Bab 9;

241 13 0
                                    

Bunda meletakkan sandwich yang ia buat ke dalam kotak makan berwarna coklat yang terbuat dari kayu. Juga tak lupa memasukkan beberapa buah melon ke dalamnya untuk bekal Rafa. Di meja makan, ada Rafa yang kini tengah membaca buku tebal berisikan materi ujian yang sudah ia beli bersama Alin, Regas, Vanno dan Naufal 5 hari yang lalu.

Hari ini Bunda akan pergi kantor jam 10 nanti. Itulah mengapa wanita itu memiliki kesempatan untuk menyiapkan bekal milik Rafa.

"Selamat pagi, Bu." Ucap Dion, sekretaris Bunda.

Bunda sontak menoleh ke arah laki-laki dengan setelan rapi tersebut. Tengah tersenyum tipis sembari membawa beberapa berkas untuk Bunda. Wanita itu membalas senyum dan menghampiri Si Sekretaris, "selamat pagi, Di. Kamu udah makan?" Tawar Bunda.

Dion mengangguk kecil, "sudah Bu, barusan. Pagi Mas Rafa," lanjutnya dengan menyapa Rafa.

"Pagi juga Kak." Balas Rafa ramah.

"Bu, maaf, ini ada beberapa berkas yang harus di-crosscheck lagi, karena nanti siang kita akan ada pertemuan dengan perusahaan lain," tutur Dion. Bunda mengangguk paham.

"Oke. Kamu tunggu di ruang tamu aja, nanti saya nyusul." Ujar Bunda pada Dion dan yang kemudian diangguki oleh laki-laki berusia kurang lebih 28 tahun tersebut.

Selepas kepergian Dion ke ruang tamu, Rafa pun bangkit setelah membereskan buku-bukunya. "Bunda, aku mau berangkat."

"Oh iya, Rafa...sebentar," Bunda meraih tas bermerek yang biasa wanita itu bawa kemana-mana. Tas yang lumayan besar terbuat dari kulit buaya. Jangan tanya kenapa tas itu ada di sana padahal Bunda sendiri akan berangkat ke kantor jam 10 nanti. Rafa juga tak mengetahuinya. Ketika ia datang ke meja makan, tas itu sudah ada di sana.

"Kenapa Bun?"

Bunda mengeluarkan sebuah card holder setelah lama merogoh tasnya. Lalu memberikan tempat kartu-kartu mahal itu untuk Rafa, "nih, buat jajan Rafa."

"Bunda, uang saku aku masih ada yang kemarin. Belum habis." Kata Rafa menolak pemberian Bundanya.

"Pegang aja gapapa," paksa Bunda dengan memasukkan kartu-kartu itu ke dalam tasnya Rafa. "Rafa boleh jajan sepuasnya oke."

"Bunda," cicit Rafa. Membuat Bunda yang tadinya akan melenggang ke ruang tamu, urung dan berbalik menatap Rafa.

"Kenapa sayang?"

"Ngga usah, ngga perlu. Ini kebanyakan."

"Enggak, Rafa. Ini buat pegangan kamu aja."

"Bunda-"

"Udah, Rafa pegang aja ya kartunya. Buat jajan di luar sama temen-temen," potong Bunda, "Rafa sudah dewasa. Pastinya sudah mengerti apa itu tanggung jawab dan pilihan hati. Sebentar lagi Rafa juga akan lulus sekolah. Rafa juga harus bisa menentukan tentang kedepannya dan juga menentukan keputusan yang besar. Belajar dari ini ya Rafa. Bunda mau Rafa bisa belajar banyak dari tanggung jawab yang besar. Your life has many choices, you deserve get that choices. Bunda sayang Rafa. Bunda ingin Rafa punya bekal yang banyak."

Rafa terenyuh mendengar penuturan tersebut. Tapi...apa maksud Bunda memberikan kartu debit dan kredit ini padahal sebenarnya dia tak memerlukannya. Uang saku yang Bunda beri seminggu yang lalu bahkan masih menyisakan beberapa. Kalaupun Bunda ingin dirinya bertanggung jawab, menyimpan uang saku selama seminggu penuh bukankah sudah cukup?

Atau jangan-jangan Bunda mencurigainya karena telah mengambil uang tabungan yang ia ambil beberapa waktu lalu untuk ia beri kepada Mamanya? Kalau iya, kenapa Bunda juga tidak berterus terang.

"Bunda, kalau hilang gimana?"

"Emangnya kamu mau hilangin kartunya? Enggak, kan?" Sontak Rafa menggeleng. Bunda terkekeh, "Bunda percaya Rafa bisa jaga. Rafa anak baik yang nggak pernah ingkar dan lepas tanggung jawab. Bunda percayakan itu."

Bunda untuk Rafa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang