Sebenarnya gue pengen jadi matahari lu Fel, tapi takut kita jauhan makanya gua kasih bunga matahari. kenapa matahari?. emmm, soalnya lu butuh matahari untuk tetap hidup, Felisa kirani.
~Sevian Radityah Sanjaya~
.
.
.Felis menatap lama pantulan wajahnya di cermin. Tanganya bergerak untuk menambah pondation-nya, saat melihat lebam hitam dibagian bawah matanya. Bedak yang di kenakan Felis hari ini cukup tebal, itu bertujuan untuk menutupi luka-lukanya yang belum sembuh total.
Gadis itu tersenyum simpul. Mencoba terlihat baik-baik saja, saat dirasa cukup Felis turun untuk segera mencapai pintu. Akan tetapi, saat diperjalanan tak sengaja sudut mata Felis menatap Amira yang sedang memasukan laptop ke dalam tasnya, dan laptop itu milik Felis.
"Setelah Mama lo yang udah mencuri Papa dari Mama gue, sekarang lo mau curi laptop gue juga?" tanya Felis berhenti tepat dihadapan Amira.
Amira menatap kehadiran Felis muak. "Lo lupa kata Papa? Semua barang lo, barang gue juga," desisnya.
Felis mengertakan giginya marah. "Semua milik gue, tetap milik gue!" tekanya.
"Yaudah lo kasih tau Papa aja sendiri, gue cuman disuruh kok."
"Papa, lo bilang?" tanya Felis pelan namun mampu mengoyak gendang telinga Amira. "Dia Papa gue, bukan Papa lo sialan!"
"Ada apa lagi ini?!" tanya Eras mendekati meja makan ditemani Yasmine, Mama dari Amira.
"Nih, Pah. Kak Felis, aku dilarang pinjam laptopnya," aduh Amira sambil memelaskan suaranya.
"Udah ambil aja, gak perlu minta izin dia," sambung Eras duduk berniat untuk sarapan pagi.
"Gak boleh gitu dong, Pah. Itu punya Felis," bantah Felis tidak terima.
"Terus kenapa kalau punya kamu? Papa yang beli kan?"
Felis menatap Papanya tak menyangkah, lalu menoleh menatap Amira yang tersenyum miring kearahnya. "Tapi Papa belinya pake uang Mama!"
Ctaaak!!
Felis diam memantung saat sebuah sendok mendarat keras di kepalanya. Eras, pria itu yang melemparnya sambil berdiri tegap. Rahangnya terlihat marah dan matanya memancarkan kilatan emosi yang mengebuh.
"Amira, makan sarapan kamu," ucapnya kembali duduk membuat Amira segera duduk sambil menunduk takut.
Felis memejamkan matanya. Mencoba meredamkan emosinya yang tersulut, "Felis berangkat!" serunya, pamit. Namun tak mendapat ucapan apapun dari Papanya. Bahkan, sekedar kata 'hati-hati dijalan' saja tak perna keluar dari mulut Pria yang hampir menjangkau umur 50 tahun itu.
Felis menghembuskan nafas pelan saat melihat Sevian sibuk menyisiri rambutnya dikaca spion motornya. Felis menarik sudut bibirnya lagi, lalu berlari mendekati Sevian.
"Sevian!" panggil Felis membuat pria itu berdiri kaget sambil menyembunyiakan tangan kebelakang badanya.
"Fel," balasnya kaku.
Felis menatap Sevian curiga, "Lo sembunyiin apaan?"
Sevian tersenyum bodoh. Dengan pelan, pria itu mengeluarkan sebatang bunga Matahari yang di balut plastik transparan. "Buat lo," ucapnya malu.
Felis menerima bunga itu, "Dalam rangkah apa nih?" tanya Felis heran.
Sevian menggelang cepat. "Gue cuman mau kasih. Udah yuk, berangkat entar telat."
Felis mengangguk setuju, lalu menaiki motor Sevian. Mereka mengendarai motor dengan tenang dan pelan, karna hari masih cukup pagi hingga keduanya masih memiliki sedikit waktu untuk sekedar berbincang hal bodoh di jalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sevian [On Going]
Teen FictionKehidupan Sevian yang membosankan berubah menjadi berwarna saat dirinya bertemu dengan gadis misterius bernama Felis. Bukan hanya Sevian, ketiga sahabat terbaiknya pun ikut ambil dalam mewarnai masa-masa remaja mereka. Sama seperti anak muda lainya...