguk setuju ketika Lian berkata akan mengajaknya ke tempat lain.

"Ini emang beneran kakak nggak capek?" Tanya Lian begitu motornya berhenti di lampu merah.

"Capek, lah. Tapi aku mau kalo kamu ajak dulu, capekku lebih banyak di pikiran."

Lian tak menjawab apapun dan mengerti, lalu ia melajukan kecepatannya menuju tempat yang ia maksud. Namun kemudian ketika tangan Narasi yang semula mencengkeram ujung jaketnya, kini beralih berpegangan pada pinggang Lian, sukses membuat si pengemudi itu salah tingkah yang terpaksa dipendamnya dalam diam.

Keduanya pun sampai di tempat yang dituju Lian, hingga sepiring nasi goreng tersaji di depan kedua pemuda itu. Lian membawa Narasi ke sebuah warung nasi goreng sederhana.

"Kak,"

Panggil Lian dengan suara setengah berbisik, yang dibalas dengan deheman tanya oleh Narasi.

"Nasi goreng disini nggak enak tau," ujarnya.

"Hah? Terus kok kamu bawa aku kesini?"

Lian tersenyum tak bersalah, "Iya, makanya warungnya sepi. Saya sering ke sini gara-gara niruin Hansel. Katanya dia kalo lagi ada masalah, ke sini terus makan nasgornya lama banget, soalnya sambil ngelamun. Tempatnya kan sepi, jadi bisa lama-lama ngelamunnya. Terus kalo udah puas, baru bayar abis itu pulang, balik deh mood-nya. Ikutan manjur kalo di saya,"

"Bisa gitu?"

"Iya. Malah kalo lagi suntuk banget bisa sejam disini, abis dua porsi nasgor hambar ini. Kakak mau juga?"

Narasi menggeleng, "Nggak. Ini cukup,"

"Yaudah. Selamat ngelamun kak,"

Narasi pun mulai mengambil sesendok nasi goreng di depannya, dan benar. Rasanya tidak tajam, hambar. Padahal Narasi pesan yang pedas, namun tidak terasa sama sekali. Hingga tanpa sadar, ia memakannya dengan perlahan karena, siapa juga yang lahap jika makanan yang dimakan hambar?

Pun tanpa diperintah, pikirannya beralih sejenak merenungi segala kusut pada otaknya. Narasi benar-benar kelelahan batin. Ia mengulang-ulang kejadian tadi, memikirkan kembali, hingga lama-lama lelah sendiri dan memilih untuk melepaskan beban yang ada. Hingga penat yang dibawanya perlahan meluruh, dibawa pergi pikirannya yang mulai dingin dan merekonstruksi semuanya.

Tanpa sadar, 40 menit lebih ia habiskan dan nasi goreng di piringnya sudah habis, entah bagaimana. Ia menyadarkan diri dari diam dan lamunan panjangnya, kemudian menoleh menatap Lian yang sedang bermain game di ponselnya.

"Lian?"

"Eh? Bentar—" Lian pun segera mematikan ponsel dan memasukannya kembali ke saku, "Kak Narasi udah?"

"Udah.."

"Oke, abis ini mau jajan ke pinggir taman kota nggak?"

"Ih, mau! Mau beli cilor disana."

"Yoi emang juara sih itu, abis itu kita nonton panggung akustik di sana juga, mau?"

"Eh, ada ya? Aku kalo ke sana nggak pernah ketemu,"

"Iya ada kok. Makanya kenal sama orang dalem dong, kayak saya. Nih liat—"

Lian pun memperlihatkan roomchat di ponselnya,

Lian pun memperlihatkan roomchat di ponselnya,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lalala Love You | NOMIN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang