Alur akan berjalan lambat karena author ingin menceritakan secara detail.
****
"Beli apalagi vi?" tanya Sam yang berjalan di samping gue.
Gue menunjukkan list belanjaan yang sudah gue buat di posko tadi. Dewa dan Jose berjalan di belakang kami sambil membawa kantong belanja tanpa protes, sesekali percakapan keluar dari mulut mereka.
Pukul setengah dua siang tadi kami berangkat ke pasar, seharusnya sih Ayu yang berangkat tapi masih tidur dan sangat sulit membangunkannya, atau memang dia tidak berniat untuk bangun?. Alhasil Jose yang menggantikannya, katanya mau sekalian jalan-jalan.
Kami keluar desa tidak membawa ponsel karena seperti yang sudah gue jelaskan sebelumnya kalau aplikasi KKNstagram ada GPSnya, jadi DPL akan tahu posisi kami. Tidak ada larangan untuk keluar dari desa, namun kami diharuskan untuk meminta serangkaian izin yang sangat menjengkelkan, jadi kami memilih untuk meninggalkannya di posko.
Ah, sebenarnya Sam membawa ponsel jadul yang hanya dapat digunakan untuk telfon dan sms, hanya Sam yang membawa, bahkan walaupun membawa untuk jaga-jaga tetap saja tidak ada yang menghubungi.
Jemari gue memeriksa list belanjaan. "Tinggal telor nih sam yang belum,".
Mata gue berkeliling mencari-cari pedagang yang menjual sembako. Kondisi pasar yang lumayan ramai membuat gue sulit mencari-cari dan terkadang gue tersenggol oleh pengunjung pasar lainnya, ditambah lagi tinggi badan gue yang tidak seberapa ini, tenggelam sudah.
Sesekali juga terdengar Jose berdecak kesal di belakang gue dan menahan bahu gue agar tidak oleng karena tertabrak bahu orang lain. "Udah deh beli di warung aja, gue ngga betah ini rame banget," keluh Jose.
Gue melirik kesal ke arahnya. 'Tadi minta ikut, sekarang ngeluh, dasar manja,' batin gue.
"Manja banget anak rektor," Cibir Dewa.
Say it louder Dew, gue dukung seribu persen. Jarang berbicara, namun begitu mengeluarkan suara langsung menusuk.
"Disini sekalian aja Jo, biar nanti langsung pulang ke posko," usul Sam lalu membawa kami ke salah satu penjual sembako yang menjual telur.
"40 ribu mba," ibu penjual memberikan sekantong keresek berisi dua kilo telur ayam dan gue menerimanya, beliau menelisik menatap kami. "Kalian pendatang ya?" tanya beliau.
Mungkin beliau menilai dari penampilan kami, apalagi Jose yang paling kontras diantara kami. Rambutnya yang gondrong dan juga penampilannya yang menunjukkan sekali kalau dia anak kota punya.
"Bukan bu ... Kita KKN bu di desa Renggani," jelas Sam dengan tersenyum ramah, gue pun ikut tersenyum menatap ibu penjual.
"Loh? Jauh banget belanjanya sampe kesini?" tanya ibu penjual heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bibbidi bobbidi BOO! [END]
FantasíaSeperti sebuah mantra yang diucapkan ibu peri "Bibbidi bobbidi BOO", sebuah tragedi yang membawa seorang gadis berusia 25 tahun melintasi ruang dan waktu. tepat 3 tahun setelah dirinya lulus kuliah, tiba-tiba terlempar ke tahun 2017 akibat sebuah ke...