Aku menepati janji update di hari ini. Boleh minta apresiasi votenya?
Selamat membaca 🙂🙂
.
.
.Duarr ...
"Astaugfirullah, Rayyan!" Spontan pekikan keluar dari mulut Ayana ketika teman semasa kuliahnya tersebut kambuh keisengannya.
Ayana yang masih sedikit linglung karena pujian dan harapan Ilyas yang disematkan keadanya, belum lagi aksi yang dilakukan para santriwati yang membuat pipi Ayana merona membuat dia tidak fokus dengan kondisi sekitar. Hingga, keisengan Rayyan sangat membuat jantung Ayana berdegup cepat.
"Sukses dong aku bikin kamu kaget?" kata Rayyan seolah tanpa beban.
"Untung aja aku enggak jantungan," protes Ayana. Ustazah sejarah itu kemudian menyadari dimana Rayyan berada. Mata Ayana membelalak bahwa Rayyan ada di area pondok putri berkeliaran sendirian.
Seketika itu pun ia mengamati sekitar yang beruntungnya kondisi sedang sepi. Ayana keluar kelas saat pergantian mata pelajaran, sehingga para santri melanjutkan pelajaran yang berlangsung. Jika tidak maka Rayyan akan menjadi santapan pemandangan para perempuan yang terbatas sekali melihat kaum adam.
Al-Insan menerapkan sistem pengajar lelaki untuk kelas putra dan pengajar perempuan untuk kelas putri. Hanya keluarga dalem dan petingggi pesantren yang memiliki kebebasan berkeliaran di pesantren Putra-Putri. Selebihnya perlu melewati izin dari komdis pesantren.
Tidak heran Ayana sering kali menangkap pergerakan santri-santriwati di minimarket untuk bertukar surat dengan lawan jenis mereka di minimarket. Satu-satunya tempat yang bisa diakses ikhwan-akhwat dalam waktu bersamaan.
"Kamu ngapain ke pondok putri?" tanya Ayana.
"Susul kamu ke sini, Na. Kalau tunggu kamu di minimarket godaannya besar!" Rayyan mengatakannya sambil berdengus.
"Makanya dihalalin, biar enggak jadi godaan," cibir Ayana.
Bukan cibiran yang pertama kali dari Ayana membuat Rayyan memutar bola matanya sembari berekspresi masam. Ayana yang menangkap ekspresi wajah sahabat semasa kuliahnya itu melepas tawanya.
Kedua orang manusia yang berteman dekat tersebut kemudian berjalan beriringan menuju ruang pengajar guna Ayana meletakkan barang-barangnya di meja kerjanya. Ayana hanya membawa dompet dan ponsel kemudian melanjutkan jalan dengan Rayyan ke tempat yang sudah dipersiapkan sebagai gudang barang-barang projek Ayana. Sedangkan kalau tempat diskusi mereka menggunakan minimarket.
"Kata supirnya sudah sampai di depan gerbang pondok, Na. Aku suruh dia langsung ke gudang ya," kata Rayyan yang langsung diiyakan Ayana.
Ayana terkadang merasa semuanya bagaikan mimpi. Semua prosesnya untuk program ekonomi pondok dan masyarakat sekitar berkat campur tangan Allah mendapatkan kemudahan. Sudah berjalan sebulan dia bisa mendapatkan pesanan hingga 3000 pcs untuk card holder yang akan digunakan untuk souvenir. Belum lagi stok yang di display di minimarket setiap hari pejualan lancar. Para santri dan santriwati sangat menyukai pernik kain perca bahkan di antara wali santri yang kebetulan ke pesantren juga memborong sebagai oleh-oleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayana's Marriage
EspiritualAyana tidak tahu tentang lelaki yang menikahinya. Saat khitbah dan akad terjadi, dirinya sedang mempersiapkan program pemberdayaan masyarakat di sekitar pondok. Yang Ayana tahu, suaminya akan memperkenalkan diri sekaligus menjemputnya saat project p...