Sevian tersadar sesaat ketika kesadaranya hampir hilang. Ia memperbaiki duduknya lalu melirik jam yang menunjukan pukul 4 subuh. Pria itu menatap pintu kamar Fadra yang di dalamya ada orang tua Fadra.
Sevian menoleh menatap beberapa temanya yang sedang tertidur dikursi tunggu. Namun ada yang jangal di sana. Azura, kemana pria itu pergi?
Dengan cepat Sevian merongoh ponselnya lalu menelfonya. Setelah mendapat jawaban. Sevian bangkit, dan berjalan ke tempat yang dikatakan Azura.
"Lo ngapain disini?" tanya Sevian menghampiri Azura yang berada dibalkon lantai tiga rumah sakit, tepat dilantai kamar inap Fadra.
Azura menoleh lalu tersenyum simpul. Ia kembali menyesap rokoknya perlahan lalu menghembuskanya pelan. Sangat kacau, dua kata yang dapat mengambarkan keadaan Azura saat ini.
"Gue bodoh Sev," ucapnya.
"Gue minta rokok lo, dong." Sevian mengambil rokok yang segera dijulurkan Azura lalu membakarnya dan ikut meresapnya. Membuat tubuh serta pikiranya sedikit rileks.
"Andai aja pas Fadra nelfon langsung gue angkat, tapi bodohnya gue. Gue malah matihin panggilanya." Azura kembali menghembuskan nafas lelah. Dia bodoh! Benar-benar bodoh.
Sevian menepuk bahu Azura pelan. "Bukan salah lo, ini juga salah gue."
"Tapi. Fadra minta tolong saat itu dan gue? Gue malah mengabaikan dia! Gue emang sebangsat itu Sevian," jawab Azura dengan nada bergetar.
"Azura, stop salahin diri lo sendiri."
"Gue masih inget Sev, gue inget pas dia minta tolong ke gue," tutur Azura tak mampu menahan emosinya. Pria itu menyeka air matanya yang turun tanpa izinya.
"Gue masih inget gimana anak Chorpio, mereka bantai Fadra seakan Fadra bukan manusia," sambung Azura tak bisa lagi menahan air matanya. Pria itu menangis, andai saja dia segera menjawab telfon Fadra pasti Fadra tidak akan seperti itu.
Azura bodoh! Bodoh! Bodoh!
Azura refleks memukul kepalanya, membuat Sevian menahanya cepat. "Kita gak tau kalau Fadra saat itu minta bantuan. Itu bukan salah lo Zura," pringat Sevian namun Azura menepis tanganya.
"Kaki Fadra patah Sev! Patah. Itu gara-gara gue lambat bantuin dia."
"Azura!"
Sevian dan Azura menoleh menatap Vibra dan Alveraz yang berdiri tegak tak jauh darinya. Vibra mendekati dua orang itu dengan beberapa anak Alveraz di belakangnya.
"Kalau itu salah lo, berarti salah gue juga," ucap Vibra menatap Azura dalam.
"Bener Ra, itu bukan salah lo. Itu salah kita semua," tambah Juna membuat Alveraz mengangguk setuju.
"Bukan cuman lo yang gagal selamatin Fadra, gue juga gagal," tutur Umar membuat Azura menatapnya lama.
"Jangan salahin diri lo doang," ucap Sevian memegangi bahu Azura seraya mengelusnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sevian [On Going]
Teen FictionKehidupan Sevian yang membosankan berubah menjadi berwarna saat dirinya bertemu dengan gadis misterius bernama Felis. Bukan hanya Sevian, ketiga sahabat terbaiknya pun ikut ambil dalam mewarnai masa-masa remaja mereka. Sama seperti anak muda lainya...