26. Insting

246 55 3
                                    

Aconitum sonnevorum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aconitum sonnevorum.

Tanaman herba berbunga asli Kerajaan Sonneval. Jamak ditemukan di perbukitan, akarnya mengandung racun yang sangat mematikan, bahkan bagi werewolf sekali pun. Namun, bila diolah dengan benar, ekstrak tanaman ini berubah jadi ramuan yang sangat unik. Ia mampu membangkitkan insting paling primitif dalam diri werewolf, membuat bahkan seseorang yang hanya memiliki setitik garis keturunan werewolf dalam dirinya menjelma menjdi makhluk haus darah.

Hal ini tidak ditemui pada tanaman genus Aconitum yang lain. Karenanya, ramuan ini pun sangat misterius, bahkan di kalangan peneliti. Namun, ada satu hal yang Sal tahu persis. Aroma manis menyengat khas ramuan itu baru saja menguar dari dalam pondok, dan itu adalah tanda bahaya. Dokter itu menatap waswas dari kejauhan, berharap para pemburu menangkap peringatannya.

Ia tahu, mereka harus bersiap untuk kemungkinan terburuk.

***

Sekonyong-konyong, Scarlet mengangkat kepala. Ia mengenali wangi itu. Meski aroma itu dahulu jauh lebih samar, gadis itu tahu ia pernah menciumnya. Aroma yang sama pernah menghiasi pondok itu enam tahun lalu, pada malam ketika Elizabeth Dixon berusaha membunuh cucunya sendiri. Seketika, Scarlet mengeratkan genggaman pada kapak. Bulu kuduknya meremang. Dari jauh ia mendengar Sal berseru panik, meski ia tidak mendengar isi kalimatnya. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres.

Tidak mungkin! Apa-apaan ini?

Tak sempat Scarlet memikirkan alasan yang logis. Otaknya serasa buntu, enggan diajak bekerja sama. Pandangannya pun mengabur. Kegelapan menyelimuti benaknya, dengan paksa ambil kendali atas tubuhnya. Sal, para pemburu, dan misi penyelamatan, semua melayang-layang bagai mimpi yang akan segera terlupa.

Eh? Apa yang kulakukan di sini?

Scarlet dapat melihat sosok-sosok bergerak di sekitarnya. Para werewolf, seperti dirinya. Para manusia, menatap dengan napas tertahan. Aroma tubuh manusia menari-nari memasuki hidungnya. Baunya sedap, bak hidangan di pesta pernikahan. Tidak, bahkan lebih dari itu. Mereka laksana daging sapi kelas satu, yang hanya dapat dinikmati para bangsawan di istana. Hanya membayangkan rasanya saja sudah membuat ia meneguk liur.

“Scarlet? Oi, Scarlet! Mengapa diam saja?”

Scarlet menoleh. Salah satu manusia itu berbicara! Mengapa begitu khawatir tatapannya? Mengapa pula pemuda itu tak mengayunkan pedangnya? Apakah sosok berambut pirang itu telah kehilangan asa?
Apa pun alasannya, Scarlet tidak peduli. Bila pemuda itu tidak kunjung berpindah, itu berarti undangan terbuka untuk membiarkan Scarlet menyantapnya. Dengan satu lompatan, gadis itu menerkam. Hal terakhir yang ia lihat adalah ekspresi kaget bercampur ngeri di mata hijau pemuda itu, sebelum cairan merah membasahi tangan dan bibirnya.

***

Kalau ada satu momen yang dapat menancapkan teror di hati seorang Sawyer Weston, inilah momennya. Tak pernah ia membayangkan akan melihat sahabatnya sendiri menyerang sahabatnya yang lain secara membabi buta. Tidak, ini tidak benar, serunya dalam hati. Ini pasti gara-gara asap misterius tadi. Ia percaya Scarlet takkan berbalik menyerang mereka, jika tidak dikendalikan oleh dorongan dari luar. Namun, kakinya refleks membawanya mundur selangkah.  

Tertatih-tatih Sean bergegas menghampiri Sawyer, lalu berpegangan pada bahunya. Sawyer hendak berkomentar, tetapi tak ada kata yang muncul. Ia hanya bisa menatap ngeri pada garis-garis luka gigitan dan cakaran di paha kanan sahabatnya itu, yang tak henti mengalirkan darah ke lantai.

Scarlet: the Wolf Hunter [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang