16

553 61 0
                                    

Butuh waktu beberapa jam, hingga akhirnya mereka menemukan apartemen yang ditempati Hinata. Itu pun mereka mendapatkan informasi dari salah satu bawahan mereka saat melihat gadis itu baru saja keluar dari supermarket dan bawahan mereka segera mengikutinya masuk ke gedung apartemen, tentunya menyamar sebagai petugas kebersihan agar mereka bisa masuk dengan leluasa.

Sasuke, Naruto, Shikamaru, dan Gaara berjalan di koridor lantai 15, saat sampai di kamar nomor 500, mereka menekan bel beberapa kali, hingga akhirnya pintu itu terbuka.

"Eh?!" Terkejut Naruto, begitu juga dengan Sasuke, Shikamaru, dan Gaara yang terbelalak.

"Kau!" Naruto menunjuk ke arah pemuda berkulit putih pucat yang kini berdiri di depan pintu dengan bertelanjang dada dan hanya menggunakan boxer.

"Sia-- Oh, Princess, kau kedatangan tamu!" Teriak Sai sedikit keras.

"Siapa, Sai?" Tanya Hinata berjalan mendekati pintu.

"Eh?!" Terkejut Hinata melihat keempat majikannya berdiri di luar pintu apartemen.
.
.
.
Tatapan tajam mengintimidasi dari Sasuke, Naruto, Shikamaru, dan Gaara membuat Hinata dilanda gugup, terlebih lagi melihat Sai yang hanya duduk santai tanpa berniat memakai pakaiannya.

'Mayat, sialan!' umpat Hinata dalam hati.

"A-apa kalian telah--" ucapan Naruto terpotong oleh teriakan Hinata.

"Tidak!" Teriak Hinata keras.

"Untuk apa kalian memandangku dan Hinata dengan tatapan mengesalkan itu? Lagi pula, kami sudah biasa seperti ini dari dulu." Ucap Sai dengan mulut lenturnya.

Hinata langsung melihat ke arah Sai dengan mata melotot. Keempat pria kembali menatap Hinata lebih tajam.

"Kyaaa! Mayat sialan! Berhentilah menebar garam, brengsek!" Teriak Hinata melempar bantal sofa pada pria itu.

"Apa? Aku hanya mengatakan yang sejujurnya." Ucap Sai santai sambil menangkis serangan Hinata.

"Akan ku lubangi kepala busukmu itu, sialan!" Teriak Hinata masih emosi.

Tiba-tiba Hinata terdiam, begitu juga dengan Sai kala melihat Sasuke berdiri dan pergi begitu saja. Tidak hanya dia saja, ketiga sahabat pria itu pun sama.

Sedikit rasa sesak bersalah merayap ke hati Hinata saat melihat tatapan keempat pria itu, seolah mereka mengatakan kalau mereka itu... kecewa.
.
.
.
Tiga hari berlalu, Hinata kembali ke mansion majikannya. Namun, bukan sambutan hangat yang ia terima, tetapi tatapan dingin, seolah mengatakan ia tak lagi diharapkan kehadiran.

Sesak merayap, hingga rasanya sulit untuk bernafas. Segera ia masuk ke kamarnya, dan kembali keluar menuju dapur untuk memasak makan malam.

Setelah selesai memasak makan malam dan menatanya ke atas meja makan, ia segera melangkah untuk memanggil keempat majikannya itu. Namun, ia urungkan saat melihat keempat majikannya membawa makanan dari luar.

"Baiklah, ini salahku atau salah mereka? Kenapa aku merasa sesak?" Gumamnya meletakkan tangan kanannya di dadanya setelah keempat pria itu pergi ke kamar mereka masing-masing.
.
.
.
Hal yang sama kembali terulang selama empat hari ini. Sarapan yang sudah disiapkan Hinata, tidak tersentuh sedikit pun. Menghela nafas pelan, ia segera pergi ke sekolah dengan menaiki bus.

Saat jam istirahat tiba, Hinata memisahkan diri dari Sasuke, Naruto, Gaara, dan Shikamaru. Mungkin seperti ini lebih baik untuk sementara, pikirnya.

Sesampainya di rumah, Hinata mengerjakan tugasnya seperti biasa. Hanya saja, suasana mansion ini tak lagi sama seperti dulu, terasa sunyi, canggung, dan dingin.

Our Baby Sitter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang