BAGIAN 21. ARGA

280 50 23
                                    

Tangan Viona sedikit berkeringat, bahkan jantung pun berdetak tidak karuan. Di perkuliahan, Viona sudah sering presentasi di depan teman-teman dan bahkan terkadang ada kakak tingkat, namun kali ini berbeda, di depan warga desa yang notabennya usia terpaut jauh. Apalagi harus menggunakan tata bahasa yang mudah dipahami karena tidak semua warga desa beruntung dan dapat mengenyam pendidikan. Kebanyakan hanya sampai jenjang Sekolah Dasar, dan ada sebagian yang sama sekali tidak sekolah.

Miris dan tragis, tapi nyata adanya.

Tapi bagusnya mereka, walaupun sebagai orang tua mereka tidak berpendidikan, namun sebisa mungkin mereka bekerja keras agar anak-anaknya kelak dapat sekolah sampai ke perguruan tinggi. Namun disayangkan, ada juga orang tua yang berpikiran bahwa orang desa tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh nantinya jadi petani, mending langsung nikah. Itulah guna Progam Kerja yang akan dilakukan oleh Tasya, penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan.

Penyuluhan pertanian kini telah selesai dan membuka sesi tanya jawab. Salah satu warga bertanya pada materi yang dibawakan Viona, Budidaya tanaman kopi yang baik dan benar. Sebenarnya Viona hanya mengambil materi dari salah satu jurnal kakak tingkatnya, dan salahnya tidak terlalu mempelajari isi materi itu.

Salah satu warga mengangkat tangan ingin bertanya.

"Mba, mas. Kami kan kalau di kebun tidak pakai takaran liter, dan memang tidak punya penakarnya. Sedangkan tadi dijelaskan kalau kebutuhan pupuk cair itu 5-7 liter perhektar. Jadi bagaimana solusinya ya?"

Jantung viona langsung berdegum kencang, ini materi miliknya. Viona tahu jawabannya, tapi lupa.

"Duh ... apanih Dew jawabannya, guelupa banget," bisik Viona dengan gelisah.

Tangan Viona bergerak mengetikkan sesuatu di pencarian google, berharap menemukan jawaban. Dengan tangan yang bergerak gelisah, keringan mulai menetes.

Dewa meraih sebelah tangan Viona yang berada di bawah meja, menggenggamnya dan berusaha menenangkan Viona.

"Vi ... calm down oke? coba pelan-pelan lo inget, pernah baca dimana mungkin? wajar kalo lupa, bahkan Dosen pun gue yakin pernah lupa sama materinya sendiri," ucap Dewa pelan.

Viona mengangguk, mencoba menenangkan diri walaupun masih sedikit panik dan gelisah, namun Viona mencoba tetap mencari jawaban di beberapa Jurnal online.

Ketemu.

Viona berdiri dan mendekatkan microphone ke mulut.

"Baik, saya akan menjawab pertanyaan dari Bapak Mukidi. Tadi bapak menanyakan solusi pengukuran kebutuhan pupuk, sebelum menjawab, saya ingin bertanya dahulu. Bapak kalau di kebun, menakar pupuknya menggunakan apa?"

"Menggunakan kaleng cat dan kaleng susu bendera, mbak," jawab pak Mukidi.

Viona menjawab, berusaha selugas mungkin walau suaranya sedikit bergetar.

"Lebih mudah menggunakan kaleng cat pak, setahu saya kalau kaleng cat yang sedang itu ukurannya 2,5 liter, kalau yang lebih besarnya lagi 5 liter. kalau bapak-bapak mau menggunakan kaleng susu, satu kaleng itu sekitar 300 ml lebih, butuh tiga kaleng untuk jadi satu liter jadi saran saya lebih baik menggunakan kaleng cat saja pak. Bagaimana pak, apakah jawaban saya dapat dipahami?"

Pak Mukidi mengangguk seraya sedikit berpikir. "Paham mbak Vio, apa harus pas. Misal 5 liter ya harus diangka 5 liter itu mbak? kan dikalengnya nggak ada angka penunjuk liternya?"

"Lebih atau kurang sedikit dari takaran nggak apa-apa pak, asalkan tidak jauh sampai seliter,"

Pak Mukidi mengangguk cepat, sudah paham dengan apa yang dijelasan Viona. "Oalah gitu to mbak, saya paham sekarang. Makasih mba Vio,"

Bibbidi bobbidi BOO! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang