34. Tetangga baru Azura

12 2 0
                                    

Gubrakkkkk!

"Joookoooooo!" teriak Azura lantang ketika melihat Ayam kesayanganya ditabrak dengan tidak berperikeayaman tepat di depan matanya sendiri.

"Joko! Lo gak apa-apa, kan?!" tanya Azura panik, Menghampiri Ayamnya yang sudah tidak berdaya. Azura menguncang cepat tubuh Joko berharap Ayam itu akan segera sadar. Didekatkan lagi dada si Joko dipendengaran Azura namun tetap saja tak ada tanda-tanda jantung yang berfungsi di dalam sana.

"Lo," bangkit Azura menatap seorang yang berani menabrak joko dengan Sepeda di depan rumahnya sendiri. "Tanggung jawab!"

Gadis itu hanya memasang wajah datar membalas tatapan tajam Azura. Berani sekali!

"Lo harus tanggung jawab! kalau gak, gue laporin lo ke polisi," sinis Azura kembali menatap Joko yang berada dipelukanya. "Joko!" panggilnya sendu.

"Itu cuman ayam, polisi gak bakal mau buang waktu demi itu."

Azura menatap tajam sipembicara. Apa maksudnya berbicara seperti itu pada Joko. "He! Lo udah nabrak, gak mau tanggung jawab lagi. Bisa-bisanya lo ngomong kayak gitu, dasar gak punya hati nurani lo!"

Moara mendengkus pelan. Dengan kasar ia membuka tudung hondienya membiarkan angin menerbangkan rambut sepundaknya sesuka hati. Mata Azura tak berkedip sedetikpun melihat wajah putih pucat di depanya. Cantik, kata yang dapat menjabarkan sosok Moara.

Tunggu, Moara?

Azura melirik rumah putih di samping rumahnya. Papanya bilang ada orang baru yang pindah kesana tadi malam, tak lupa juga papanya berpesan agar Azura mau berteman dengan putri satu-satu mereka yang bernama Moara. Menurut rumor yang didapat Azura dari sang papa. Moara adalah sosok yang dingin hingga tak seorangpun yang mau berteman denganya. Baik itu lingkungan sekolah atau lingkungan rumahnya sendiri.

"Lo Moara, yang gak punya teman itu?" tanya Azura mengejek.

Moara diam. Dia tidak tau respon seperti apa yang harus ia berikan pada sosok pria  yang masih memeluk ayam mati di depan sepedanya ini.

"Gue tau sekarang kenapa lo gak punya temen," sambung Azura berniat mengejek namun tetap saja Moara memberinya tatapan datar tampa minat.

"Lo tau? Papa gue semalam bilang kalau gue harus jadi temen lo, tapi sorry aja, yah. Gue gak minat!"

"Gue gak butuh teman," datar Moara mengayuh sepedanya pergi.

Azura menatap punggung gadis itu hingga memasuki pekarangan rumahnya dan menghilang dibalik pintu.

"Wah!" kaget Azura. Kenapa ia merasa seperti diabaikan? Padahal tak ada satu gadis pun yang tidak tertarik padanya... kecuali Felis. yah! Felis adalah gadis gila jadi wajar saja kalau dia tidak tertarik dengan Azura.

"SIAPA JUGA YANG MAU JADI TEMEN LO!" teriak Azura berharap gadis itu mendengar teriakan mengelegarnya.

***

"Huwahhh, Joookoooo!!" lirih Azura sedih menatap gumpalan tanah di taman belakang rumahnya. Dengan penuh duka pria itu meletakan sebuah bunga mawar putih menandakan dirinya benar-benar berduka atas kepergian sang ayam betina.

Vibra memutar bola matanya malas. "Buang waktu Sev," protesnya menatap malas Azura yang terus-terusan menangis hanya karna seekor ayam.

Sevian menyiku pelan perut Vibra. "Lo pikir cuman lo yang bosan?" bisiknya, namun tetap profesional dengan menampilkan wajah sedih.

"Pura-pura aja biar si kutu badak seneng," tambah Fadra.

"Astaga Joko! Lo kok, pergi secepat ini? Padahal gue belum perna makan daging lo? Kenapa lo ninggalin gue?" lirih Fadra berpura-pura menangis lalu mengode Vibra dan Sevian agar kedua orang itu kelakukan hal yang sama.

Tentang Sevian [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang