Brakkk
Ponsel pintar dengan harga selangit itu hancur setelah tubuh rapuhnya membentur lantai dengan keras. Yoshi membanting tubuh lelahnya ke atas ranjang empuknya dengan nafas tersengal karena emosinya yang naik sampai ubun-ubun.
Paru-parunya naik turun berusaha menetralkan kembali emosinya. Sejak acara pernikahannya yang sudah hancur kemarin siang ia tidak bisa menghubungi Asahi sama sekali. Semua kontak Asahi tidak ada yang bisa dihubungi. Bahkan kedua orang tua Asahi juga tidak dapat menemukan di mana keberadaan Asahi.
"Asahi... kamu kemana..."
Semalaman Yoshi terus membuka mata dan tanpa henti berusaha menghubungi Asahi, namun apalah daya jika orang yang ingin dihubungi justru mematikan ponselnya atau bahkan sudah membuang ponsel beserta kontaknya sekaligus.
Yoshi terdiam lama di ruang pribadinya tersebut. Ruangan dengan nuansa warna hitam putih itu kini diselimuti sunyi. Sibuk memikirkan apa yang harus ia lakukan kini jika Asahi tetap tak bisa ia hubungi.
"... Dia istrimu, bawa pulang."
Yoshi tersentak ketika kata-kata yang ibunya lontarkan padanya kemarin siang kembali terlintas di kepalanya. Dia bahkan sampai lupa bahwa dia seharusnya juga memikirkan Jihoon yang kini juga harus ikut terjebak dalam masalahnya. Pikirannya sudah dipenuhi mengenai berbagai macam pertanyaan mengenai Asahi yang seharusnya menikah dengannya, sampai-sampai ia lupa bahwa ada Jihoon yang justru lebih harus ia pikirkan saat ini.
Yoshi segera bangkit. Meraih jaketnya dari gantungan pakaian dan segera membawa tungkainya melangkah keluar dari kamar pribadinya. Ia harus mencari Jihoon dan membicarakan segalanya dengannya.
Yang jadi masalah lainnya adalah ia yang tidak tahu di mana Jihoon tinggal sekarang. Sempat terpikir olehnya untuk mencari ajihoon di rumah lama pemuda itu namun keraguannya mengenai keberadaan Jihoon di sana lebih besar. Akhirnya dengan berbekal alamat dari media sosial Wedding Organizer tempat Jihoon bekerja Yoshi pergi menghampiri tempat tersebut yang juga merupakan rumah pribadi Jihyo.
Ketika nemekan bel di depan pagar rumah ada seorang lelaki yang keluar menghampirinya. Lelaki yang juga menyiapkan pernikahannya kemarin. Choi Soobin.
"Mau apa?"
Nada bicaranya terdengar sedikit ketus. Tidak peduli walaupun Yoshi adalah kliennya sebelum ini, namun lelaki tinggi itu sudah terlanjur kesal dengan kejadian tak terduga kemarin siang.
"Bisa beri aku alamat rumah Jihoon? Aku tahu kalian pasti memilikinya." Menyadari bahwa kedatangannya tidak disambut dengan baik maka Yoshi juga tak berniat untuk bersikap baik sebagai formalitas karena ia butuh alamat Jihoon secepatnya.
"Gak bisa." Soobin bersedekap dada. Berdiri tegak memandang Yoshi dengan kesal.
"Gara-gara kamu Jihoon jadi harus diliburin dulu, kerjaan jadi numpuk nih! Bikin kacau aja." Kekhawatiran dan kekesalannya terhadap Yoshi adalah nyata. Namun ia tak bisa mengungkapkan semua perasaan kesalnya sekarang begitu saja.
"Sebaiknya kamu memberiku alamatnya jika kamu memang ingin membantu Jihoon menyelesaikan masalah ini dengan cepat."
"Soobin!"
Soobin yang baru akan meneriakkan umpatan kesalnya jadi batal ketika mendengar Jihyo memanggilnya. Ia berbalik pada Jihyo. Dilihatnya wanita penuh wibawa itu mengisyaratkan padanya agar tidak lagi terlalu ikut campur dengan urusan orang lain.
Jihyo berbicara dengan bisikan dan gerakan bibir yang dipertegas. Berusaha mengatakan agar Soobin memberikan saja apa yang Yoshi inginkan agar Yoshi bisa sedegra pergi dan mereka dapat cepat menyelesaikan sisa pekerjaan mereka yang masih menumpuk. Ketika menangkap apa yang Jihyo berusaha katakan Soobin hanya mendengus kemudian mengangguk tak rela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope In Tears [ yoshihoon/kyuhoon ]
RandomB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Terjebak. Jihoon ditarik masuk ke dalam sebuah pernikahan yang seharusnya bukan miliknya. Kembali bersatu dengan sang mantan kekasih dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Hidupnya bagai dipermainkan semesta. Jihoon harus...