"Jun, jangan main-main kamu."
Amarta jengkel dengan kelakuan putra bungsunya ini. Dia disayang, tapi seperti tidak mengerti dengan hal itu. Kerjaannya hanya menyusahkan orang tua. Harus bagaimana lagi mereka bisa mendidik Junior supaya bisa lebih baik.
"Junior nggak main-main, Ma. Biar Junior buat pilihan ketiga untuk Mahes."
"Apa yang mau kamu tawarkan ke anak itu?"
"Junior bakal izin ke papa. Kalau papa setuju, Mama nggak bisa larang."
"Junior, andaikan semua orang di dunia ini setuju, kalau Mama nggak terima itu. Jangan harap kamu akan dapat restu!"
Junior juga sudah jenuh menjadi orang yang selama ini hanya menghindar. Diam membiarkan mereka menilai pemuda itu cuma bisa buat ulah.
"Kalau Mama nggak bisa kasih kepastian dulu, aku nggak akan pernah mau bilang rencana ini."
"Junior!"
"Mama yang paksa aku untuk begini."
Amarta tahu perdebatan di antara mereka berdua akan semakin sengit. Jika dia tidak bisa mengendalikan diri, terus memaksa putra bungsunya ini malah akan membuat keadaan semakin runyam. Lagi pula, Amarta juga yakin kalau Sudibja suaminya pasti akan mengambil keputusan yang bijak. Tidak akan dia sembarangan menuruti apa yang Junior katakan.
"Oke. Kalau kamu mau paksa Mama, silakan! Tapi, ingat!" Amarta mewanti. "Kalau papa kamu menolak, jangan harap kali ini Mama bisa kamu nego!" Begitu percaya dirinya Amarta, membiarkan Junior bertemu dengan suaminya.
Junior kembali ke kamar Sudibja. Belum bicara apa-apa, Junior bersimpuh di dekat ayahnya.
"Pa, Junior mau ngomong."
"Kenapa ini?"
"Junior nggak mau basa-basi di sini. Junior cuma mau tahu Papa merestui atau nggak."
"Apa, Jun, apa?" Sudibja bingung sedangkan Amarta hanya melipat tangan memperhatikan mereka.
"Pertama, yang Papa dan semua orang di sini harus tahu adalah Mahes nggak percaya siapa-siapa lagi kecuali Junior. Kedua, dia nggak punya siapa-siapa lagi."
"Terus, apa?" Sudibja masih bingung.
"Karena cuma Junior yang bisa bantu dia, Junior bakal terus dengan dia. Minimal sampai anak itu lahir."
"Jadi, mau kamu apa, Jun?"
"Papa harus kuat dengar ini." Junior khawatir dengan keselamatan jantung ayahnya. Tapi, dia juga percaya pria itu juga punya tujuan yang sama. Menjaga Mahes. "Izinin Junior nikahi dia."
"Jun!" Amarta menghentak. Sayang sekali Junior tetap mengabaikan.
"Dengan menikahi Mahes, Junior bisa jaga dia. Kita bisa tinggal satu rumah. Pernikahan ini Junior juga tahu nggak sah. Tapi, cuma ini satu-satunya cara buat Mahes agar dia merasa tenang."
Amarta menarik putranya untuk bangun. "Jun, kamu pasti dijebak Mahes. Mama tahu kamu nggak akan nekat sejauh ini." Wanita itu menangis sejadinya membayangkan nasib Junior. "Mama tahu kamu cuma dijebak, Jun."
Ya. Seandainya Junior mengatakan Yugo, tidak akan dipercaya juga. Sudibja sudah sakit parah, Yugo terus mengancam Mahes, sementara Amarta akan memaksa untuk mengugurkan kandungan. Berarti, memang hanya dengan menikahi Mahes, Junior bisa menyelamatkannya.
"Mama harus tahu, kalau itu memang cucu Mama. Junior nggak mau, Mama menyesal nantinya."
"Sampai mati, Mama nggak akan terima kalau itu adalah cucu Mama!"
Junior memicing. "Suatu saat nanti, Mama akan tarik semua omongan Mama."
"Mama sudah punya rencana yang terbaik. Kamu pindah ke luar negeri, jangan lagi urus masalah ini."
"Kamu yakin dengan pilihan kamu ini, Jun?" Di tengah perdebatan antara Amarta dan Junior Sudibja melontarkan sebuah pertanyaan yang mengejutkan.
"Pa!"
"Aku yakin, Pa!" Junior menjawab tanpa keraguan. "Kalau Papa kasih izin, biar aku yang jaga Mahes."
"Kamu yang tanggung jawab ini, Jun. Papa nggak akan bantu apa-apa. Tapi, juga nggak akan ambil apa yang kamu punya sekarang." Tidak peduli betapa istrinya sudah meradang dengan sikap mereka ini, Sudibja kelihatannya sudah jelas lebih mendukung keinginan Junior ketimbang Amarta. "Kalau sudah yakin Papa nggak akan larang."
Junior semringah Amarta yang darah tinggi.
"Papa nggak bisa kayak gini, Pa!"
Junior tersenyum. Selagi Sudibja setuju, dia bisa menikahi Mahes. Pemuda itu memilih segera keluar dari rumah.
"Junior!" Amarta mengejar. Dia tidak akan pernah rela putranya menikahi perempuan hamil yang sudah jelas hanya ingin menghancurkan masa depannya.
"Junior, tunggu Mama!" Sebuah sentakan dari Amarta membuat Junior menghentikan langkahnya lalu berbalik. Jika kali ini masih mau membahas soal Mahes, dia akan kukuh pada pendiriannya.
Tamparan keras yang menyakitkan hati dan juga fisik harus Junior terima.
"Kurang ajar kamu, Jun!" Amarta berteriak. Air matanya deras, merasa sangat terluka dengan apa yang putranya lakukan. "Mama tahu ini cuma akal-akalan kamu untuk melawan Mama. Tapi, ini keterlaluan, Jun! Mama tahu kamu nggak pernah mau nurut, sekali ini aja, Jun, apa nggak bisa!"
Junior memegang pipinya. Seumur hidup belum pernah dia merasa sakit seperti ini. Dengan suara bergetar, dia bilang, "Yugo pelakunya. Anak itu, anak Yugo. Mama gugurkan bayinya Mahes, sama saja Mama bunuh cucu dari anak kesayangan Mama."
Air mata Amarta masih mengalir,dia menutup telinga untuk semua yang Junior katakan.
"Mama tahu gimana Yugo, tapi Mama nggak bisa paham dengan kamu. Berhenti menyebut hal yang membuat Mama semakin nggak tahu kamu ini siapa, Jun!"
Junior mendongak. Rasanya, air mata ini terlalu tidak berharga jika harus dia teteskan di sini. Bagaimanapun, ibunya tidak akan pernah menganggap benar apa yang Junior lakukan. Termasuk, detik ini pun masih Yugo yang dibela.
Junior memeluk ibunya meski Amarta merasa benci.
"Junior pergi, Ma."
Amarta mendorong putranya. "Berani kamu keluar dari rumah ini. Jangan anggap tempat ini bisa kamu datangi lagi. Jangan anggap juga Mama ibu kamu!"
Junior tersenyum getir. "Waktu kecil pun, Mama juga sudah sering memperlakukan Junior kayak gini. Hari ini, kalau aku salah, Mama pasti sudah biasa dengan tingkahku."
"Junior!"
Tidak peduli berapa kali namanya dipanggil, Junior memilih pergi dari rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maheswari
Romance❤️ Dinodai kakak angkat membuat Maheswari disiksa dan terusir dari keluarga angkatnya dalam keadaan mengandung. Yugo sang pelaku memilih untuk bersembunyi, tidak mau mengakui kesalahannya. Sementara Amarta--ibu di rumah tersebut--menegaskan agar Mah...