ᗷᗩᗷ 33. Kᗩᑌ Tᗩᑎᗩᗰ Kᗩᑌ TᑌᗩI

682 49 31
                                    


Dingin sel berpenghuni dua puluh remaja yang sejak kemarin ditangkap oleh pihak kepolisian, mulai berteman dengan Shaka.

Pemuda itu kini dipanggil ke luar sel. Ada tamu yang ingin menemuinya, begitu ucap sang sipir yang memanggilnya.

Sosok yang ada di sana ternyata adalah Aruna, Yudhistira, Bima serta ayah Arimbi, Aris.

Sebenarnya hanya Aruna yang seharusnya datang memenuhi panggilan pihak kepolisian. Aruna menjadi perwakilan keluarga yang dipanggil sebagai saksi pelapor.

Dia terpaksa melaporkan Shaka atas dugaan penganiayaan yang dilakukan padanya juga Bima, hingga mengakibatkan cedera fatal.

Kini, Shaka hanya bisa tertunduk malu. Ia tidak berani berkata apapun.

"Shak, udah makan?" Bima memecah keheningan.

Shaka tidak menjawab. Ia malah terisak.

Bima segera melangkah maju. Segagah apapun dia, hatinya tetap tidak tega melihat teman masa kecilnya harus meringkuk di jeruji besi meski masih belum diputus pengadilan sebagai tersangka.

Pemuda itu memeluk Shaka. "Sabar ya."

"Maafin gue, Bim." Shaka menjatuhkan harga dirinya. Dia menangis dipelukan Bima.

"Gue sama Arim udah maafin elu, Shak. Gue juga mau minta maaf. Gue nyerobot calon istri lu. Gue lamar Arim tadi dan gue harap lu ikhlas." Bima sedikit terkekeh.

Shaka menatap Bima dengan sedikit mendongakkan kepalanya. Perbedaan tinggi keduanya cukup mencolok.

"Emang dia punya lu. Gue baru tahu kalau Arimbi itu adik kelas kita dulu. Adik kelas yang lu suka itu, kan?"

Bima tertawa. "Glow up kan dia?"

Shaka mengangguk. "Cantik banget dia, beda sama yang dulu."

Di sisi lain Aruna mendekati ayahnya.

"Papa masih ragu sama spek Bima? Udah disakitin fisik dan hatinya, sudah dikecewakan, difitnah, masih aja loh dia maafin Shaka. Yakin papa nggak mau punya mantu kayak Bima?"

Aruna melipat tangan di dada, menyindir sang ayah.

"Iya, Mas iya. Papa kan udah kasih restu. Udah setuju. Nggak usah diungkit-ungkit lagi dong," sahut Aris menutupi malu.

Ia malu karena kemarin sempat menentang keras hubungan Bima dan Arimbi. Ia bahkan begitu mendewakan Shaka. Padahal, nyatanya, Shaka adalah sumber segala bencana.

Shaka menatap orang-orang di belakang Bima. Ia akhirnya memberanikan diri untuk meminta maaf secara langsung.

Ketika Shaka sedang mendekat pada Aruna, dua orang lain datang. Mereka adalah kedua orang tua Shaka.

"Ris, tolong Ris cabut laporannya, Ris. Aku mohon, Ris."

Ucapan sang ibu yang beriring tangis hingga bersujud di kaki Aris membuat Shaka tersayat hatinya.

"Bunda, udah Bun. Shaka yang salah. Bunda nggak perlu kayak gitu."

"Nggak Nak, kamu anak bunda satu-satunya. Kalau kamu sampai dipenjara, gimana nasib kita semua?"

"Bunda, Shaka memang salah. Shaka harus tanggung jawab," kata Shaka sembari memeluk ibunya.

Aruna mengembus napas. "Aku kesel sebenernya sama bocah ini, tapi kalau udah bawa-bawa keluarga, aku nggak tega," desahnya setengah berbisik pada Bima dan Yudhistira.

Bima tersenyum. "Aku yakin Mas tahu kok apa yang harus Mas lakukan."

Aruna menatap sahabatnya. Yudhistira hanya mengangguk-angguk.

SMARA CARITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang