23

1.1K 79 12
                                    

Sana menempelkan ponselnya tepat di telinga saat melangkah menuju parkiran mobilnya. Jantung Sana mulai berdegup kencang saat mendengar nada sambung dari panggilan teleponnya untuk Tzuyu. Kejadian dan sikapnya semalam pada Tzuyu pasti sudah melukai perasaan lelaki itu. Jadi, meskipun Sana berinisiatif menelepon Tzuyu saat ini, sebenarnya ia juga tidak terlalu yakin bahwa panggilannya akan dijawab oleh lelaki itu. Apalagi yang mengusir dan menyuruhnya untuk pergi sebelumnya adalah Sana sendiri.

"Halo."

Gerak tangan Sana yang sudah akan memasang sabuk pengaman seketika terhenti saat panggilan teleponnya tiba-tiba tersambung. Sana terdiam untuk beberapa saat. Suara Tzuyu yang menyambutnya dari seberang sana cukup membuatnya tertegun.

"Halo, San, ada apa?" tanya Tzuyu sekali lagi. Suara lelaki itu terdengar tanpa emosi.

"Kamu di mana?" tanya Sana kemudian.

Ada jeda cukup lama setelah Sana bertanya. Dan jeda itu semakin membuat Sana merasa gelisah.

"Aku ada di apartemen. Ada apa? Tapi sebentar lagi aku mau pergi keluar. Aku...."

"Jangan pergi dulu!" potong Sana tiba-tiba.

Sana refleks memejamkan matanya saat nada bicaranya tanpa sadar sedikit meninggi.

"Jangan pergi dulu. Aku sedang dalam perjalanan menemui kamu," ucap Sana kembali mengulangi kalimatnya. Akan tetapi, kali ini terdengar lebih tenang.

"Oh. Oke," sahut Tzuyu pendek.

Sana menggigit bibirnya saat lagi-lagi ada jeda di antara percakapan telepon mereka.

"Aku tutup dulu. Aku harus menyetir," ucap Sana.

"Ya. Hati-hati."

Dan setelah itu panggilan pun terputus. Sana menarik napas panjang dan segera memasang sabuk pengaman dan menjalankan mobil. Selama perjalanan, kegugupan yang dirasakan Sana semakin bertambah dan tidak ada tanda-tanda akan berkurang.

Tiba-tiba ucapan papinya beberapa saat yang lalu kembali terlintas di kepalanya. Papinya benar. Kasihan sekali rasanya untuk laki-laki baik dan sesabar Tzuyu bisa sangat menyukai perempuan keras kepala seperti Sana. Mulai dari sikapnya yang selalu mencurigai setiap orang akibat kejadian masa lalu. Belum lagi sikap antipati yang selalu Sana bangun untuk membentengi diri sendiri. Semua itu tidak seharusnya membatasinya untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang berniat tulus padanya. Sana tahu sifat seseorang tidak bisa berubah hanya dalam satu malam. Namun, kali ini, ia berniat untuk sedikit demi sedikit berubah. Karena tidak ada salahnya untuk lebih membuka diri dan mempercayai orang-orang.

Sekitar empat puluh menit Sana tiba di gedung apartemen Tzuyu. Ia tertegun untuk beberapa saat sambil menatap gedung itu. Meski ia sudah lama diberitahu oleh Tzuyu alamat apartemennya, tetapi Sana baru tersadar bahwa baru kali ini ia mendatangi lelaki itu ke tempatnya langsung.

Sana terdiam. Dari sini ia kembali sadar bahwa selama ini, tanpa ia sadari, selalu Tzuyu yang mencari dan mendatanginya, sementara ia hanya duduk menunggu di zona nyamannya sendiri.

Di saat Sana ingin turun dari mobil dan bergerak menuju pintu akses utama. Ia dikejutkan saat melihat Tzuyu yang sudah berdiri di depan pintu masuk gedung. Dari tempatnya berdiri, Sana bisa melihat Tzuyu yang masih tampak belum menyadari
keberadaannya. Mata Sana tiba-tiba mulai berkaca-kaca. Sebelumnya ia bahkan tidak yakin bahwa Tzuyu akan mengangkat teleponnya. Tapi lihatlah apa yang sedang lelaki itu lakukan sekarang. Ia bahkan menunggunya di depan gedung.

"Tzuyu," panggil Sana saat sudah berdiri di samping lelaki itu.

Tzuyu menoleh dan menatapnya tanpa suara. Lelaki itu mengangguk singkat dan menyuruhnya untuk masuk gedung mengikutinya hanya dengan gerakan kepala. Sana pun berjalan mengikuti Tzuyu. Mulai dari saat menunggu pintu lift terbuka, menunggu lift tiba di lantai di mana Tzuyu tinggal, hingga sampai mereka berjalan di lorong-lorong lantai untuk menuju unit Tzuyu, keduanya sama sekali tidak saling berbicara.

𝚂𝚗𝚊𝚣𝚣𝚢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang