Bagian 21

9.4K 572 79
                                    

Vina's POV

"Kita ketemuan di Cafe kemarin aja gimana kak?"

Aku menatap dingin balasan chat dari Edo.

"Gue nggak suka bertele-tele. Sekedar ngopi pun tapi kalo di depan gue ada lo..." Balasku ketus dan sengaja tidak ku teruskan agar dia bisa menebaknya sendiri.

Lama tak ada balasan, mungkin Edo shock dengan jawabanku yang terkesan sangat kasar itu, bahkan dari awal.
Yaaah.. meskipun aku yang memulai terlebih dulu chat ini.
Awalnya Edo mungkin sangat senang mendapat notif dariku, terbukti dia langsung membombardirku dengan banyaknya balasan meskipun aku baru mengiriminya kata,

" Gue Vina. Kalo lo mau bicara sama gue, kita tentuin timing dan tempatnya "

Yang langsung dibalasnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutku sangat basa-basi dan tidak penting. Seperti tanya kabar, menanyakan kesibukanku saat ini, dan lain sebagainya yang satupun tak ada yang kubalas. Bahkan dia berinisiatif menelfonku juga, namun lagi-lagi aku tak menanggapinya meskipun dia menghubungiku sampai tiga kali.

Entahlah, sama sekali aku tak ada respect dengannya. Dan sebenarnya perasaan benci ini sudah tumbuh semenjak kami masih satu rumah dulu.
Keadaanlah yang membuat hatiku seperti ini. Muncul lantaran aku merasakan perbandingan perlakuan dari orang tua yang terlihat mencolok, dan bahkan rasa-rasanya semakin mencolok setiap hari.

Ponselku kembali berdering, ku lirik nama yang tertera.

" Ok kak...lo aja yang nentuin. Gue nurut " Ternyata dari Edo. Kuletakkan kembali ponselku dan tak membalas pesannya.

Entah apa yang akan dibicarakannya nanti, aku tetap harus menemuinya, agar Ara tak marah lagi padaku. Karna aku tidak mau hari-hariku terasa kosong hanya gara-gara Ara marah padaku.

Apa yang kulakukan terhadapnya malam itu sebenarnya cukup membuatku gila di dua sisi. Gila karna candu bibir dan setiap inci gadis itu, dan Gila karna frustasi.
Kebodohan menguasaiku begitu saja sampai aku tak sadar bahwa aku telah membuatnya takut

Haaah...sial. Bahkan membayangkan kejadian itu sekarang malah membuatku Bangkit dan menyesal secara bersamaan.

Bibirnya....

Pipinya...

Lehernya...

Aaah shit...!!!

Susah payah aku fokus ke layar laptop,

....

Kulirik arlojiku, ternyata lebih dari setengah jam aku melamun.
Lambat laun aku berhasil membuat fokusku kembali, meskipun dengan susah payah. Menatap layar dan membuang semua pikiran kotor.

Hmmm...belum ada peningkatan signifikan pemasukan di bulan ini. Semua gara-gara anak cabang yang beberapa kali mengalami trouble, untungnya semua kembali berjalan normal setelah aku berhasil menanganinya. Dan seperti biasa aku harus turun tangan secara langsung kesana, karna aku tidak mungkin membebankan masalah anak cabang kepada Siwi disaat dia sendiri sedang sangat sibuk.

Namun yang menjadi ganjalku sekarang, apa iya aku harus selalu kesana untuk menghandle? Atau aku harus merombak operasional disana sekaligus mengevaluasi apa yang menjadi kendala?

.................

Sudah 10 menit kami hanya berdiam diri, tanpa ada yang mulai membuka suara. Menatap lurus pada lalu lalangnya berbagai jenis kendaraan dijalan raya yang berada sekitar 100 meter didepan kami, seolah-olah kami sedang menikmati pemandangan yang indah.

Ya, malam ini kami sedang berada dibangku sebuah taman yang lumayan sepi yang hanya ada beberapa pengunjung disini. Taman ini berada dipinggir jalan raya. Aku kagum dengan kota ini, taman-taman kota tersebar dibeberapa sudut, sehingga membuat kota ini tampak begitu asri.

So Possessive (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang