20.DARAH SEGAR

111 4 0
                                    

Jangan lupa vote and komen, untuk kelanjutan cerita ini.
Udah? Thank youu


Ini semua sudah bapak koreksi, dan jawaban Nathan benar semua, Karin salah 1 soal, dan Iyan salah 2."

"Ini masih jauh dari kata sempurna, mengerti?" Vino menyesap kopi hangatnya.

"tersisa seminggu lagi sebelum Olimpiade dan kemajuan kalian masih belum cukup, dengan terpaksa saya tambah waktu latihan kita setiap malam diApartemen saya. Ada yang keberatan?" tanya Vino menatap mereka bertiga bergantian.

Mungkin tidak masalah bagi Nathan karena apapun itu kalau tentang belajar dan mengejar prestasi keluarganya pasti mengizinkan, begitu pula Iyan. Tidak dengan Karin jika ia pulang malam. Bagaimana dengan pekerjaan dicaffee? Bagaimana dengan jam jenguk ibu dirumah sakit? Dan bagaimana juga dengan eja dirumah? Semua pertanyaan itu langsung terbesit dikepalanya.

Karin mengangkat tangan, "Saya pak,saya tidak bisa."Katanya menatap kosong kedepan.

Pak Vino meletakan kertas latihan mereka diatas meja, memangku kaki kananya "kenapa,ada alasan Karin?"

Ctik! Ctik! Ctik!

Bolpoint ditekan tekan ia bingung ingin menjawab apa, Karin tidak mau orang lain tahu dengan masalah pribadinya.

"Karin..Rin!" Iyan menepuk pundak perempuan disebelahnya,membuat sangempunya tersadar.

"Harus saya kasih tau ya pak alasanya?" tanya Karin dengan senyum simpul.

"Iya bapak mau tahu,coba kamu ceritakan semua alasan kamu tidak bisa mengikuti jam tambahan saya, lalu mengapa setiap pagi kamu terlihat sangat lelah dan selalu mengantuk."

Karin mengehela nafas,"Guys,boleh gua ngomong berdua sama Pak Vino?" tanya Karin melihat Iyan dan Nathan.

Nathan dan Iyan mengangguk paham lalu pergi menjauh, Karin mulai bercerita tentang kehidupanya."Aku tidak tahu harus bercerita dari mana pak," Ia menggigit kukunya.

"Yang pasti aku sangat lelah dengan semua ini,"

"..."

Ia mulai bercerita semuanya. sangat jelas dan detail, tidak tertinggal sedikitpun kata ataupun kalimat tentang kisah hidupnya yang memaksa ia rela mengorbankan kebahagianya.

"Bapak tahu? Setiap aku berkerja di caffee. Aku selalu iri dengan mereka, anak seusiaku yang bebas bermain, bercanda dan tertawa dengan teman temanya." Matanya mulai memanas dengan kedua tangan saling bertautan.

"Aku iri dengan mereka yang dapat berkumpul lengkap bersama keluarga. ada ayah,ibu,adik atau kakak yang meramaikan rumah. Aku hanya penasaran bagaimana rasanya." Dengan kedua tangan yang dipangku ia menatap keatas berusaha agar bulir air mata tidak jatuh keluar.

"Ayah pergi meninggalkan kami selamanya,disaat ibu terbaring dirumah sakit yang sedang hamil besar.Saat itu...hanya ada Karin kecil yang menjaga ibunya,berharap ibu dan adiknya selamat." Karin menunduk menatap sepatunya hingga akhirnya air mata jatuh tanpa izin membasahi kedua pipinya.

"Selang beberapa tahun, Luka yang membekas karena kepergian ayah perlahan menutup. Semuanya berjalan normal kembali.

"Sampai pada saat sibungsu menginjak usia lima tahun mamah mulai sakit sakitan dan didiagnosis menderita Leukemia,saat itu luka lama kembali basah dan menganga lebih lebar lagi..

"Tetapi selepas itu semua,aku bersyukur kepada tuhan yang memberikanku kekuatan hingga bisa berdiri dititik ini,aku sadar...kalau aku hanyalah hamba sahaya yang hanya dapat berdoa kepada tuhan agar suatu saat nanti keluarga kecilku kembali berkumpul." Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum ke Pak Vino.

Under ageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang