31. Menjadi Ayah

1K 37 11
                                    

Enam tahun berlalu. 

Setiap kali merasa kesepian, Mahes akan selalu menatap selimut bayi yang dulu pernah dikenakan anaknya. Aroma anaknya menempel di sana selalu dia kenang. Dijaganya baik-baik selimut itu agar jangan sampai kotor karena Mahes tidak mau mencucinya.

Dia ingin, aroma anaknya masih melekat di sana.

Enam tahun dilewati dalam kesepian. Mahes sudah lupa seperti apa rasanya bisa terbahak-bahak. Lebih buruk nlagi, dia sudah tidak ingat untuk tersenyum.

"Mahes, ada yang mau cuci rambut!" Seruan dari salah seorang kawan kerjanya membuat perempuan itu sadar kalau tidak seharusnya dia melamun.

Di sini dia sekarang. Di kota yang lain, bersembunyi dari anaknya demi keselamatan dia. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa Mahes lakukan agar anaknya bisa hidup dengan baik.

Bayi mungilnya diambil tanpa perasaan. Yugo hanya peduli bahwa anak itu adalah laki-laki yang memiliki darahnya langsung. Dia tidak peduli bahwa meski diam, Mahes tetap ingin bersama anaknya.

Dia menyadarkan tentang Mahes yang akan menderita. Mengingatkan tentang Junior yang akan susah. Lalu dengan segepok uang meminta agar Mahes pergi.

Mahes terpaksa mengikuti kemauannya. Demi anak yang tidak bersalah. Demi Junior yang dia cintai.

Tapi, hal yang paling menyakitkan, yang membuat jantungnya seperti digerogoti sejuta semut adalah karena Junior tidak pernah menemuinya lagi. 

*

"Ayah, kemarin itu di sekolah katanya harus ada orang tua yang datang!" Kasa, bocah berumur enam tahun yang sudah menggunakan seragam sekolah duduk di tepi tempat tidur, menggoyangkan kaki.

Dia memperhatikan ayahnya yang sedang menggunakan dasi. Kemudian, tanpa ragu memanggilnya lagi. Pokoknya, dia tidak akan berhenti bicara sebelum dapat jawaban yang memuaskan.

Junior menyerah kalau sudah begini.

"Loh, 'kan, Ayah udah sudah datang ke sekolah," katanya sembari memeriksa lagi apakah dasi yang dipakainya sudah rapi atau belum. Meski sudah sejak tiga tahun lalu dia memutuskan untuk masuk ke perusahaan, berhenti bersikap bebas, untuk urusan memakai dasi sendiri masih perlu perjuangan.

Kesibukannya pagi ini semakin bertambah ketika putranya melontarkan protes. Apalagi, kalau bukan dia yang sejak awal masuk kelas taman kanak-kanak sampai sebentar lagi akan lulus belum juga pernah diantar oleh ibunya ke sekolah.

"Ayah itu nggak tahu, kalau namanya orang tua itu harus ayah dengan ibu."

Junior mengekeh saja. Dia bercanda, "Itu, Bi Asih bisa jadi ibunya Angkasa. Tapi, kemarin dia repot masak."

"Dia bukan ibuku, Yah." Kasa paling marah kalau dia sedang serius malah ditanggapi seperti ini. Bocah laki-laki itu bukan berarti tidak sayang dengan Asih. Hanya saja dia tahu kalau asisten rumah tangga yang sudah hampir 20 tahun bekerja dari sejak ayahnya masih remaja sampai sekarang, sudah jelas itu bukan ibunya.

"Tapi, dia sayang denganmu." Junior menggoda.

"Ayah!" Matanya sangat tajam ketika memandang Junior. Wajahnya yang imut akan berubah menyeramkan kalau sudah mengamuk.

"Iya ... iya." Junior mengulur tangan mengajak anaknya untuk keluar dari kamar karena ini sudah siang.

Di luar sudah ada Asih yang siap menyambut mereka.

"Den Jun, mau berangkat kerja?" 

"Iya, Bi." Junior yang menuntun Kasa mengajak anaknya untuk ke meja makan.

"Den Kasa kok pagi-pagi udah cemberut?" Asih menyadari kalau Kasa sedang tidak baik perasannya.

"Ayah yang salah." Dia menjawab bersungut-sungut. Bibirnya bisa maju beberapa centimeter kalau sedang merajuk.

Asih tahu, biasanya kalau begini ada keinginan Kasa yang tidak diwujudkan oleh ayahnya. Junior itu mulai sekarang sudah banyak berubah dari segi penampilan juga sikapnya, tapi masih ada satu hal dari dirinya yang tidak berubah. Yaitu santai saja atau bersikap seakan-akan tidak peduli. Dan ini yang kadang-kadang membuat Kasa kesal sendiri.

"Ya udah, ayo kita sarapan dulu." Asih membujuknya.

Kasa mau ikut dengan pembantu sekaligus sosok wanita yang sudah seperti nenek baginya. 

"Bi Asih pernah lihat ibu?" tanya bocah itu selagi Asih memasangkan serbet sebelum dia sarapan. Dia sudah bisa menyimpulkan kalau yang ditanya diam saja  berarti tahu jawabannya, tapi tidak mau bilang. "Orangnya gimana?"

Asih selesai menyiapkan sarapan untuk bocah itu. Berhubung didesak seperti ini, akhirnya dia memberi sedikit jawaban yang bisa menenangkan hati. "Ibunya Den Kasa itu cantik. Baik ...."

"Bi!" Junior memotong ucapan Asih. Sejak bertahun-tahun lalusaat dia tahu apa yang Mahes lakukan padanya dan juga putra kandungnya sendiri, laki-laki itu memutuskan untuk menghapus nama Mahes dalam hidupnya termasuk Kasa. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan tentang dirinya.

"Iya, Den." Asih memilih untuk permisi pergi.

Junior bicara pada anaknya. "Kasa, habiskan sarapannya. Kalau kamu kesiangan nanti diantar sopir bukan Ayah."

Kasa bisa takut pada ayahnya kalau sudah bersikap tegas seperti ini. Buru-buru dihabiskan sarapan, setelah itu dia berangkat sekolah bersama sosok laki-laki yang dianggap sebagai ayahnya.

🍒

Junior berada di kantor. Dia memegang kendali pengembangan produk di perusahaan milik ayahnya. Usaha mereka sempat mengalami penurunan drastis, untuk Sudibja bisa meyakinkan kalau Junior bisa menyelamatkan. Dia bekerja sama dengan Yugo akhirnya mampu mempertahankan bisnis ayahnya.

Mereka baru selesai rapat. Kebetulan ada Yugo. Pria itu kemudian menyempatkan untuk menghampiri Junior di ruangannya.

"Gimana kabar anakku, Jun?" Dia tidak basa-basi mananyakan kabar Kasa.

"Jaga omongan." Junior paling marah kalau Yugo mengakui Kasa sebagai anaknya. Ibu dari anak itu dikucilkan dan disalahkan, saat dia tidak mau mengakui. Sekarang malah berani menyebut itu anaknya. "Cuma karena kamu menyumbang sperma jangan pernah merasa kalau dia anak kamu."

Yugo menghela napas. Dia tidak mau berdebat. "Angela mau merayakan ulang tahun Siena." Dia menyebutkan nama putrinya. "Aku mau Kasa datang juga."

Junior tidak memberi jawaban. Saat Kasa berumur tiga tahun, Yugo menikah dengan putri seorang multi jutawan yang ayahnya berinvestasi di perusahaan ini. Mereka dikaruniai seorang anak. Siena.

"Kamu masih adikku, 'kan?" Yugo membuat pertanyaan retoris. "Bawa Kasa datang, aku mau ketemu dengan dia."

Junior tidak bisa egois. Dia harus menghargai Yugo yang ayah biologis Kasa. "Asal kamu nggak ngomong macam-macam, aku bawa Kasa ke pesta itu."

🍒

Hari ini aku bakal dobel up untuk episode akhir. Sambil nunggu tinggalin komen biar aku semangat up hari ini juga.

MaheswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang