16

1.4K 72 9
                                    

Tzuyu  berulang kali menelpon Sana namun panggilannya sama sekali tidak diangkat. Dia juga sudah datang ke kediaman Sana, ternyata Sana dan Paman Minato tidak ada. Jadi, Tzuyu pun memutuskan untuk kembali menuju apartemen wanita itu.

Berulang kali Tzuyu menggedor pintu tapi Sana tidak juga membuka pintu sampai akhirnya dia melihat Sana baru saja tiba. Wanita itu ternyata baru dari luar. Sana juga baru pulang.

"Sana, kamu udah ketemu sama papi kamu?" tanya Tzuyu. Lelaki itu langsung berjalan menghampiri perempuan itu.

Sana mengangguk pelan. Dilewatinya Tzuyu dan segera membuka pintu unitnya. Sesampainya di dalam, Sana masih tidak bersuara. Membuat Tzuyu cemas. Bahkan saat mereka sudah duduk di atas sofa ruang tengah sekalipun.

"Sana, papi kamu di mana? Aku temuin malam ini juga. Aku bakal lamar kamu."

Sana masih menatap Tzuyu dengan tatapan tak terbaca. Namun, meski begitu, nyatanya Ia pun memutuskan untuk segera menjawab pertanyaan Tzuyu.

"Papi langsung ke hotel tadi, ada janji sama rekan kerja. Jadi aku juga ketemu sama Papi di sana. Tapi kayaknya dia baru akan pulang ke rumah kalau pekerjaannya sudah
selesai."

"Jadi, kamu sama Paman Minato bicara tentang apa tadi?"

"Papi jelasin asal mula kita dijodohkan, tentang wasiat mamiku, dan juga Tante Irane."

Tzuyu turun dari sofa yang sedang
didudukinya bersama Sana. Lelaki itu berlutut tepat di depan wanita itu dan digenggamnya erat kedua telapak tangan Sana.

"Kita nikah, kamu mau kan? Kayaknya orangtua kita juga nggak bakalan nolak." Saat mengatakan itu, Tzuyu bisa melihat keraguan di mata Sana. Apa ada yang mengganjal perasaan perempuan itu?

"Kenapa? Ada yang mengganggu pikiran kamu?" tanya Tzuyu.

Sana menggeleng pelan. Tapi tetap saja Tzuyu tidak bisa dibohongi. Diperhatikannya betul-betul wajah Sana dan dia juga mulai mencari tahu apa yang menjadi penyebab Sana seperti ini.

"Kamu masih mikirin wasiat mami kamu? Tentang gaun pengantin dari Tante Irene?"

"Aku...."

Tzuyu terngangah saat Sana tiba-tiba menangis. Dengan cepat dipeluknya wanita itu.

"Kenapa malah nangis? Aku minta maaf, aku salah ngomong ya? Udah, nggak perlu dijawab kalau nggak mau."

Sana menggeleng cepat saat Tzuyu tiba-tiba malah menyalahkan diri sendiri.

"Gaun pengantinnya udah nggak ada, Tzu. Padahal itu wasiat Mami sebelum meninggal. Dan sekarang Tante Irene juga udah nggak ada. Masalahnya... aku pernah menolak dikasih gaun itu." Sana menarik diri dari pelukan Tzuyu.

"Di hari aku mencoba memakai gaun
pengantin waktu itu, staff nya nawarin, Tzu. Dia juga bilang ini karya terakhir dari tante Irene, kalau mau silakan diterima dan nggak perlu bayar. Tapi aku orangnya terlalu curigaan. Aku bilang aku nggak mau, aku nggak butuh. Aku nyesel, Tzu. Aku mau nikah sama kamu, mau banget. Tapi kalau bisa, aku mau penuhi wasiat Mami untuk menikah menggunakan gaun buatan tante Irene. Kamu pasti menganggapku childish banget ya?"

Tzuyu menghapus air mata Sana yang deras mengaliri wajahnya.

"Nggak masalah, kita cari gaun itu. Kita tanya sama staff yang nawarin itu langsung. Kalau perlu kita beli lagi sama yang udah beli. Aku nggak masalah, beneran."

"Entar kamu repot, Tzu."

"Nggak apa-apa asal kamu seneng. Jadi malam ini kita temui papi kamu, oke? Aku mau bicara dulu."

Sana mengangguk pelan. Tzuyu dengan cepat mengelap air mata Sana dengan menggunakan lengan bajunya.

"Udah, berenti nangisnya. Oh ya, kamu udah makan? Jangan-jangan belum?"

𝚂𝚗𝚊𝚣𝚣𝚢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang