29. Sebuah Luka Baru

617 36 9
                                    

Junior tergelincir ketika dia berlatih. Bahunya membentur lantai, dia berteriak seperti anak kecil yang kesakitan ketika merasakan tulang-tulangnya seakan bergeser dari tempatnya.

Barry bilang dia harus segera berhenti, tidak boleh memaksakan diri karena itu hanya akan membuatnya sakit. Pertandingan tinggal beberapa hari lagi. Kalau dia malah cedera yang ada malah mengacaukan tim.

Asih mengabarkan kalau Mahes dibawa pergi dengan Yugo. Katanya, perempuan itu sudah ada tanda-tanda mau melahirkan.

Junior diminta untuk pulang. Mahes sebenarnya sangat berharap dia bisa segera datang. Istri kecilnya terus menanyakan keberadaan Junior.

Tapi,  buat apa dia pulang kalau yang dibutuhkan Mahes itu Yugo?

Mahes tidak bisa berbohong. Dari sorot matanya menunjukkan kalau dia merasa nyaman dengan kakak Junior tersebut. Jika memang benar Mahes membutuhkan bantuannya, harusnya dia memohon pada Junior untuk ditolong. Dia bilang Junior adalah satu-satunya orang yang bisa menolongnya. Lantas, kenapa sekarang malah lebih nyaman bersama Yugo. Apakah selama ini dia berbohong?

Mengabaikan Bary yang memintanya untuk berhenti, Junior kini malah lanjut menyiapkan tiket untuk keberangkatannya. Dia harus fokus mengejar karir karena Mahes sudah ada yang menjaga.

🍒🍒🍒

Senja terasa datang lebih awal. Setelah Yugo membawanya pergi, Mahes kini hanya bisa berbaring lagi di rumah sakit menunggu keputusan dokter kapan dia akan melahirkan bayi ini.

Yugo keluar sebentar dari ruangan Mahes. Seorang dokter mengajaknya bicara, memberitahukan kondisi perempuan itu bagaimana, juga apa saja yang harus dia lakukan sembari menunggu waktu persalinan tiba.

Sekembalinya Yugo dari menemui dokter tadi, dia malah mendapati Mahes seperti ingin bergeser dari tempat tidurnya. Asih ada di sana, tapi kelihatan kurang bisa membantu karena bobot tubuh Mahes yang cukup berat bagi wanita paruh baya bertubuh kurus itu.

"Kamu mau apa?" Yugo menggeser posisi Asih, menggantikannya untuk memegangi bahu Mahes yang mau pindah posisi.

Mahes tidak bicara apa-apa. Meski saat ini dia menerima Yugo membantunya karena kondisi terdesak, tidak berarti sudah memaafkan apa yang dilakukan dulu padanya.

"Sini, biar aku bantu."

Mahes sebenarnya ingin menyingkirkan tangan laki-laki itu. Tapi, apalah daya Asih saja tidak berdaya di depan Yugo yang lebih berkuasa, apalagi Mahes yang tidak punya tenaga sama sekali.

Akhirnya Maher pindah posisi untuk berbaring ke kanan setelah tadinya perutnya melilit juga napasnya terasa sesak. Baru sebentar, dia sudah merasa tidak nyaman lagi. Jadi, memilih untuk bangun. Rasa sakit ini sangat menjalar hingga ke ujung kaki. Mahes baru tahu kalau perjuangan seorang ibu untuk melahirkan segini beratnya.

Dalam posisi seperti ini, dia merindukan ibunya. Seandainya ibunya ada di sini, mungkin dia bisa menangis sebisanya untuk mengungkapkan rasa sakit yang sangat menyiksa ini.

Yugo meminjamkan bahunya untuk dipakai bersandar. Mahes menolak, tapi laki-laki itu memeganginya. Dia tahu kalau perlakuan seperti ini dibutuhkan.

"Jangan anggap apa-apa," katanya. "Aku begini karena cuma mau menolong kamu supaya nggak kesakitan terus."

Napas Mahes tersengal. Dia tidak kuat bicara apalagi mengungkapkan emosi. Lebih baik menghemat energi untuk proses persalinan nanti.

Yugo merasa lebih baik berdua begini. Karena dia tidak aku membuat Mahes merasa tidak nyaman, dimintanya agar Asih keluar. Meninggalkan mereka berdua.

"Kamu kesakitan?"

Mahes yang dekatnya mengangguk perlahan saat ini dia sangat merasa bingung, dia ingin menjauh dari Yugo. Junior adalah sosok yang sangat dibutuhkannya. Tapi, untuk bicara saja sudah tidak kuat. Tenggorokannya kering seakan dia sudah dijemur di bawah terik matahari.

"Sabar." Yugo menguatkan. "Suster bilang kamu sudah pembukaan tiga."

"Kak Jun …." Mahes berujar lirih. "Apa dia mau datang?"

Yugo mengehela napas. "Kamu lebih baik pikirin keadaan kamu. Junior memang labil, nanti kalau dia sudah nggak marah lagi, dia bakal datang."

Junior marah karena merasa Mahes bohong atau mengkhianatinya. Dia belum dengar penjelasan apa-apa. Pria itu selalu ceria tidak pernah merajuk seperti ini. Jika terjadi demikian itu berarti Mahes yang sudah keterlaluan padanya.

Mahes mengangkat tubuh, sedikit menjauh dari Yugo. Reaksi seperti ini membuat Yugo berjengit menatapnya.

Mahes menggenggam tangan Yugo. Dia tahu, masih ada sisi baik dari laki-laki ini yang bisa diandalkan. "Telepon dia." Sudah sangat lemah Mahes saat bicara. "Tolong kasih tahu dia kondisiku sekarang gimana. Aku mau ketemu dia."

Yugo menggigit bibir. Diam-diam tangannya mengepal. Karena terus diminta, akhirnya dia berjanji, "Jangan khawatir, nanti aku telepon dia."

Nyatanya, itu hanya sebuah omong kosong.  Sampai Mahes dibawa ke ruang bersalin untuk melahirkan bayinya, Yugo tidak pernah mengabari Junior. Bahkan Asih juga dilarang untuk memberitahukan.

Yugo tahu kalau ini adalah anaknya. Dia tidak mau ada orang lain yang mau mengakui juga. Dia ingin mendengarkan tangisan pertama anaknya tanpa ada Junior.

Berjam-jam  Yugo menunggu.

Dokter yang menolong Mahes bersalin keluar dari ruang bersalin. Ekspresi Yugo yang semula suram dan cemas kini berubah jadi sebuah keingintahuan yang besar.

Dia dapat kabar baik kalau ibu dan bayinya selamat. Anaknya laki-laki. Dia lahir dengan normal tanpa ada cacat sedikit pun.

Ya, Yugo bisa merasakan itu karena tangisnya sangat kencang.

Mendadak Yugo merasa canggung. Haruskah dia masuk untuk melihat Mahes?

Tapi, pikirannya segera tertahan ketika Asih bilang kalau biasanya ibu yang melahirkan normal harus dijahit dulu.

Dia menyakiti Mahes, sebentar lagi juga akan ambil anak ini dariya. Sepertinya Yugo tidak akan sanggup untuk melihat kemalangan gadis itu lagi.

Semalam berselang ….

"Anakku…." Mahes yang baru membuka mata sejak pagi tadi terus menanyakan di mana bayinya. Semalam tenaganya habis, tubuhnya juga gemetar Asih bantu dia untuk minum dan makan, setelah menyusui dia tertidur lelap.

"Jangan khawatir, dia baik-baik aja." Yugo yang semalaman menemani berusaha untuk membuat Mahes lebih tenang.

Mahes ingat seperti apa bayinya menangis. Mahes bisa merasakan kehangatan ketika dia bisa memberikan ASI pada bayinya. Dia mau melihat anaknya sekali lagi.

"Kamu mau lihat dia?" Yugo paham dengan keinginan itu.

"Mau."

Meminta untuk menunggu sebentar, Yugo meminta suster agar membawa bayi ke ruangan itu.

Menunggu beberapa jam sampai bayi sekalian dibersihkan, Mahes baru bisa melihat putra pertamanya tersebut.

Dia memiliki kulit yang bersih, juga wajah yang indah. Mahes membenci Yugo, tapi dia melihat sebagian besar wajah Yugo ada pada bayinya.

Itu bukan masalah. Rasa cinta yang begitu besar pada bayinya membuat dia mengabaikan rasa sakit.

Mahes memeluk dan menciumi bayi yang belum ada nama tersebut.

Dia begitu lembut dan indah ….

Mahes menyayanginya. Bagaimana nasibnya nanti jika harus dipisahkan paksa dengan bayi ini?

Mahes berurai air mata. Napasnya juga tercekat. Yugo bantu untuk mengusap dari pipinya.

"Kamu jangan takut. Anak ini akan lebih aman denganku. Aku jaga dia baik-baik."

Sebagai ibu, Mahes seakan tidak dianggap ada. Junior … Mahes ingin tahu apa yang akan dilakukan laki-laki itu jika saat ini ada bersamanya.

🍒🍒🍒

(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) semangat buat diriku sendiri. Pasti bisa menyelesaikan ini.

MaheswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang