II [ bagaimana jika benar dia? ]

1.1K 172 11
                                    

Jihoon mematut diri di depan cermin. Pantulan wajahnya di cermin dia perhatikan dengan seksama. Keningnya mengerut tak suka begitu melihat kantong hitam matanya semakin terlihat parah. Semalaman ia tak bisa tidur karena terus terpikirkan mengenai telepon Asahi kemarin sore yang mengatakan ingin bertemu lagi siang nanti.

Asahi adalah kliennya. Jihoon tak bisa sembarang menolak dan membatalkan, apalagi menyuruh Asahi menggunakan jasa orang lain hanya karena masalah di dalam dirinya yang masih belum sepenuhnya melupakan dan sembuh dari luka lamanya.

Pukul 8 pagi Jihoon baru keluar dari apartement tempatnya tinggal. Hunian yang sebenarnya tidak begitu mewah itu sudah jadi tempat nyamannya untuk tinggal dan berteduh selama ia jauh dari kedua orang tuanya yang kini justru memilih tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari keramaian dan kepadatan kota.

Tujuannya saat ini adalah pergi ke tempat kerjanya sebelum siang nanti bertemu Asahi dan calon suaminya. Di tempatnya bekerja, ruangan yang dikelilingi mesin pendingin udara itu sudah dipadati oleh beberapa rekan kerjanya.

BLUE WEDDING

Begitu bisnis ini diberi nama. Bukan Jihoon yang mendirikannya namun ia bergabung berhasil bergabung di awal perintisan bisnis. Jihoon meniti karirnya dari sini. Mengenal banyak orang yang kini sudah seperti sahabatnya sendiri. Lebih dari keluarga, Jihoon menyukai bekerja dengan orang-orang baik yang bersamanya kini.

"Soobin-ah, nanti siang temani aku bertemu dengan klien ya?"

Baru beberapa detik tiba, setelah meletakkan barangnya ke atas mejanya Jihoon segera menghampiri teman kerjanya yang tengah duduk di sofa seorang diri dan mengajukan permintaannya dengan suara memelas.

Soobin yang tiba-tiba di ajak bicara begitu oleh Jihoon segera menegakkan duduknya yang sebelumnya bersandar dengan malas pada sandaran sofa. Ia berdehem pelan untuk mengatur suaranya. Senyumnya kemudian terpatri dengan dua lubang cacat yang menghiasi pipinya.

"Tentu saja, akan aku temani. Apa sih yang gak buat kamu. Ya kan."

"Oke sip! Makasih." Jihoon berujar riang. Kemudian duduk di sebelah Soobin.

"Sama-sama, manis." Tangan nakalnya bergerak menjawil dagu Jihoon. Kemudian mencubit pelan pipi halus Jihoon yang sebenarnya juga sama halusnya dengan pipinya sendiri.

Jihoon jelas memprotes, namun tidak memperbesar masalah dan memilih mengabaikan Soobin. Ia beralih pada ponselnya untuk mengecek di mana Asahi ingin bertemu dengannya.

"Ya pastes sih kalau kamu sering berantem sama pacar kamu. Orang kok punya mata, punya mulut, punya tangan centil semua!"

Teriakan itu datang dari sorang wanita yang kini sudah menginjak usia kepala tiga di tim mereka. Jihyo. Soobin memutar matanya malas mendengar teguran dari yang lebih tua. Tangannya kemudian ia jauhkan dari Jihoon dan mulai berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Cuman bercanda kali Kak."

"Tadi katanya pacar kamu marah lagi, terus kenapa sekarang malah kegenitan gitu sama Jihoon? Dasar cowok!"

Soobin tak menghiraukan. Sepenuhnya ingin abai saja dengan berbagai macam teguran yang sering ia dengar mengenai tingkahnya yang memang sering menjadi masalah besar dalam hubungan percintaannya.

      

✄-----------------------------------------------

   

Yoshi's latter

Hai Jihoon,

Aku minta maaf karena tidak bisa berpamitan langsung padamu.

Hope In Tears [ yoshihoon/kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang