2. Junior

1.4K 90 6
                                    

"Aku Maheswari, anak gadis dari sahabat Pak Sudibja yang tinggal di sini."

Setelah mendengar penjelasan dari Mahes, pemuda yang baru saja menyangka bahwa dia pembantu memegang kepala. "Astaga, jadi lo anak yang bakal tinggal di sini jadi adik angkat gue?"

Mahes tentu saja bingung dengan pernyataan barusan, apalagi dia tidak kenal dengan siapa orang yang sedang bicara dengannya saat ini.

"Kenalin!" Dia mengulurkan tangan. "Gue Junior. Anak bungsu di sini. Satu-satunya orang yang paling hidup bebas, nggak pernah terikat dengan apa pun."

"Oh, iya." Mahes merasa sungkan untuk menyambut uluran tersebut. Walaupun Asih bilang dia adalah anak yang sering ke mana-mana tidak jelas, dari kulitnya tetap terlihat berbeda. Dia bersih dan juga terlihat lembut, sementara Mahes hanyalah gadis kampung. Perempuan itu takut jika nanti bersentuhan, Junior akan merasa jijik dengannya. Sama yang seperti Yugo lakukan padanya kemarin.

Daripada sakit hati sendiri, lebih baik Mahes harus menyadari siapa dirinya. Dia hanya menyimpulkan senyum kemudian tanya, "Jadi, kulkas dan dapurnya ada di mana? Biar aku ambilin air minumnya."

"Nggak usah." Junior jalan sendiri. "Lo bukan pembantu di rumah ini. Sorry deh, kalau gue kira lo pembantu." Dia jalan sendiri mengambil minuman di sebuah kulkas--yang ukurannya sangat lebar dan tinggi melebihi badan junior.

Tadinya Junior kira setelah obrolan singkat mereka tadi Mahes langsung pergi. Ternyata, masih berada di tempatnya.

"Ngomong-ngomong." Laki-laki itu kembali bicara setelah menaruh gelas dan juga botol minum kembali ke tempatnya, "lo tidur di kamar yang mana?"

Mahes melihat ke atas. Hanya dengan bahasa tubuh begitu, Junior sudah paham.

"Oh, iya juga. Pantas dari dulu bokap gue sengaja ngerancang kamar di atas tuh ada lebih satu. Kayaknya dia sudah menduga deh bakal ada lo yang mau tinggal di sini."

"Oh iya," sambung Junior lagi, "gue turut berduka cita ya, soal keluarga lo. Jangan sedih-sedih terus, mungkin ini udah takdirnya. Gue bisa jadi teman yang baik kok, buat lo nanti. Kapan-kapan gue ajarin lo untuk lebih gaul di kota ini."

Mahes tertegun. Kalau lebih gaul yang dimaksud adalah hura-hura dan bersenang-senang di dunia malam seperti kebanyakan orang pada umumnya, dia tidak mau.

Mahes sudah janji pada mendiang ibunya bahwa ketika dia dapat kesempatan untuk tinggal di sini, hanya fokus untuk sekolah dan mendapatkan pendidikan yang terbaik. Kemudian mengurus dirinya sendiri tanpa menyusahkan siapa pun.

Sayangnya perempuan yang pemalu itu tidak berani menjawab apa-apa. Dia hanya permisi untuk kembali ke kamarnya.

Junior menggeleng sendiri. "Itu anak kayaknya kena sindrom gagu. Dari tadi gue ajak ngomong kebanyakan diam."

Asyik dengan pikirannya membuat dia tidak menyadari kalau Asih sudah muncul di depannya.

"Ya ampun, Den Junior ke mana aja baru pulang?"

"Eh, Bi Asih yang cantik." Bisa saja Junior membujuk pembantunya. "Laper nih, masakin mie goreng kayak biasa, dong."

"Nggak bisa, ya." Asih mencubit perut Junior. "Ini sudah 3 hari nggak pulang, jangan-jangan udah makan macam-macam. Di rumah malah minta mie goreng."

"Bibi masakin sayur. Makan nasi sama sayur, Den. Biar sehat!" Urusan cerewet Asih melebihi Amarta.

"Junior nggak suka kalau makan sayur kayak begitu. Rasanya otot-otot yang ada dalam tubuh Junior ini malah jadi lembek semua."

"Kebalik, Den Junior." Asih sedikit kesal. "Justru karena kebanyakan makan mie, jadi gampang ada penyakit."

"Ya udah deh, biar adil gini aja. Masak mienya ditambahin sayuran sama makanan berprotein lain. Jadi imbang, 'kan?"

MaheswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang