Sore itu Jihoon hanya bisa mengulum bibir melihat Junkyu dengan nafas terburu datang menghampirinya yang baru saja akan masuk ke dalam kereta yang akan membawanya pulang ke rumah kedua orang tuanya. Teriakan Junkyu barusan benar-benar menghentikan langkah kakinya dan membuatnya mematung di tempat.
"Tunggu sebentar, biarkan aku bernafas..."
Masih dengan nafas terengah Junkyu berkata demikian. Ia lantas melihat jam di tangan kirinya untuk memastikan bahwa ia masih punya banyak waktu sebelum jadwal keberangkatan kereta Jihoon.
"Oke, masih 10 menit."
"Kamu kenapa pergi gak ngasih tahu aku?! Baru tadi kita ketemu, tapi kenapa kamu gak bilang kalau mau pergi?!"
Jihoon masih diam. Ia tidak tahu dari mana Junkyu bisa mengetahui bahwa ia sedang berada di sini padahal tidak ada yang ia beritahu termasuk Soobin yang tadi memaksanya untuk mengatakan kemana ia akan pergi setelah resign.
"Maaf, aku cuman... gak mau bikin kamu repot lagi. Kamu udah terlalu banyak bantu aku, dari dulu."
Ingatkan ia tentang bagaimana Junkyu memaksa menjaganya selama ia di rumah sakit dulu, bahkan sampai mengantarnya ke stasiun kereta untuk memastikan ia pulang dengan selamat. Junkyu bahkan tak peduli walaupun ia harus jadi repot karena sibuk bekerja, belajar lagi setelah cutinya selesai, dan rutin setiap hari menjaga Jihoon sampai Jihoon pulih total. Junkyu terlalu sering repot karenanya dan Jihoon tak terlalu berhutang.
"Dari mana kamu tahu kalau aku di sini?"
"Dari aku."
Jihoon mengernyit. Tidak mengerti apa maksud dari ucapan Junkyu barusan.
"Dulu kamu juga langsung pulang ke rumah orang tuamu setelah pulih, jadi aku hanya berpikir, mungkin saja kamu akan pergi ke sana lagi. Jadi, kamu akan pergi ke Busan?"
"Enggak, orang tuaku sudah tidak tinggal di sana. Mereka pindah, jadi aku akan ikut mereka di rumah baru."
Junkyu hanya pernah mengantar sampai stasiun dan kali ini pun sama. Ia hanya bisa berdiri di sana melihat Jihoon yang pergi sendirian ke rumah orang tuanya. Jihoon memang bilang ia hanya ingin menenangkan diri untuk sementara namun siapa yang tahu seberapa lama sementara yang Jihoon butuhkan.
Obrolan singkat itu terus berlangsung sampai Jihoon kembali melangkah mendekati pintu masuk kereta.
"Apa aku boleh ke sana? Untuk mengunjungimu."
"Tentu saja."
Jihoon memberikan alamat rumah orang tuanya kepada Junkyu jika Junkyu memang ingin datang berkunjung. Jika bukan kedua orang tuanya, hanya Junkyu yang ia miliki jadi ia tidak mungkin mendorong Junkyu terlalu jauh darinya. Sudah cukup membuat repot, Jihoon tak ingin membuat Junkyu terlalu khawatir tentang dirinya.
"Apa terjadi sesuatu? Apa yang membuatmu harus pergi? Kenapa gak di sini aja, aku akan jagain kamu kalau si Yoshi itu datang gangguin kamu."
Jihoon diam sejenak. Terus menimbang dalam kepala apakah ia harus mengatakan semuanya pada Junkyu atau tidak karena ia sudah berencana untuk merahasiakannya dari semua orang termasuk Junkyu dan mengecualikan Yoshi.
"Junkyu... aku gak bisa tetap di sini, aku... hamil lagi."
Detik itu juga hatinya bagai diremuk. Ia hanya berekspektasi bahwa Jihoon akan mengatakan bahwa dia telah bercerai dengan Yoshi dan berencana pergi agar dia bisa melupakan Yoshi sepenuhnya atau memang hanya untuk menyegarkan pikiran dari semua masalah ini, namun mendengar hal yang jauh lebih besar dari sekedar perceraian membuatnya tak lagi bisa bereaksi.
Jihoon menunduk dalam begitu melihat reaksi Junkyu. Ia tahu Junkyu tidak akan menyukai kabar ini karena bayi yang kini akan tumbuh di dalam perutnya lagi-lagi adalah anak Yoshi. Orang yang sama dengan yang sebelumnya juga sudah pernah menyakitinya sampai harus mengalami keguguran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope In Tears [ yoshihoon/kyuhoon ]
RandomB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Terjebak. Jihoon ditarik masuk ke dalam sebuah pernikahan yang seharusnya bukan miliknya. Kembali bersatu dengan sang mantan kekasih dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Hidupnya bagai dipermainkan semesta. Jihoon harus...