27. Lisa

16 3 0
                                    

Sevian diam. Ia tidak perna sekalipun mengalihkan tatapanya dari Felis yang sudah menyesap tiga batang rokok dengan begitu santainya. Jam sudah menunjukan pukul 7 malam namun gadis ini masih ingin duduk di Caffe yang hampir mereka tempati selama 5 jam terakhir.

Felis kembali tertawa kecil, sepertinya chat-nya dengan seseorang sedang seru-seruhnya.

Sevian berdecak sebal.

Felis yang peka akan hal itu langsung melirik Sevian sekilas lalu bangkit. Tentu saja dengan sigap Sevian juga ikut bangkit. "Gue pulang sendiri," ucap Felis mematikan rokoknya di meja lalu memakai ranselnya.

Sevian menahan lengan gadis itu. "Jangan pulang malam ini, kita nginep di basecamp."

Felis mengkerutkan dahinya bingung namun detik selanjutnya dia tersenyum jahil. "Muka-muka kayak lo emang udah kelihatan gak bener," ejeknya.

Sevian juga bingung ia menatap Felis yang sudah menghempas pelan tanganya sambil bergeleng pelan. "Gue serius Fel."

Felis mengeleng ia segera beranjak pergi. Sevian ingin mengejarnya, namun ia harus membayar Bill Caffe yang diberikan pelayan padanya. Setelah itu Sevian keluar, ia tidak menemukan jejak apapun tentang Felis lagi.

"Sial!" Sevian merongoh ponselnya lalu menelfon Felis namun gadis itu tidak mengangkatnya. Sevian beralih ke kontak Vibra.

"Lo di Basecamp sekarang?"

"..."

"Oke, suruh anak-anak cari Felis sampai ketemu. Gue mau dia malan ini!"

***

Felis menatap nanar rumah dihadapanya ini. Dia tidak tau efek dari mana ini. Yang ia rasa setiap melihat rumah yang entah siapa pemiliknya ini terus membuat hatinya sakit. Anehnya dia sering kesini tanpa tau apa tujuanya. Felis melangkah mendekat sambil mengintip dari balik pagar rumah.

"Neng Felis!"

Felis menoleh menatap seorang pria tua yang sedang memanggil namanya. Felis? Batin Felis bingung.

"Neng ngapain di situ? Kalau ketahuan Tuan gimana?" ucapnya menarik Felis masuk lalu membawahnya ke samping rumah. "Neng bisa naik pakai ini kan?" tanyanya mengetes tali yang entah apa tapi Felis yakini tali itu bisa ia gunakan untuk manjat dan tiba di lantai atas.

"Cepetan neng manjat, sebelum tuan liat," ucapnya mendorong Felis. Dan mau tidak mau Lisa harus manjat.

Ia tidak tau siapa pria itu dan siapa pemilik rumah ini. Yang ingin ia tau adalah orang yang selalu memberinya luka hingga membuatnya seperti ini. Ia akan menghabisi orang itu.

Felis mulai memanjat lalu akhirnya ia tiba di kamarnya. Kamar gelap yang dapat Felis rasakan hawa sesak dan memiluhkan. Felis menghidupkan lampu lalu menatap kamar itu baik-baik. Rasanya Familiar namun entahlah rasanya juga aneh. Ia mendekati meja belajar menatap foto seorang gadis kecil di sana. "Anak ini, Alice?" tanyanya. Lalu ia kembali menelusuri kemar itu dan menatap fotonya di atas laci samping lemari baju.

Ia mengakat foto itu lalu tersenyum remeh. "Hm, kamar ini milik lo teryata, senang bertemu lo di tempat seperti ini," senyumnya meletakan foto itu.

Kamar dibuka keras membuat Felis menoleh menatap kedatangan Eras.

"Dari mana aja kamu? Jam segini baru ada di rumah!" tanya Eras mulai mengintrogasi.

Felis mengkerutkan dahinya bingung. Dia orangnya! Entah bisikan dari mana tapi Felis yakini dia adalah orang yang harus Felis singkirkan. Bukan karna Felis dendam. Ia tidak suka dengan orang-orang sejenis Eras.

Tentang Sevian [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang