Dua jam sebelumnya.
Dalam sekejap Seneca dan Sawyer sudah menggabungkan diri dengan Scarlet dan Sean di gudang belakang toko kelontong keluarga Hawkins. Waktu Sean pertama kali mengutarakan usulnya, Seneca menyangka pemuda itu sudah sinting. Bagaimana tidak, mau dinilai dari sisi mana pun, bersembunyi dan mengintai rumah tempat sekumpulan werewolf berkumpul terdengar seperti misi bunuh diri. Penciuman tajam werewolf tentu dapat mendeteksi bau mereka, dan membocorkan fakta bahwa Scarlet tidak datang sendirian. Namun, tak lama kemudian, ia menangkap jalan pikiran pemuda itu. Suatu ide sederhana, tetapi cerdas, yang memanfaatkan biologi werewolf.
“Kau bermaksud untuk memanfaatkan celah waktu ketika matahari masih ada dan para werewolf masih berwujud manusia, kan? Selama mereka belum bertransformasi, seharusnya indera penciuman dan pendengaran mereka masih seperti manusia biasa,” ujar Seneca.
“Benar.” Sean mengangguk. “Hanya, kita tak bisa terlalu dekat. Aku curiga bahwa, entah bagaimana, mereka bisa mencuri dengar pembicaraan kami dengan Dokter Fischer. Mungkin ada di antara mereka yang berpendengaran tajam.”
“Setidaknya, pemimpin mereka pastilah seekor Anomali. Di komunitas yang menjunjung tinggi hierarki, hampir mustahil seekor werewolf biasa bisa mendapatkan posisi sebagai pemimpin. Apalagi seseorang dengan jaringan sekuat Whiteford,” gumam Seneca. Dahinya berkerut, otaknya berpikir keras. Pernah sekilas ia mendengar nama itu dari para pemburu di desa-desa lain. Konon, sosok itulah yang berada di balik serangan-serangan werewolf paling mematikan di Kerajaan Sonneval. Entah benar atau tidak, yang jelas mereka tidak boleh lengah.
“Aku punya ide,” celetuk Scarlet mendadak. Sontak, seluruh mata beralih padanya. Gadis itu berdiri. Dengan tekad kuat terpancar di wajah ia memandang rekan-rekannya satu-persatu.
“Aku akan masuk sendirian. Akan kuulur waktu dan kuikuti permainan para werewolf itu hingga mereka lengah. Lalu, barulah kita sergap mereka,” jelas Scarlet mantap. “Dengan demikian, kesempatan untuk menyelamatkan Dokter Fischer lebih besar.”
“Hei, mana bisa begitu? Jangan!” Spontan, Sawyer berdiri dan menggeleng kuat-kuat.
“Kau ingin menempatkan dirimu sendiri sebagai umpan? Tidak, Scarlet. Aku tidak bisa mengizinkannya.” Dengan tegas Seneca menambahkan. “Aku tahu kau mungkin percaya diri dengan kekuatan werewolf barumu, tetapi itu terlalu berisiko. Bagiku pribadi, lebih baik membiarkan satu orang mati daripada kehilangan lebih banyak nyawa dalam upaya penyelamatan yang sia-sia.”
“Meski begitu, aku tidak bisa membiaran Dokter Fischer dalam bahaya! Gara-gara aku, Dokter Fischer diculik. Jadi, kalau sampai ia tewas karena aku tidak berbuat apa-apa, aku ...,” suara Scarlet merendah, “aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri.”
“Bagaimana menurutmu, Sean? Sejak tadi kau diam saja. Jangan mendadak bisu begitu, dong!” Sawyer melempar pandang pada Sean. Memang, lelaki yang sekarang diajak bicara itu sedari tadi hanya bungkam seraya berpikir keras. Ditodong pertanyaan seperti itu, Sean berdiri. Sembari menatap rekan-rekannya dengan serius, pria itu berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlet: the Wolf Hunter [Terbit]
Paranormal[Pemenang Wattys 2022 kategori Paranormal] [Reading List WIA Indonesia Periode 5] Content warning: violence (15+) Kematian sang nenek di tangan seekor werewolf membuat Scarlet Dixon memutuskan untuk menempuh jalan hidup sebagai seorang pemburu werew...