17

915 66 10
                                    

Kondisi ruang kerja milik Papi Sana nampak sunyi. Pria paruh baya itu masih menatap Tzuyu dan Sana yang sudah duduk rapi tepat di depannya. Tadi saat dia baru pulang, dia langsung diberi tahu oleh salah satu asisten rumah tangganya jika Sana dan Tzuyu sudah menunggu kedatangannya untuk berbicara padanya. Lantas saja hal itu membuatnya merasa bingung. Padahal beberapa saat yang lalu Sana baru saja bertemu dengannya. Sekarang sudah mau bertemu lagi, ngajakin Tzuyu pula. Alhasil di sinilah mereka bertiga.

"Jadi, ini ada apa?" tanya Papi Sana. Matanya menatap Sana dan Tzuyu yang berada di hadapannya.

Mendengar pertanyaan itu, Tzuyu sontak menarik napas panjang. Bagaimanapun juga, dia sudah siap untuk berbicara.

"Maaf sebelumnya mengganggu jam istirahat Paman. Kedatangan saya ke sini sebenarnya karena ada yang ingin saya bicarakan dengan serius. Mengenai Sana."

"Masih tentang perjodohan kalian? Kan udah dibatalin. Nggak usah dipikirkan lagi."

Tzuyu membasahi bibirnya cepat. Dia gugup sekali.

"Mungkin Sana belum memberitahu Paman, sebenarnya kami sedang menjalin hubungan serius."

Lelaki paruh baya itu masih gagal paham. Kemarin sewaktu dijodohkan, dua orang ini menolak. Sekarang perjodohan sudah tidak ada, mereka malah menjalin hubungan serius. Dasar anak muda zaman sekarang. Entah kenapa ia benar-benar sulit memahami keinginan mereka.

"Hubungan serius seperti apa?Pacaran? Ya udah, Paman nggak masalah."

"Kami mau menikah, Paman."

Papi Sana menganga mendengarnya. Ini apa sih tiba-tiba mau menikah aja. Mulai pacaran aja Papi Sana nggak tau kapan. Lagian kenapa malah mereka yang balik ngebet nikah setengah mati?

"Menikah? Kamu mau nikah sama anak saya? Serius? Itu Sana loh."

Sana mengernyit mendengar ucapan papinya.

"Ya terus kenapa kalau ini Sana?" Batin Sana.

"Iya Paman, saya serius mau menikahi Sana. Jadi, di sini saya ingin memberitahu niat baik saya. Kalau Paman setuju, selanjutnya, saya mungkin akan datang lagi dengan orangtua saya."

Papi Sana berdehem mendengar Tzuyu yang berniat ingin membawa serta orang tuanya untuk menemuinya. Dia tidak pernah mengalami hal seperti ini. Karena memang Sana adalah anaknya satu-satunya.

"Kamu gimana, Sana?"

Sana yang ditanya pun langsung mendongak.

"Aku mau nikah sama Tzuyu," jawab Sana mantap.

"Bukannya kemarin ditawarin nggak mau? Nggak sudi? Sekarang udah sudi?" sindir Papi.

Sana berdehem salah tingkah mendengar sindiran itu.

"Duh ini si papi, ya kan dulu masih belum kenal banget." Batinnya kembali berbicara.

"Papi nggak keberatan kalau kalian mau menikah. Tapi jujur, Papi sedikit menyayangkan kalian menghadap saat semuanya sudah berbeda. Yang mana di sini adalah mengenai wasiat mami Sana. Tapi ya sudah kalau tidak bisa dipenuhi."

"Papi, sebenarnya...."

"Saya dan Sana berusaha untuk mencari gaun pengantin itu lagi, Paman," potong Tzuyu. Membuat Sana menoleh padanya yang berbicara terlebih dahulu.

"Kalian mau mencari? Emang tau ada di mana?"

"Kami memang tidak tahu di mana, tapi ini demi Sana. Saya mau dia pakai itu saat pernikahan kami nanti. Pasti Paman tahu seberapa cantik anak paman kalau memakai gaun itu."

Sana menatap Tzuyu di sampingnya. Dan untuk beberapa saat ia tersenyum simpul. Tapi tidak lama dari itu ia kembali menoleh menatap papinya.

"Oh ya, kenapa Papi nggak jujur bilang perjodohan ini adalah wasiat Mami sejak awal?"

𝚂𝚗𝚊𝚣𝚣𝚢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang