Jika biasanya aku menanti hari libur karena otakku terlalu malas menerima pelajaran, kali ini aku menantikan hari libur karena aku akan pergi jalan dengan Rebecca. Lucu tidak membayangkanku bertamu ke rumah seorang perempuan dan bertemu langsung dengan bapaknya? HAHAHAHA aku sedang melakukannya sekarang! Berbeda ketika aku bertemu dengan bapaknya Arini, bapaknya Rebecca memiliki kepribadian hangat dan lucu. Justru kalau dilihat-lihat, beliau memiliki selera humor seperti Bapakku, jadi tak begitu canggung untukku bicara dengan beliau.
Lingkungan rumah Rebecca tenyata tak begitu jauh dari Rumpi. Karena aku lumayan sering bermain ke sini, cukup banyak anak-anak Maghandi yang mengenaliku dan mencoba untuk mengajakku bermain. Hal tersebut jelas tak luput dari tatapan Pak Samidi. Aku sampai sungkan saat ada begitu banyak orang yang berusaha menyapaku dan membuat obrolanku dengan Pak Samidi terpotong begitu saja.
"Kalau memang sering main ke Maghandi, sering-sering juga mampir ke sini." tutur Pak Samidi, sambil menyurukkan sepiring ubi cilembu bakar yang katanya ia panen sendiri. Aromanya super duper wangi, sumpah! Aku bahkan sudah menghabiskan dua dengan ukuran yang cukup besar. "Udah lama Bapak nggak ada teman ngobrol kayak gini."
Aku mengangguk dengan senyum lebar. "Kemarin-kemarin sih lumayan sering, Pak, tapi sekarang udah jarang. Mau masuk musim ujian soalnya."
"Rere nggak bikin kamu repot, kan?" tanya si bapak, yang hanya aku tanggapi dengan kekehan. "Tahu sendiri anaknya memang hebring. Kamu belum tahu aja kelakuan dia kalau udah cerita-cerita yang aneh." pernyataan terakhir Pak Samini membuatku mengernyit.
"Cerita aneh gimana, Pak?" tanggapku, sementara Pak Samidi justru tergelak. Perutnya yang buncit bahkan terlihat memantul, persis seperti jelly.
"Rere itu pisces." ungkapnya. Untuk beberapa lama, beliau menoleh ke dalam rumah, seolah takut kalau-kalau Rebecca datang dan menyemburnya. "Terakhir kali, dia nanya kenapa Siren sama Mermaid nggak bisa akur padahal kan sama-sama punya buntut, sama-sama berenang juga. Ya Bapak mana ngerti yang begituan? Tapi dia selalu aja nanya kayak gitu."
Aku jadi teringat ketika anak itu menelponku tengah malam beberapa waktu yang lalu hanya untuk menanyakan apakah di dalam rumah semut ada televisi seperti di kehidupan manusia? Apakah para-para ibu semut juga menunggu tukang sayur setiap pagi? atau berbagai macam pertanyaan random lainnya. Maksudku, saat itu sudah pukul 12 malam, tapi pertanyaannya benar-benar membuatku tak berkutik--saking bingungnya harus menjawab apa.
Dan belum selesai soal kehidupan semut, gadis itu juga pernah mendatangi kelasku dan menarik perhatian seluruh penghuni kelas hanya untuk menceritakan bahwa suatu saat dunia pararel akan segera terungkap. Di pembahasan selanjutnya, dia bertanya-tanya bagaimana kehidupannya di dunia pararel tersebut? Apakah dia masih bersekolah, atau ternyata di sana dia anak seorang kolongmerat yang kuliah di luar negeri? Apakah di sana dia berbicara menggunakan bahasa Inggris setiap hari dan sarapan roti bakar dengan selai strawberry?
Aku pikir, aku adalah manusia dengan pemikiran paling aneh, tapi ternyata Rebecca Izumi lebih parah dari apa yang pernah aku pikirkan selama ini. Pertama kalinya kami menjadi dekat, aku sampai terkejut tentang berbagai pemikiran yang ada dalam kepalanya. Dan ada satu pemikirannya yang membuatku merinding sampai sekarang.
"Kak Jaya, pernah nggak kepikiran kalau ternyata orang yang dikira udah mati, ternyata belum mati? Setelah dikubur, dia masih bernapas dan bertanya-tanya kenapa keluarganya setega itu karena udah mengubur dia hidup-hidup? Jadi dia meninggalnya gara-gara dikubur dan kehabisan udara, bukan karena alasan kematian yang orang lain percayai." tanyanya waktu itu.
Semakin aku mengenal Rebecca, semakin aku mengerti bahwa anak itu benar-benar pisces. Aku bahkan curiga kalau-kalau dia memiliki pemikiran untuk menghidupkan dinosurus yang sudah lama mati atau melakukan penelitian secara sembunyi-sembunyi terhadap keberadaan alien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Kin: The Journey to Growing Up✔
Novela JuvenilBAGIAN KEEMPAT TULISAN SASTRA Tidak ada remaja yang tidak memiliki masalah ketika mereka berumur 17 tahun. Di umur itu, akan ada banyak sekali ketakutan, kekhawatiran, dan keraguan. Tapi meskipun ada begitu banyak masalah, Kin Dhananjaya selalu perc...