Pagi hari yang cukup indah. Embun yang membasahi rumput tampak seperti jaring laba-laba yang dihiasi berlian, burung yang berterbangan lalu singga diranting pohon dengan nyanyian kicaunya yang merduh. Angin dingin, namun tak menusuk justru membuat kesan menyegarkan.
Sevian membuka matanya perlahan. Hari yang cerah untuk awal yang bahagia. Pria itu segera bangkit, lalu memasuki kamar mandi. Setelahnya, dia keluar dengan seragam putih yang tidak dikancing hingga kaos polos hitamnya terlihat.
Tak banyak merapikan diri, Sevian meraih jaket kulit hitam Alveraznya lalu keluar kamar untuk mencapai meja makan.
"Pagi Bunda, pagi Ayah, pagi Vanya jelek, pagi Bella cantik!" sapa Sevian segera duduk.
Vanya yang disapa tak membalas sapaan Sevian. Dia sibuk bermain dengan Richarts.
"Oh, iya. Lupa," ingat Sevian. "Pagi Richarts!" lanjutnya dengan nada yang menyenangkan.
"Kenapa sih, lu? Bahagia bener," tegur Vanya sadar dengan raut kebahagiaan Sevian.
"Kita, tuh. Jadi manusia harus selalu bahagia. Iya, kan Ayah?" tanya Sevian.
Radityah mengangguk. Pria itu sibuk menyuapi Bella dengan bubur.
"Hari ini bahagia, besok nangis!" ejek Vanya.
"Iri bilang," ejek Sevian lagi.
Tak ada pertengkaran setelahnya. Mereka makan dengan nyaman, sesekali bercanda lalu setelah itu mereka semua pergi meninggalkan Bunda Melatih bersama Bella dirumah.
Sevian melajukan motornya diaspal dingin. Setelah beberapa menit pria itu tiba disekolah lalu segera memarkirkan motornya di parkiran.
Sevian membuka helmnya perlahan lalu mengelengkan cepat kepalanya agar rambutnya berantakan. Ia bercermin sebentar lalu. Perfect, dia sudah tampan dengan rambut berantakan, seragam tak dikancing, dan juga tidak mengunakan dasi.
Fadra bersiul, membuat Sevian menoleh ke arahnya.
"Wei, Fadra!" sapa Sevian. Dan Fadra menyahuti.
"Kayaknya ada yang seneng, nih?" goda Fadra membuat Sevian tertawa pelan.
"Gak ada, biasa aja," ujar Sevian lalu mereka melangkah memasuki sekolah dan menuju kelas.
"Kenapa lo buang bekalnya?" tanya Azura kesal saat Vibra membuang sebuah bekal ke tempat sampah.
"Terserah gue," jawab Vibra dengan tatapan dinginya.
"Tapi itu bekel dari Aleya."
"Terus kenapa kalau dari dia?"
Fadra segera menghampiri kedua sahabatnya itu yang sudah mulai mengomel padahal hari masih pagi. "Ada apa lagi?"
"Vibra nih, tega bener. Bekalnya Aleya dibuang terus bekel yang lain enggak. Gak adil banget," ujar Azura membuat Vibra menatapnya malas.
"Udah, itu urusan Vibra, kan dia yang punya," ucap Sevian duduk dimejanya.
"Seengaknya kalau gak mau dimakan jangan dibuang, kan ada gue, ada Fadra ada anak yang lain juga yang bisa dikasih," ujar Azura lagi. Semenjak kecil Azura sudah dididik untuk tidak membuang makanan karna itu dia merasa risih saat melihat makanan yang masih bagus lalu dibuang begitu saja.
Padahal ada ribuan orang diluar sana yang ingin memakan sesuap nasi namun mereka tidak memilikinya.
"Itu karna gue gak suka sama Aleya!" tegas Vibra menatap Azura yang menatapnya dengan tatapan kesal.
Tanpa sengaja Aleya yang melihat pertengkaran didepanya, langsung menjatuhkan botol air yang lupa ia berikan kepada Vibra tadi.
Seluru yang berada dikelas menatap Aleya dengan tatapan yang beragam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sevian [On Going]
Teen FictionKehidupan Sevian yang membosankan berubah menjadi berwarna saat dirinya bertemu dengan gadis misterius bernama Felis. Bukan hanya Sevian, ketiga sahabat terbaiknya pun ikut ambil dalam mewarnai masa-masa remaja mereka. Sama seperti anak muda lainya...