Bab 22. Wisuda

204 32 23
                                    

Acara yang dihadiri kalangan terbatas akibat pandemi, tak mengurangi kesakralan berjalannya upacara wisuda yang untuk pertama kalinya kembali dilakukan secara offline.

Tiga orang yang kini tersenyum lebar dengan toga di kepala mereka menunggu disambut oleh keluarga masing-masing, kecuali Dewi.

Gadis itu hanya mengombyongi  rekan-rekannya. Tak ada siapapun yang mendampinginya, meski selempang kuning bertulis cumlaude tersampir di bahunya.

Seharusnya hal itu menjadi sebuah persembahan membanggakan bagi orang tuanya.

Dewi menepi saat rekan-rekannya berfoto ria dengan keluarga.

Bu, aku udah lulus. Ibu sekarang ngeliat aku kan?

Dewi menatap nanar ke sekeliling. Gurat senyum tetap terpasang di wajah ayu berpoles make up seadanya.

"Happy Graduation."

Sebuah suara terdengar. Laki-laki berbaju batik dengan langkah tegap menghampirinya. Tubuhnya yang sempat terlihat kurus, kini mulai segar kembali.

"Mas?"

Senyum dikembangkan oleh Aruna. Dewi hampir melonjak kegirangan.

"Mas beneran dateng?"

"Aku kerja di sini, aku bagian dari universitas ini. Apa salah kalau aku datang?"

Senyum sang dara seketika meredup kecerahannya. "Iya juga sih. Udah sembuh?"

"Alhamdulillah."

Aruna mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Sebuah buket bunga mawar merah yang cantik.

Dewi menatap Aruna bingung.

"Aku ke sini bukan sebagai dosenmu. Aku ke sini sebagai laki-laki yang kamu minta untuk menemanimu wisuda. Sekali lagi selamat ya."

Gadis cantik itu seketika berkaca-kaca. Ia menggigit bibirnya untuk menahan buncahan rasa bahagia di hatinya. Punggungnya bergetar, menahan tangis.

"Sssst ... Don't cry."

Aruna tidak bisa menahan dirinya lagi. Direngkuhnya tubuh yang terlihat mungil di dekapannya itu.

"Makasih udah dateng," lirih Dewi.

Aruna tidak peduli beberapa orang berbisik sembari menatap aneh ke arahnya dan Dewi.

"Jangan nangis, ibumu nggak akan seneng liat putri kebanggaannya menangis seperti ini. Ini hari bahagiamu."

Dewi mengusap air matanya. "Aku nggak nangis kok," kilahnya.

Aruna menaikkan dagu sang dara. "Good girl," ucapnya sembari tersenyum ketika manik mereka bertemu.

"Bunganya cantik." Dewi berusaha mengalihkan pembicaraan sembari menarik tubuhnya menjauh dari Aruna.

Ada sesuatu di dalam buketnya.

"Ini apa?" tanyanya sembari mengambil benda yang menarik perhatiannya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SMARA CARITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang