“Saya terima kawin dan nikahnya Ayana Tsana binti Khoirun Saleh dengan Mas kawin tersebut dibayar tunai.”
Ayana yang biasanya realistis ingin sekali ia denial bahwa video tersebut hanya rekayasa yang kemudian kakaknya akan menghubungi Ayana bahwa ini kena jebakan Supertrap-nya si Fakhri.
Sayangnya, penyangkalan tidak akan mengubah realita. Terlebih lagi saat kakaknya berkata bahwa tanggung jawab Ayana telah jatuh kepada lelaki yang akan membimbingnya di jalan Allah.
“Siapa Kak, lelaki yang Kakak setujui untuk menjadi suamiku? Kenapa justru wajah Kakak dan jabatan tangan saat melakukan akad yang ditampakkan? Bagaimana dengan wajahnya? Kenapa melakukan permainan misteri perihal visualnya?” batin Ayana yang melihat berulang kali video ijab-qabul setelah dikirimkan Fakhri.
Braaak!
Pintu kamar yang dibuka dengan keras membentur tembok, suaranya tentu saja mengejutkan Ayana. Ia melotot pada pelaku yang berdiri di ambang pintu dengan napasnya terenggah-enggah. Sepertinya teman sekamar Ayana itu habis berlari atau terbirit dikejar setan? Sayangnya, tidak mungkin ada setan di menjelang siang begini.
“Ayanaaa ...,” pekik Fiza di antara napasnya yang terengah-enggah.
Mata Ayana membulat dengan kelakuan sahabatnya. Dia pun segera sadar dengan apa yang baru saja dilihatnya di ponsel, segera tekan tombol tengah dan membuat tampilan ke layar utama. Ayana pun berpikir, apa penyebab sang sahabat berkelakuan seperti itu. Sangat kecil kemungkinannya kan kalau Fiza sudah mengetahui statusnya yang menjadi istri orang.
“Kenapa dengan wajahmu yang jelek begitu? Eh, bawa nasi kotakan. Yang satu buat aku dong.” Ayana memilih untuk menghampiri Fiza yang masih mematung di pintu setelah melengkingkan suara. Tentu saja ia heran dengan tingkah sang sahabat.
Dengan gesit Fiza menjauhkan dua kardus persegi di tangannya dari jangkauan sahabatnya. “Ayanaaa ... temannya lagi sedih kok yang dipikirin makanan.”
Ayana yang tidak bersungguhan meminta makanannya Fiza pun tidak memaksa untuk mengambil.
“Lah, kamu datang, teriak, muka suram terus bawa makanan. Kenapa ribet sih, biasanya langsung nyerocos kalau ada sesuatu. Coba bilang, ada apa?” Ayana mencoba mengempati teman seperjuangannya di pondok Al-Insan.
“Menikah!”
Satu kata yang keluar dari mulut Fiza membuat mata Ayana membulat. Dia menatap intens penuh keheranan. Kecil potensinya kalau Fiza tahu status barunya.
“Itu ... itu ... Gus Ilyas sudah menikah.”
Sejenak menghela napas bahwa bukan informasi pernikahannya, Ayana tetap saja terkejut untuk berita yang Fiza bawa.
“Jangan ngada-ngada deh. Orang sebelumnya tidak ada informasi apapun kalau Gus Ilyas sudah menikah.”
Ayana masih menyangkal. Belum pernah terdengar informasi kalau putra bungsu Kyai Marwan terikat dengan perempuan, tapi tiba-tiba informasi terbarunya Ilyas menikah. Sepertinya, dirinya saja yang tidak update informasi tentang Gus Muda yang jadi primadona kalangan santriwati dan ustazah.
“Siapa yang ngada-ngada, ini serius. Gus Ilyas sudah menikah, kemarin dilangsungkan akadnya di rumah si perempuan. Nasi kotak itu juga dari Dalem, katanya tasyakuran atas pernikahan Gus Ilyas.”
Ayana bergeming. Ia tidak tahu harus merespon seperti apa terkait informasi yang disampaikan oleh Fiza.
“Alhamdulillah, Gus kita sudah ada pendampingnya.”
“Alhamdulillah!” Fiza terlihat menyolot ketika mengulangi ucapan syukur yang sebelumnya Ayana lafadzkan. “Ini hari patah hati se al-Insan. Sosok yang biasanya disebut dalam doa malah ada yang menikung berlabel sah. Sebal!” lanjut Fiza dengan mukanya yang masih tertekuk.
Helaan napas kasar Ayana embuskan. Seketika kepalanya pening atas banyaknya informasi dan fakta yang sialnya menguras perasaan.
Pertama, kabar bahwa dirinya dipinang bahkan sekarang telah berstatus istri orang. Belum berselang, informasi terkait Ilyas ternyata sudah sold dengan perempuan beruntung yang menjadi istrinya. Dan detik itu juga dia harus dihadapkan dengan rentetan kalimat dan sikap sahabatnya yang tidak terima dengan status Ilyas yang baru.
Ayana menggeleng tidak habis pikir dengan jalan pikir dan respon Fiza atas status Ilyas. Dia serasa tidak menyangka bahwa Ilyas sudah jadi milik orang, namun menyangkal tidak akan mengubah keadaan, kan?
Akan tetapi ... jika Ayana mau merenungi semua ini, informasi yang di bawa Fiza seakan menjadi pengingat statusnya dan Ilyas. Kini baik ia dan Ilyas telah memiliki pasangan yang halal.
“Husst ... sadar diri! Gus Ilyas siapa dan kita hanya pengajar biasa. Mimpi jangan sampai lupa menginjak bumi, keluarga Dalem pastinya sama yang sesama Ning dan Gus.”
“Tapi dengar-dengar istri Gus Ilyas bukan dari kalangan keluarga Kyai lo.” Helaan napas Ayana semakin kasar.
“Sudah-sudah, kita kok jadi ghibah sih,” ucap Ayana yang sebenarnya tidak ingin bertambah mendapat informasi apapun tentang Ilyas. Ayana takut muncul penyakit hati karena tidak bisa menghapus ketertarikannya pada Ilyas.
Fiza memanyunkan bibirnya saat Ayana menghentikan bibirnya menyampaikan semua uneg-unegnya tentang berita besar yang ada di al-Insan. Dirinya dan Ayana akan berada bersebrangan sikap ketika ghibahin orang. Dan itulah yang membuat Fiza setidaknya sedikit bersyukur bahwa ada sosok Ayana yang membuat dosanya semakin banyak sedangkan pahala tidak tambah-tambah.
“Tuh, sudah dapat traktiran nasi dari Gus Ilyas. Mau aku lengkapin beli es cincau depan pesantren, nggak?” tawar Ayana sambil menaikkan kedua alisnya dan tersenyum.
Ayana sedang berusaha mengalihkan keruh semerawut pikiran dan keruh hatinya dengan melakukan kegiatan. Pengajar al-Insan tersebut tidak mau terlalu fokus memikirkan statusnya yang merupakan istri orang dan juga kabar bahwa tidak boleh mengharapkan Gus Ilyas yang sudah halal untuk perempuan lain.
Berbeda dengan Ayana, mata Fiza membulat sempurna seakan mendapatkan hadiah undian. Dia langsung menjawab dengan bersemangat. Bisa menghemat sekali kan, mendapatkan porsi makan lengkap dengan minumannya.
Sekembalinya dari warung makan Ayana dan Fiza terlibat obrolan kecil yang menimbulkan gelak kecil. Sayang ceria yang baru muncul setelah netra menangkap dua orang yang saling beradu cakap.
“Gus Ilyas bohong kan kalau sudah menikah?”
“Kabar itu benar, Ning Zahira. Akadnya kemarin di kediaman istri saya.”
“Lantas dimana istri Gus Ilyas sekarang? Di Dalem tidak ada wanita asing yang tidak saya kenal.”
“Dia sedang menyelesaikan pekerjaannya. Setelah urusannya selesai, saya pasti akan membawanya hidup dan tinggal di lingkungan dalem, Ning.”
“Ini pasti akal-akalan Gus Ilyas kan?”
Ayana yang tersadar bahwa tidak harusnya ia mencuri dengar pembicaraan orang lain. Terlebih lagi obrolan yang cukup privasi orang-orang penting di Pesantren Al-Insan.
“Za, lewat jalan lain saja,” kata Ayana menggeret sahabatnya untuk berbalik arah.
Fiza yang baru sadar dari ketegangannya dari apa yang ia lihat dan dengar muncul jiwa-jiwa mengomentarinya. “Gila, ya, Na. Jadi perempuan kok ya sampai segitunya ngejar-ngejar laki-laki orang. Sampai harus konfirmasi apa bisa dibilang ngelabrak Gus Ilyas ...”
“Fiza ...,” peringatan Ayana yang menghentikan lisan yang aman membicarakan orang.
“Iya ... iya, aku harus menghargai perasaan patah hatinya Ning Zahira. Enggak boleh julid, toh ini sudah jadi patah hati se-al-Insan kan,” kata Fiza yang kembali memutar bola mata malas dan memoyongkan bibirnya. Lama-lama jika Fiza tidak enak juga punya teman yang tidak bisa diajak gosip dan juli apalagi untuk isu yang lagi populer dan panas.
Tidak menganggapi kekesalan Fiza karena peringannya, Ayana justru tergiang dengan dua kata terakhir perempuan yang membersamainya.
Patah hati se- al-Insan.
Patah hati se al-Insan.
Yah! patah hati se-al-Insan. Sepertinya Ayana salah satu dari orang yang merasakan kondisi tidak penting itu.
Karena perasan itu sepertinya akan muncul kelompok-kelompok kecil yang nantinya kan membicarkan perasaan patah hati karena status Gus Ilyas. Ayana harus menjaga dan tidak perlu melakukan hal bodoh latah ikut berkelompok dengan orang yang merasakan nasib yang sama. Saling mengungkapkan perasaan kecewa karena status Ilyas yang menjadi imam orang lain. Anggap saja biasa, sebagaimana dulu hatinya baik-baik saja sebelum kembalinya Ilyas ke pesantren ini.
“Ya ... Allah, hilangkan perasaan kagum dan suka pada dia yang tidak halal untukku. Terlebih lagi saat ini kami sama-sama terikat dengan orang lain yang halal di hadapan-Mu. Wahai Engkau, Dzat Yang Membolak-balikkan Hati, condongkan hati ini pada dia yang halal, yang kini menjadi imam hamba dalam kehidupan ini,” doa Ayana dalam hatinya.Senin, 25 Juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayana's Marriage
EspiritualAyana tidak tahu tentang lelaki yang menikahinya. Saat khitbah dan akad terjadi, dirinya sedang mempersiapkan program pemberdayaan masyarakat di sekitar pondok. Yang Ayana tahu, suaminya akan memperkenalkan diri sekaligus menjemputnya saat project p...