Jam 12 siang akhirnya datang dan membubarkan murid-murid di sekolah Rafa. Termasuk kelas Rafa yang kini sudah bersiap-siap untuk berdo'a sebelum akhirnya keluar dari kelas.
Setelah selesai berdo'a, mereka para murid secara bergantian melangkah keluar kelas. Menyisakan beberapa murid yang masih duduk dan bergiliran agar tak berdesak-desakan di pintu.
"Lo bawa motor gak, Raf?!" Tanya Naufal sambil menepuk pundaknya. Seperti biasa, cukup keras dan menyakitkan.
Rafa mendongak dan sesuai dugaan, ia langsung dikerubungi oleh tiga anak ini. Cowok itu enggan menjawab dan malah menaruh obsidian pada Alin yang hendak keluar kelas setelah menghapus papan tulis.
"Alin!" Tanpa menjawab pertanyaan Naufal, cowok itu langsung melesat keluar kelas dan menghampiri Alin.
"Buset, setan kali ya kita?" cetus Regas tak terima. "Gue pengen naik vespa lagi."
Suara sok imut Regas yang barusan meminta naik vespa, membuat Naufal menjewer kupingnya dengan wajah ingin menerkam bak macan, "hih, menjijikan bodoh!"
"Lo juga!" Seru Vanno yang mengingat wajah menjijikan Naufal kemarin saat mereka berada di garasi rumahnya Rafa.
"Tauk lo!" Hardik Regas mengikuti.
"Udah itu buruan ikutin bocah sultan itu!" Tak mengindahkan, Naufal buru-buru turun setelah sebelumnya ia duduk di atas meja. Berniat menghindari hardikan kedua temannya, dan pastinya, menyusul Rafa.
"Belajar bareng?" Tanya Alin pada Rafa yang kini mengangguk kecil. "Kapan, toh?"
"Gak tau."
"Kok gak tau?"
"Gue...belum cari waktunya," kata Rafa seraya menggaruk hidungnya, "lo bisa-nya kapan?"
"Aku? Hm..." tampak Alin tengah berpikir, "nanti sore."
"Oke, nanti sore."
"Lho, beneran, toh? Ngajak aku," tanyanya kembali.
Rafa tertawa melihat wajah innocent itu. "Iya, beneran. Gue jemput di?"
"Di halte SMA 9, gimana?"
"Hm, oke. As you wish."
Alin terkekeh. Kemudian pamit ketika ojek yang gadis itu pesan sudah menunggu di depan warung samping sekolah.
Rafa menatap kepergian Alin dengan beribu kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Rasanya sangat gugup saat berbicara dengan gadis itu. Alin selalu membuatnya seperti sedang di taman bunga. Bahkan, saat ini pula, wajahnya merasakan efek panas entah karena apa. Mungkin karena cuaca saat ini juga yang mendukung panasnya wajah Rafa hingga memunculkan semburat kemerahan di kedua pipinya.
"Woi! Pulang bareng nggak?!" seru Naufal sambil merangkul pundak sempit itu. Rafa berdecak malas. Lagi dan lagi ada mereka di mana-mana.
"Rafa, mau naik motor vespa," pinta Regas dengan pupil anak anjing yang menyertai permintaannya. Sudah. Cukup membuat efek kupu-kupu yang semula mendekam di perutnya, berubah jadi efek masuk angin hingga ia ingin sekali mengeluarkan isiannya.
"Ck! Gak bawa motor. Gue di jemput."
Vanno menyerngit, "lah kenapa?"
"Gak kenapa-napa. Kemarin lecet sedikit gara-gara kebaret sama motor lain," ujarnya.
"Baret kenapa?" Regas bertanya dengan nada kecewa.
"Pas gue masukin garasi, kesenggol sama motor Bunda yang lain," ceritanya lagi, "yaudah, lah, gue gak berani keluarin lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda untuk Rafa ✔️
Fiksi PenggemarKetika Rafa yang tak lahir dari rahimnya, begitu memusatkan semestanya untuknya. Bunda yang berhati luas seluas samudra. "Jika dunia saya hancur, itu tandanya adalah Bunda sedang tak baik-baik saja."