9. Bubu

36 27 12
                                    

Happy Reading, jangan lupa Vote, koment dan Share yah..

Happy Reading, jangan lupa Vote, koment dan Share yah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Felis baru saja memasukirumahnya namun, sebuah lemparan keras dari arah ruang tamu membuat Felis berdesis sakit sambil memegangi kepalanya yang mendadak pusing. gadis itu melirik remot tv yang pecah berhamburan karna menabrak kepalanya, lalu menatap Eras yang menatap tajam kearahnya. Felis diam, ia berjalan pergi berniat mengabaikan kehadiran sang papa.

"Dari mana saja kamu? Gak liat ini jam berapa?!" tanya Eras mengeraskan rahangnya. "Kamu kira karna Papa gak dirumah kamu bebas keluyuran?!"

Felis berhenti, Gadis itu berbalik menatap Eras dengan wajah pucatnya. "Tadi dari-"

"Siapa laki-laki itu?" potong Eras menekan kalimatnya. Felis menatap Papanya takut, Eras sepertinya sedang marah besar karna wajahnya yang memerah dan tapapan matanya menunjukan sorot mata murka.

Eras berjalan mendekati Felis membuat Felis menunduk takut sembari memohon pertolongan dalam hati.

"Kenapa gak diajawab?!" teriak Eras memukul keras kepala Felis dan lagi membuat putrinya itu meringis sakit untuk kesekian kalinya.

"Papa sekolahin kamu biar kamu bisa pergi pagi pulang malam seenaknya, begitu?!" sambung Eras menaikan tanganya, pria itu hendak menampar Felis lagi.

"Amira juga sering pulang malem, kenapa Papa gak perna marahin!" teriak Felis membela dirinya.

Eras diam. Dia menatap Felis tajam dengan tangan yang membeku diudara. "Kayaknya Papa terlalu manjain kamu, kamu harus diberi pelajaran," sambungnya menurunkan tanganya perlahan.

Felis diam. Tanpa sadar air mata gadis itu jatuh begitu saja.

Eras menarik tangan Felis kasar. "Sini kamu! Ikut!" teriak Eras menyeret Felis menaiki tangga lalu memasuki kamar paling ujung.

"Pa! Felis minta maaf, Felis yang salah," ujar Felis menyatuhkan tanganya didepan dada sambil terisak.

Namun pria yang dipanggil dengan sebutan Papa itu tak bergeming. Felis memperhatikan sekitarnya, dia tau betul dengan ruangan gelap dengan cahaya seadanya itu. Di sudut paling kiri ada koleksi Wine milik Eras, disampingnya lagi ada koleksi tali pinggang dengan kepala besi yang tak perna digunakan Eras, disisi kanan ada sebuah kursi goyang dan disampingnya ada kotak persegi panjang berwarna coklat bercampur emas.

"Felis, Felis bakal denger setiap ucapan Papa. Felis janji, maafin Felis," mohon Felis terisak. Entah mengapa air matanya berjatuhan begitu deras dengan denyut jantung yang  berdetak hebat.

Eras tak memperdulikan Felis yang duduk dibelakangnya. Pria itu sibuk mencari sesuatu dikotak persegi panjangnya.

Felis menatap keseluruhan kamar pribadi Eras yang tak perna dimasuki siapapun kecuali dia dan Papanya. Kamar itu gelap dan penuh dengan benda keras. Kamar yang selalu ia masuki saat ia melakukan kesalahan. Kamar yang menemani Felis sedari kecil hingga saat ini.

Tentang Sevian [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang