Masih nuansa lebaran, minal aidzin wal Faidzin pembaca Ayana's Marriage. Maafkan saya yang up menunggu sekian purnama dulu🙏🙏🥺
____Selamat Membaca___
Semalam Ayana tidak langsung memberikan jawaban kepada Ilyas akan permintaan lelaki itu agar Ayana menjauhi-menjaga jarak dengan Rayyan. Dia perlu waktu untuk mempertimbangkan sebelum membuat keputusan agar tidak ada pihak yang dizalimi.
Ayana tentu akan menjaga dengan baik akan status dan wibawa Ilyas ataupun persahabatannya dengan Rayyan. Karena pembahasan yang sudah terlalu berat dan tidak ingin terus berlanjut Ayana pun meminta izin untuk beristirahat terlebih dahulu.
Ilyas yang sepertinya sedikit bermuka masam, dia izin untuk ke masjid melaksanakan qiyamul lail dan kini sampai waktu fajar Ilyas belum juga kembali.
Ayana tidak bisa berdiam diri memilih untuk ke dapur dan melihat isi kulkas. Tidak ada bahan makanan yang banyak tersedia. Ayana hanya menemukan telur dan beberapa kaleng makanan instan.
“Kira-kira Gus Ilyas bakal balik jam berapa ya?” gumam Ayana sambil mengeluarkan 1 kaleng sarden serta saus sambal.
Sebagai perempuan yang baru masuk dalam kehidupan Ilyas, tentu saja Ayana tidak tahu bagaimana jam biologis suaminya. Ilyas sudah pergi semenjak azan subuh belum berkumandang hingga waktu dhuha belum juga kembali ke dalem.
“Ya sudahlah, masak aja dulu. Sedia payung sebelum hujan. Jika Gus Ilyas pulang dan sarapan di dalem, seenggaknya sudah ada makanan. Jika tidak, maka bisa kupanaskan lagi buat makan siang nanti,” kata Ayana mulai mempersiapkan membuka tutup kaleng sarden berukuran besar.
Ayana mengucapkan syukur menemukan beberapa siung bawang dan cabai yang sebenarnya secara kulitnya sudah keriput dan beberapa jenis rempah yang mengering. Meski tidak segar tetapi masih bisa digunakan sebagai tambahan bumbu sarden agar terasa lebih nikmat serta mengurangi kadar keamisan ketika memakannya.
Kepribadian Ayana ketika melakukan sesuatu jika sudah fokus bisa saja mengabaikan sekitar membuatnya tidak menyadari kehadiran Ilyas yang kini menatapnya.
“Astaugfirullah,” ucap Ayana dengan sedikit mata membeliak dan langsung menggembuskan napas cepat dan kasar ketika menyadari itulah adalah sosok lelaki halalnya. “Gus Ilyas dari tadi di sana?”
“Iya. Kamu masak apa?” jawab Ilyas.
“Ikan kalengan, Gus. Ini sudah selesai bumbu tambahannya. Panasin sebentar, bisa langsung disantap. Gus Ilyas mau, ‘kan?” tanya Ayana.
“Iya, habis ini aku akan sarapan. Aku akan ganti baju dulu, sekalian menghubungi dalem kalau kita sarapan di sini.” Ayana menganggukkan kepala kemudian melanjutkan proses memasaknya.
Masakan semi instan yang dibuat Ayana cepat selesai. Tidak sampai sepuluh menit sejak Ilyas masuk ke kamar mereka dirinya sudah menyiapkan masakan di meja makan.
Sejenak Ayana tertegun ketika Ilyas keluar kamar hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek justru terlihat segar. Berbanding terbalik dengan penampilan Ayana yang menggunakan gamis terusan dan jilbab instan tanpa polesan apapun terlihat seperti pembokat. Bahkan usia Ilyas yang lima tahun di atasnya membuat keduanya terlihat sepantaran.
“Untung sudah halal Ayana, mau melotot sambil ngiler pun juga enggak akan dosa,” kata Ilyas mengomentari istrinya yang seperti manekin ketika melihatnya keluar kamar.
Sebagai perempuan yang tertangkap basah mengagumi sosok halal ternyata tetap membuat Ayana gelagapan. Dia segera membuang wajah. “Eh ..., makanannya sudah siap, Gus.”
Ilyas langsung duduk di meja makan mengambil peralatan makan. “Enggak usah diambilkan, Ayana,” tolak Ilyas ketika akan mengambilkan nasi pada piringnya.
Tanpa ada bantahan, Ayana meletakkan kembali entong nasi dan mempersilakan Ilyas untuk mengambil makanan terlebih dahulu. Setelahnya keduanya makan tanpa ada yang bersuara. Saling menikmati santapan masing-masing.
Ketika keduanya usai sarapan berdua untuk pertama kalinya tersebut, Ilyas melarang Ayana untuk membereskan meja makan serta mencuci peralatan makan yang kotor. Gus muda itu ringan tangan melakukan semuanya. “Kamu yang udah masak, ini bagianku untuk membereskan sekaligus membersihkannya.”
“Tapi ... Gus,” protes Ayana yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari suaminya itu.
“Nurut sama suami!” ucap Ilyas yang langsung ampuh membuat Ayana diam dan hanya mengamati apa yang Ilyas lakukan. Dia hanya berdiri, di dekat kabinet dapur mengantisipasi jika Ilyas membutuhkan bantuannya.
Ayana pun baru mengetahui bahwa Ilyas yang bergender laki-laki tidak awam dengan hal urusan domestik bahkan terlihat sangat cekatan.
“Sini, ikut aku duduk di sofa lagi.” Ayana tersentak ketika ucapan lembut dan sentuhan Ilyas pada lengannya yang menggiring kembali pada sofa depan kamar, tempat semalam keduanya deep talk. Ayana bahkan tidak sadar bahwa dia hanyut melamun sewaktu mengamati Ilyas membereskan bekas makan keduanya.
“Tidak usah sungkan. Apapun yang kita bisa lakukan bersama, kita akan bagi beban pekerjaan itu dan lakukan bersama-sama. Termasuk mengelola domestik rumah. Kamu istriku, Ayana. Bukan pengurus rumah tangga ataupun abdi dalem.”
Mendengar penuturan dari pemimpin rumah tangganya, tentu saja hati Ayana menjadi bungah. Sebagai perempuan, istri dari seorang anak Kyai dia tidak dibelenggu tentang aktivitas yang dilekatkan pada perempuan. Ilyas bukan orang yang gengsi atau enggan melakukan pekerjaan domestik.
“Terima kasih,” ungkap Ayana yang langsung menyalami tangan Ilyas yang diakhiri dengan kecup.
“Tangan aja yang kecup, enggak mau yang lainnya juga,” kata Ilyas mengerling jahil pada istrinya.
Digoda demikian Ayana memanyunkan bibirnya serta memalingkan wajah yang memerah. Tindakannya mencium tangan suaminya sebagai bentuk takzim, hormat dan bangga akan kebesaran hati Ilyas sebagai kepala keluarga. Pikirnya, setelah aktivitas pertemanan yang dibatasi, Ilyas akan menjalankan konvensional struktur dan peran dalam keluarga. Lelaki mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah.
“Bercanda Ayana, tetapi kita perlu pembiasaan agar tidak canggung dan kaku. Ini sama-sama baru buat kita,” pinta Ilyas.
Tidak terasa waktu seharian sebagai pengantin baru tinggal bersama dan melakukan bermacam kegiatan bersama. Bahkan Ilyas sampai absen juga dari berjamaah di Masjid. Katanya, meski keutamaan lelaki itu bersujud di rumah Allah untuk hari ini boleh jika dia ingin berjamaah hanya berdua dengan istrinya.
Ilyas ingin mengatakan syukur dan berterima kasih pada Allah atas Ayana yang halal untuknya. Menjadi pendampingnya untuk menjalankan tugas sebagai manusia taqwa. Ilyas mohon ampun atas kealpaannya dia hadir ke masjid yang jaraknya tidak sampai 500 meter. Ilyas tidak bermaksud melalaikan, melainkan mumpung hari ini dia dan Ayana bisa beribadah bersama sebelum esok keduanya akan sama-sama sibuk melanjutkan kegiatan mengelola-mengajar di Pesantren Al Insan.
“Gus.” Ilyas memberikan seluruh atensinya kepada Ayana yang sekarang menyusul duduk di kasur.
