I.V. Hubungan Darah

164 27 10
                                    

Terhitung sudah tiga hari sejak Florin dan Edgar berkenalan dan melanjutkan pengelanaan di hutan, sudah tiga hari juga mereka duduk di atas hewan tunggangan yang sama. Keadaan sayap Edgar sudah cukup membaik, lelaki itu juga sudah mencoba menggerakkan sayapnya secara perlahan. Keadaannya yang belum pulih total membuat Florin masih memintanya untuk tetap menunggangi Chenna bersama walau Edgar sudah menolak beberapa kali. Keduanya sama-sama keras kepala, namun pada akhirnya Florin-lah yang menang.

Semakin lama Edgar melalui hari-hari bersama Florin, semakin banyak dia mengenal gadis itu. Sejauh ini dia melihat Florin sebagai gadis yang penuh keberanian dan memiliki banyak keahlian. Gadis itu juga selalu berusaha mencari topik perbincangan walau dirinya hanya menjawab seadanya. Bisa dibilang Florin merupakan teman perjalanan dengan karakter yang bertolak belakang dengannya, persamaan di antara mereka hanyalah keras kepala yang sama-sama tidak mau mengalah.

Dalam rimbunnya hutan, Chenna terus berjalan menuju arah timur. Tidak ada tujuan pasti dalam perjalanan mereka. Entah sampai kapan juga mereka akan terus berkelana seperti ini. Tidak mungkin jika Florin akan terus ikut dengan Edgar dan berujung menjadi pengelana juga dengannya. Dia harus mencari tempat tinggal yang sekiranya aman dari serangan Dark Elves, dan dia juga harus mencaritahu keberadaan bibinya.

"Tidakkah kita harus berbelok ke kanan?" tanya Florin ketika mereka dihadapkan dengan sebuah persimpangan.

Edgar terdiam mengamati. Dia belum pernah melewati jalur ini sebelumnya, dia tidak tahu ke mana dua jalur ini akan berujung. Menentukan sebuah jalur di persimpangan seperti ini merupakan hal yang tidak bisa diremehkan. Apalagi baginya yang merupakan seorang pengelana, terkadang salah memilih jalur bisa membuat nyawanya berada dalam bahaya.

"Pilihlah jalur ke kiri," ucap Edgar memberikan saran yang bertolak belakang dengan pertanyaan Florin.

Edgar tak asal bersuara dalam memilih jalur kiri. Dia telah mengecek keadaan masing-masing jalur dengan merasakan energi angin. Di jalur kiri, energi angin yang terasa begitu normal. Sedangakan di jalur kanan, terdapat energi yang sedikit lebih besar. Biasanya energi yang lebih besar menunjukkan bahwa keadaan tempat di sana berbeda dengan tempat yang mereka pijak saat ini.

"Tapi firasatku mengatakan bahwa kita harus pergi ke kanan." Florin terasa seperti mendapat keyakinan akan firasatnya.

"Tidak berdasar," celetuk Edgar.

Florin menoleh bersamaan dengan pergerakan Chenna yang berhenti. "Kenapa? Apa kau pernah ke sini sebelumnya? Kau tahu apa yang ada di balik jalur kiri itu?"

"Tidak," balas Edgar yang tubuhnya menjauh ke belakang.

"Haah, kau meragukanku ya," gumam Florin sebelum berbalik sepenuhnya hingga posisi duduknya kini berhadapan tepat dengan Edgar. Gadis itu menatap penuh selidik pada pemuda berambut kelam.

"Apa kau selalu mengikuti firasat seperti itu? Bisa saja firasatmu salah." Kini Edgar melipat kedua tangannya di depan dada serta mencondongkan tubuh mendekati Florin.

Tanpa bergerak menjauh, Florin terlihat tenang. "Lalu kenapa kau begitu yakin dengan pilihanmu? Jika bukan firasat, memangnya apa itu?"

Perdebatan mereka membuat masing-masing tatapannya memincing dengan tajam. Di lain sisi angin berembus kencang menerbangkan helaian daun yang semakin lama berkumpul membentuk lekukan tubuh sebuah sosok. Kehadirannya merenggangkan jarak di antara dua elf itu yang sebelumnya sudah terkikis. Mereka terlihat mengernyitkan dahi sebelum si gadis sepertinya mengenali identitas sang sosok.

"Dryad?" Florin bersuara.

Dryad atau roh pohon ternyata keluar dari persemayamannya dan menunjukkan diri dalam wujud yang dibentuk oleh kumpulan daun. Wujud itu melayang dan terlihat rentan hancur dalam sekali embusan angin.

ETERNUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang