Saat Scarlet terbangun esok harinya, sebuah kejutan kecil sudah tersedia di meja makan. Tepat di samping piringnya tergeletak sebuah kotak kecil dari karton hitam, lengkap dengan pita satin merah dan kartu ucapan bertuliskan namanya. Ibunya berdiri di depan tungku, sedang memasak semur daging domba.
“Ma, apa ini?” Sambil menunjuk, Scarlet mengangkat alis.
“Oh, seseorang meletakkannya di pintu depan. Mungkin dari temanmu,” sahut ibunya tanpa menoleh. Harum masakan menguar memenuhi rumah kecil itu. Pagi yang tenang, seperti pagi yang sudah-sudah. Scarlet pun tak curiga. Apalagi, bukan hanya kali ini teman-temannya pernah meninggalkan hadiah kejutan di depan pintu. Maka, diambilnya kotak itu. Bentuknya persegi panjang, isinya berkelotakan bila terguncang. Kartu ucapannya dari karton putih tanpa nama pengirim. Scarlet tidak mengenali gaya tulisannya, tetapi bisa jadi penulisnya adalah pegawai toko tempat kado itu dibeli. Hati-hati jari-jarinya melepaskan ikatan pita. Kemudian, ia buka kotak itu.
Seketika, rasa dingin merayapi tengkuk Scarlet. Sebuah kacamata berlensa bundar tergeletak di dalam kotak. Rangkanya sedikit bengkok, lensa kirinya retak. Percikan darah yang sudah mengering menempel pada gagang dan kedua lensanya.
Dokter Fischer!Teror membanjiri benak Scarlet. Tidak mungkin ia salah mengenali pemilik kacamata itu. Di seantero Desa Chartain, cuma Sal Fischer yang memiliki model itu. Mendadak, masakan ibunya tak lagi membangkitkan selera. Ingin rasanya ia langsung lari mengecek klinik. Namun, ia masih menahan diri. Hati-hati, Scarlet memeriksa kotak itu. Di bawah kain hitam yang mengalasinya, sehelai kertas terlipat rapi. Ia buka lipatan kertas itu, lalu ia bawa ke dekat jendela. Isinya singkat saja, hanya dua patah kalimat padat dan jelas.
Sal Fischer ada pada kami. Jika kauinginkan jawaban, datanglah sendirian ke rumah Elizabeth Dixon pukul empat sore.
R.W
“Sialan!” Scarlet menghantam meja dengan tinju. Kontan, ibunya pun terkejut.
“Scarlet, ada apa?” Tergopoh-gopoh Amelia Dixon datang menghampirinya. Wanita itu lebih heran lagi ketika Scarlet bergegas berdiri, lalu mengambil jaket dan sepatunya.
“Maaf, Ma! Aku keluar sebentar!”
Dengan kotak itu dalam genggaman, gadis itu berlari melintasi jalan utama yang sepi. Di sana sini terlihat para pedagang bersiap-siap membuka toko. Klinik pun masih terlihat lengang dan gelap. Tiga orang berdiri kebingungan di pelatarannya. Seorang remaja lelaki yang menggendong seorang anak perempuan di punggungnya, serta seorang wanita paruh baya gemuk yang membawa alat-alat kebersihan.
Scarlet mengenali remaja itu sebagai David, yang ikut bersamanya di misi Desa Whittington. Remaja itu tinggal di Paradise Ranch bersama anak-anak yatim piatu lainnya. Anak perempuan itu kemungkinan adalah salah satu adik angkatnya. Wanita itu adalah Bibi Nora, yang biasanya membersihkan klinik dan rumah Sal seminggu sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlet: the Wolf Hunter [Terbit]
Paranormal[Pemenang Wattys 2022 kategori Paranormal] [Reading List WIA Indonesia Periode 5] Content warning: violence (15+) Kematian sang nenek di tangan seekor werewolf membuat Scarlet Dixon memutuskan untuk menempuh jalan hidup sebagai seorang pemburu werew...