"Isa, kancing kemejaku lepas!"
Isa meletakkan pengering rambutnya, kemudian berlari ke arah sumber suara. Milo sedang menuju ke kamar Isa sambil merengut.
"Kancingnya tersangkut di gagang pintu tadi." Milo memperlihatkan kemeja putih di tangannya.
Isa mengambil kemeja dan kancing yang disodorkan padanya. "Baiklah, aku akan menjahitkannya untukmu."
Milo berbalik pergi, sementara Isa kembali ke kamarnya sendiri. Ia mengeluarkan kotak berisi peralatan menjahitnya, lalu duduk di dekat jendela. Ia membiarkan angin yang berembus dari jendela mengeringkan rambutnya, sementara ia mulai memperbaiki lengan kemeja itu.
Sebenarnya, bukannya Milo tidak memiliki kemeja lain untuk dia kenakan. Bahkan walk-in closet di rumah itu dipenuhi oleh pakaiannya sendiri. Namun, Milo adalah tipe pria yang berpegang teguh pada hal yang diinginkannya. Saat dia sudah memutuskan untuk memakai kemeja itu, maka dia harus memakainya, apapun yang terjadi. Jika Isa menyarankan untuk memakai kemeja lain, pria itu akan mengeluarkan seribu pertanyaan mengenai mengapa ia harus mengganti kemejanya.
Isa tidak suka berdebat, jadi ia lebih memilih menghabiskan waktu lima menitnya untuk menjahit kancing itu kembali. Setelah pekerjaannya selesai, Isa pergi ke kamar Milo dan meletakkan kemeja itu di atas tempat tidur.
"Warna apa yang ingin kau pakai hari ini?" tanya Isa setengah berteriak sambil melangkah menuju walk-in closet.
"Merah!" sahut Milo dari kamar mandi.
Isa mengeluarkan setelan jas berwarna merah bata lalu menjejerkannya di tempat tidur bersama dengan kemeja tadi. Setelah itu Isa kembali ke kamarnya untuk melanjutkan berias.
"Warna pakaianmu sama denganku." Milo berkomentar ketika Isa melewatinya di meja makan untuk sarapan. "Omong-omong, terima kasih atas bantuanmu dengan kancing ini."
Isa mengangguk sebagai balasan. "Kau ingin membawa sesuatu untuk bekal?" tanyanya sambil meletakkan gelas berisi susu di depan Milo.
"Tidak, hari ini aku ada janji makan siang di luar."
Isa pernah membuatkan bekal makanan saat Milo hendak pergi hiking bersama teman-temannya tahun lalu. Sejak itu Milo menyukai kotak bekal buatan Isa dan sering membawanya ke kantor jika ia sedang malas keluar untuk makan siang. Menu yang disiapkan beragam, misalnya, bermacam-macam salad, daging kalkun, roti lapis tuna dengan alpukat, atau menu-menu lain yang mudah dibuat. Isinya pun lengkap hingga ke makanan pencuci mulut seperti buah, kue, atau puding.
Isa duduk di seberang Milo, mengawasi pria itu mengunyah roti panggangnya. "Selai blueberry-nya habis, hanya ada selai cokelat. Aku akan membelinya besok" katanya, dibalas dengan anggukan oleh Milo.
Mereka menikmati sarapan sambil tenggelam dalam pikiran masing-masing. Isa memikirkan pakaian kotor yang akan dicucinya besok saat libur, sementara Milo sibuk dengan ponsel di tangannya. Tak lama kemudian Milo menghabiskan minumannya dan meletakkan gelasnya di meja.
"Kau mau kuantar sampai ke kantor?" tanya Milo.
Isa menggeleng. "Aku naik subway saja," tolaknya.
"Kalau begitu, aku pergi duluan. Terima kasih untuk sarapannya pagi ini."
Milo bangkit meninggalkan meja, sementara Isa menyelesaikan sarapannya. Tidak ada yang berubah dari kegiatannya selama ini, bahkan sejak sebelum menikah. Isa selalu bangun lebih awal setiap pagi untuk membuat sarapan dan menyiapkan keperluan Milo, sama seperti istri-istri pada umumnya. Setelah urusan suaminya selesai, barulah Isa mempersiapkan kebutuhannya sendiri. Isa mengakhiri rutinitas paginya dengan menaruh piring dan gelas kotor ke dalam mesin pencuci piring, lalu berangkat bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
inamorata
RomanceIsabella tidak mengerti mengapa Milo, putra tunggal dari keluarga Kingham, memilih dirinya untuk dinikahi. Rupanya Milo bersedia menuruti perintah orang tuanya untuk menikah demi melindungi Sienna, wanita yang usianya enam tahun lebih tua darinya, y...