Sebenarnya Ilyas sedikit terkesima dengan Ayana yang mengurai rambut sebahu dengan jepit yang seadanya yang menahan rambut depan. Dengan menggunakan homedress rayon,, Gus Muda itu bisa memprediksi bahwa istrinya sudah bersiap untuk tidur. Tetapi, jika dilihat dari ekspresi Ayana seperti ada hal serius yang akan diucapkan perempuan itu.
“Sebentar, ya! Lima menit. Kuselesaikan ini dulu.” Ilyas memperlihatkan roomchat dengan salah seorang pengajar di Pesantren.
“Ada apa Ayana? Ada yang mau diobrolin serius lagi?” tanya Ilyas yang sudah kembali memberikan fokusnya pada istrinya.
Ayana memandang dengan ragu kemudian mengangguk pelan.
Ilyas mengangkat salah satu alisnya untuk menunggu sekiranya topik apa yang akan Ayana bahas. Ia tahu bahwa sebagai pasangan dengan proses cepat menjadi halal memang harus banyak berkomunikasi agar saling mengenal. Tetapi, sejak semalam hingga sore tadi sudah banyak topik deeptalk yang keduanya lakukan. Mulai dari batasan interaksi dengan lawan jenis, persahabatan, pembagian jobdesk domestik dan keseharian, Ilyas sedang menerka topik yang akan dibicarakan oleh istrinya sebagai pillow talk. Maybe?
“Naaa?” panggil Ilyas ketika Ayana tidak kunjung bersuara.
“Emm ... Gus.” Ayana kembali memberi jeda. “Gus Ilyas apa enggak mau ambil hak yang ada dalam diri saya?” kata Ayana dalam satu tarikan napas.
Ilyas tersenyum. Dia mengerti apa yang menjadi kegugupan dan keraguan istrinya barusan. Terlebih sekarang dia melihat rona merah karena aliran darah yang berpusat pada wajah wanita halalnya.
“Apa kamu sudah siap?” tanya Ilyas memastikan.
Ditanya demikian, Ayana memberanikan diri menatap netra imam rumah tangganya seakan menyampaikan bahwa dia sedang serius dengan pertanyaan yang sebelumnya ia utarakan. “Sekarang atau kapan-kapan untuk pertama kalinya itu pasti kejadian kan, Gus?”
Kembali lagi Ilyas menampilkan senyum yang menyalurkan hangat bahwa dia tidak memaksa dan terburu-buru akan itu. Jadi, bukan malam ini atau dalam waktu dekat tidak apa-apa. Bagi Ilyas yang lebih penting adalah validasi bahwa Ayana menerimanya sebagai suami dengan kelapangab hati. “Iya, tapi saya akan menunggu kamu siap, bukan terpaksa Ayana!”
Lain halnya dengan Ayana yang sejak awal memasrahkan diri pada siapapun lelaki yang menjadi suaminya, dia akan menunjukkan bakti. Sebagaimana landasan awal saat kakaknya mengabarkan bahwa lelaki salih meminang bahkan dihari sama mengikrarkan ikatan suci padanya, dia akan menerima konsekuensi bahwa akan melakukan sebaik-baik sikap menjalankan ibadah rumah tangga.
Perasaan memasrahkan hidup pada pasangan semakin yakin ketika tahu bahwa lelaki itu adalah Ilyas. Lelaki yang secara ketaqwaan dan nasab terlihat tanpa cela. Semakin beriteraksi sebanyak hari ini, Ayana semakin teguh pandangan bahwa ia menikahi lelaki mulia. Dan sudah seharusnya ia menjalani kewajiban sebagai istri yang merupakan hak pada lelaki halalnya. “Pertanyaannya Gus Ilyas akan melakukannya atau tidak?”
“Iya, saya perlu meneruskan keturunan.”
“Sehingga?” tanya Ayana yang sebenarnya retorika.Selasa, 16 April 2024
masih ada beberapa part damai kehidupan rumah tangga Ilyas-Ayana sebelum masuk konflikny. Ada yang bisa nebak kira-kira titik tekan masalah cerita ini dimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayana's Marriage
EspiritualAyana tidak tahu tentang lelaki yang menikahinya. Saat khitbah dan akad terjadi, dirinya sedang mempersiapkan program pemberdayaan masyarakat di sekitar pondok. Yang Ayana tahu, suaminya akan memperkenalkan diri sekaligus menjemputnya saat project p...