Jum'at lalu absen, alhamdulillah di jum'at ini bisa update
____SELAMAT MEMBACA____
Setelah panggilan video Ayana dengan kakaknya berakhir, perempuan yang selama ini selalu menjaga pandangannya terhadap Ilyas, kini malah menatap lama dengan sorot yang sulit terbaca.
Ilyas yang memahami cara netra Ayana memandanginya, dia bersikap memaklumi tatapan tersebut dengan menyodorkan kembali piring yang berisi makanan tersebut. “Aku tahu banyak yang ingin kamu tanyakan. Makan dulu, setelahnya baru kita bicara.”
Ilyas menyodorkan makanan nasi putih yang sudah dia pindahkan ke piring. Kemudian lelaki itu juga menata rantang berisi ikan mujair, tahu dan tempe serta kuah sop merah yang lengkap dengan potongan sosis serta ayam.
Ayana hanya menatap lelaki yang menyiapkan dirinya makan. Di dalam kepalanya berkecemuk perihal hak dan kewajiban dalam berumah tangga. Salah satunya perihal menyiapkan makanan di rumah.
“Harusnya saya yang menyiapkan makan untuk Gus Ilyas, bukan sebaliknya.”
Ilyas hanya menampilkan senyum sebelum berkata, “Kamu punya sepanjang umurmu untuk kapan pun menyiapkan makan untukku, Ayana. Dari tadi mengulur waktu makan, itu bukan kode kamu minta untuk aku suapin kan Ayana?”
Dengan cepat Ayana menggeleng dan menambahkan sayur serta ikan ke piring berisi nasi yang sebelumnya ia terima dari Ilyas.
Kesunyian meliputi keduanya. Ayana menikmati makanannya dengan sesekali mencuri pandang lewat ekor mata ke Ilyas yang menekuni ponselnya.
Ketika suara piring beradu dengan meja menarik atensi Ilyas, lelaki itu melihat kalau Ayana sudah selesai makan dan meneguk air putih yang juga sudah dia sediakan di atas meja.
“Ditumpuk saja rantangnya, dibereskan nanti saja. Sekarang aku akan menjawab apa saja yang akan kamu tanyakan,” kata Ilyas sembari meletakkan ponsel di atas meja dan memberikan fokusnya menatap Ayana.
“Kenapa Ayana, Gus? Kenapa Ayana yang dipilih menjadi istri Gus Ilyas?” Pertanyaan pertama yang keluar dari perempuan yang baru mengetahui siapa sosok suaminya.
“Kenapa kalau kamu?” tanya balik Ilyas. Pertanyaan yang ingin menguji apa yang sebenarnya ada di dalam kepala Ayana.
“Gus Ilyas janji akan menjawabnya!” tegas Ayana yang tidak mau dibawa dalam pembicaraan penuh teka-teki Ilyas.
“Iya, itu jawabanku, Ayana. Kenapa kalau kamu? Kita seiman, saya tahu kamu juga menjalankan kewajiban sebagai muslimah, pandai, dan ketika saya tertarik padamu, jadi kenapa kalau kamu?”
Terdengar logis, tapi bagi Ayana itu terdengar sangat umum jawaban yang diberikan oleh Ilyas. Ayana pun tahu bahwa Ilyas juga tidak suka didesak, lelaki itu punya kemampuan komunikasi yang sangat baik untuk memilah diksi jawaban. Akhirnya yang bisa dia lakukan hanya menggembuskan napas kasar.
Rungu Ilyas yang mendengar helaan Ayana serta netranya yang belum melepas pindaian dari perempuan halal di depannya itu juga melihat pergerakan bahu Ayana yang lunglai. “Lantas, kenapa kamu mau menerima lelaki yang mengkhitbah dan menikahimu saat kamu tidak tahu siapa lelaki itu, Ayana?”
Sama seperti istrinya, Ilyas juga penasaran kenapa Ayana menerima siapa saja yang datang mengkhitbahnya meski tidak tahu sosok lelaki itu. Bukan orang yang pasrah juga, karena Ilyas mengetahui saat Ayana mengajukan instrument pertanyaan tentang sosok lelaki itu. Sesimpel sebagai perempuan, Ayana hanya ingin lelaki yang taat dalam agamanya dan juga bertanggung jawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayana's Marriage
EspiritualAyana tidak tahu tentang lelaki yang menikahinya. Saat khitbah dan akad terjadi, dirinya sedang mempersiapkan program pemberdayaan masyarakat di sekitar pondok. Yang Ayana tahu, suaminya akan memperkenalkan diri sekaligus menjemputnya saat project p...