20

725 67 12
                                    


Tzuyu berjalan menuju ruangannya setelah semua pekerjaannya hari ini sudah selesai. Lelaki itu segera mengemasi barang-barang dan berniat langsung meninggalkan rumah sakit. Selama perjalanan menuju mobil, Tzuyu tidak henti-hentinya menatap ponsel dalam genggamannya. Tangannya refleks memijat kening saat pesan yang ia kirimkan terakhir kali kepada Sana tidak juga kunjung mendapat balasan.

Setelah dari kantor Sana kemarin pagi, atas saran Paman Minato, Tzuyu memutuskan untuk kembali ke rumah sakit alih-alih menyusul Sana. Menurut Paman Minato, ada baiknya untuk memberi Sana sedikit waktu untuk meredakan emosinya. Tzuyu pun menuruti saran itu. Meski begitu, kemarin pun Tzuyu juga tidak benar-benar berdiam diri. Dirinya tetap mencoba menghubungi Sana. Namun, sampai hari ini pun, sudah dua hari berlalu, Sana tak kunjung juga membalas pesannya.

Tzuyu segera masuk ke dalam mobil dan memutuskan untuk menemui Sana di kantor. Sejak pagi ia sudah sulit berkonsentrasi akibat Sana. Jadi, saat semua urusannya di rumah sakit telah selesai, ia tidak sabar untuk menemui perempuan itu. Tzuyu menyetir dengan tenang. Setidaknya dia perlu sampai dengan selamat di kantor Sana, meskipun dari hati yang paling dalam ia pun tidak sabar untuk cepat-cepat sampai.

Mobil yang dikendarai Tzuyu mulai memasuki pelataran gedung kantor Sana. Lelaki itu dengan cepat memarkirkan mobil dan segera turun. Dari dalam mobil, kepala Tzuyu mendongak menatap kondisi pintu masuk gedung. Dan saat itu jugalah ia melihat Sana yang baru saja keluar dari pintu. Melihat Sana di depan mata, seketika membuat Tzuyu langsung turun dari mobil secepat mungkin. Lelaki itu langsung membanting pintu mobil dan berjalan menuju tempat Sana. Apalagi saat melihat perempuan itu sudah akan masuk ke dalam mobilnya, Tzuyu pun langsung berlari menghampiri Sana.

"Kita harus bicara." Tzuyu langsung mencegat tangan Sana yang baru akan meraih gagang pintu mobil.

Sana menoleh dan tampak sedikit terkejut melihat keberadaan Tzuyu di hadapannya. Perempuan itu langsung menarik lepas tangannya dari genggaman Tzuyu.

"Aku capek. Aku mau pulang," ucap Sana dingin.

Perempuan itu kembali mencoba meraih pintu mobil untuk membukanya. Namun, Tzuyu dengan cepat kembali menggeser tubuhnya ke badan pintu mobil untuk menghalangi Sana.

"Kita harus bicara. Aku sudah memberi kamu cukup waktu kemarin. Jadi, ayo bicara." Tzuyu tidak mau mengalah.

Sana menatap Tzuyu tanpa ekspresi. Perempuan itu memilih untuk pergi meninggalkan lelaki itu di pelataran parkir.

"Terserah. Aku bisa naik taksi," ucap Sana dan segera berjalan menuju jalan raya.

Tzuyu menarik napas lelah saat melihat Sana yang masih tidak ingin diajak bicara. Lelaki itu kembali menyusul Sana dan menarik tangannya.

"Please, Sana! Kamu itu salah paham! Apa yang kamu dengar kemarin sama sekali nggak seperti yang kamu pikirkan!"

Sana kembali berusaha melepaskan diri dari Tzuyu. Beberapa pasang mata yang lewat pun sudah mulai memperhatikan mereka.

"Lepasin atau aku teriak? Aku benar-benar nggak mau ribut di sini. Aku capek," desis Sana, perempuan itu masih sekuat tenaga berusaha menarik diri dari Tzuyu.

Tzuyu mengamati sekelilingnya yang mulai ramai dan cenderung menatapnya dan Sana dengan sorot ingin tahu. Lelaki itu berdecak frustrasi melihat keadaan yang sama sekali tidak memihaknya. Jabatan Sana di sini sangat tinggi. Dan membiarkan orang-orang menonton adegan pertengkaran mereka bukanlah solusi yang bagus.

"Dengar, aku nggak mau putus. Jadi, ucapan kamu kemarin sama sekali nggak berlaku," bisik Tzuyu.

"Nggak mau putus? Terkadang tamak itu juga ada batasnya. Nggak cukup udah dapat proyek besar dari Papi?" desis Sana.

𝚂𝚗𝚊𝚣𝚣𝚢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang