Bab 14;

285 18 6
                                    

Setiap permasalahan yang ada, pasti selalu ada ujung penyelesaiannya. Dan diujung permasalahan itu, segalanya memiliki cerita tersendiri untuk sebagian dipendam dan berjanji tidak akan menyimpan perasaan kalut dan memilih berdamai. Terlebih berdamai pada diri sendiri.

Dalam permasalahan yang Thalita hadapi, ia menyelesaikannya dengan kekuatan yang ia punya. Ia selesaikan dengan cara yang baik-baik. Ia ikhlaskan segalanya yang sudah terenggut bak rayap yang memakan kayu-kayu. Karena kata Bundanya, kunci dari ikhlas adalah lupa. Lupa kalau dulu kita pernah mengalami kemalangan. Lupa kalau dulu kita pernah dibuang seperti sampah. Meski Thalita tahu, kepergian Bunda meninggalkan bekas dan ketidak ikhlasan wanita itu. Thalita ikhlas tentang ayahnya. Thalita ikhlas tentang Bunda. Dan Thalita ikhlas menerima Rafa sebagai anaknya.

Thalita mematri senyum di hadapan Larisa. Bersama Rafa yang ada di sampingnya. Baru kemarin mereka bersiteru. Baru kemarin pula mereka sama-sama menyampaikan duka, rasa benci, dan kemalangan nasib yang sama sialnya. Namun hari ini, di sebuah rumah tahanan tempat Larisa akhirnya berlabuh, mereka sama-sama menghancurkan benteng penuh keegoisan. Menendang jauh-jauh masa lalu yang terlalu menyakitkan bagi mereka.

"Rafa," cicit Larisa pelan. Tampak keadannya begitu kacau. Dengan baju tahanan berwarna oranye, rambut acak-acakan, lingkaran hitam yang mengelilingi matanya, Larisa tampak sangat pucat.

Rafa mendongak lalu menatap Larisa penuh dengan rasa iba.

"Rafa sehat?" Adalah pertanyaan yang pertama kali dan baru saja Rafa dengar setelah 10 tahun berlalu sejak perpisahan mereka. Kalimat yang selalu Rafa impikan akan terlontar dari mulut ibu kandungnya. "Rafa, mana yang sakit, Nak? Bagian mana yang udah Mama bikin luka di hidup Rafa. Bagian mana yang harus Mama tebus untuk menyembuhkan luka Rafa."

Merasa itu adalah dialog yang penuh haru biru, Larisa menangis sejadi-jadinya. Bayangan-bayangan yang begitu menyakitkan di masa lalu mengiring prosesi pertemuan mereka.

"Mama minta maaf, Rafa. Mama nggak bisa jadi ibu kandung yang baik. Mama gagal jadi ibu. Mama gagal menjaga Rafa dan Mama minta maaf udah menghancurkan masa kecil Rafa. Mama menyesal." Sekarang Larisa sudah mengakui dirinya sudah hidup di sebuah tudung penyesalan. Tudung yang akan menghukum dirinya sendiri sedikit demi sedikit dalam waktu selama ia masih diberi nafas yang panjang. Sisa hidupnya hanya akan berputar di poros yang itu-itu saja. Poros dengan rasa penuh penyesalan yang akan mengelilingi kehidupannya. "Mama nggak tau, hari ini, besok atau hari yang akan datang apakah Mama masih bisa selalu melihat Rafa. Mama juga nggak tau, apakah dalam waktu cepat Rafa akan memaafkan Mama? Mama nggak tau. Tapi yang jelas, dengan nggak tau malunya Mama bertanya, apakah masih ada tempat untuk Mama di hati Rafa?"

Dengan sigap, Rafa langsung meraih tangan Larisa dan mencium tangan itu sembari sesegukan. Harusnya, ini memang momen yang tepat untuk kembali merasakan, bagaimana hangatnya seorang ibu yang sudah melahirkannya. Rafa memanfaatkan kesempatan ini. Kesempatan yang tidak tahu kapan akan datang lagi. Karena setelahnya, Mama akan dipindahkan ke rumah tahanan yang ada di Batam.

Larisa divonis 15 tahun penjara sesuai keputusan sidang sebulan setelah dia menyerahkan diri.

Tangis keduanya saling bersahutan dan semakin memuncah dengan jeritan paling sakit yang mereka rasakan.

"Saya selalu maafin Mama. Saya lupain semua yang terjadi di masa lalu. Saya tarik kembali kata-kata kalau saya membenci Mama. Tempat Mama selalu sama. Di sini, Mama selalu di sini. Di hati saya," ucapnya sembari menunjuk dadanya. Memberitahu Mama bahwa jiwa dan raganya selalu mendekam di hatinya.

Larisa mengangguk kukuh. Keduanya berpelukan. Rafa merengkuh Larisa dengan erat seolah-olah ia tak ingin melepaskan Mamanya.

Pelukan keduanya terlepas. Kini, giliran Larisa yang beralih ke arah Thalita dan meraih tangan putih itu. "Mbak, aku juga minta maaf. Aku berdosa, sangat berdosa. Aku rebut kebahagiaan Mbak Thalita, aku udah rebut Mas Raydan. Aku udah hancurin permatanya Mas Raydan," serunya dengan suara tangis yang memilukan.

Bunda untuk Rafa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang