Epilog: Kenangan yang Tidak Lenyap

342 13 3
                                    

Kehidupan yang tetap berlanjut meski yang baru bahagia telah tiada

———

Alin mengambil beberapa tangkai mawar dan dipadukan dengan sedikit mawar putih. Di atas meja, beberapa kertas wajik berwarna biru dan putih berserakan dan siap menjadi bungkusan bunga.

"Kak, omset florist Kakak biasanya berapa dalam sebulan?" tanya gadis berpakaian kantor yang disinyalir adalah pelanggan florist milik Alin.

"Perbulan bisa capai 20 jutaan, Kak."

"Wah, lumayan, ya! Keren."

Alin tersenyum, "iya. Hitung-hitung untuk jajan. Aku nggak masalah omsetnya berapa perbulannya, di sini aku cuma luangin waktu aja."

"Motivasi Kakak apa sewaktu buka florist selain luangin waktu?"

Sambil merangkai buket bunga, Alin pun menjawab pertanyaan dari pelanggannya ini, "aku suka banget sama bunga. Bagi aku, bunga tuh bikin rileks pikiran aja. Kaamu tau nggak, bunga tuh penghantar kebahagiaan, lho! Dan aku mau jadi orang yang bikin orang lain bahagia." Alin tertawa.

"Mulia sekali, aku kagum." Gadis itu tampak terenyuh dengan penuturan Alin, "iya juga, sih, ya, Kak. Bunga itu represntasi rasa bahagia. Sebulan yang lalu, aku dapet bunga dari Ayahku dan ya! Rasanya lebih dari bahagia karena itu bunga pertama yang aku dapetin selama aku hidup hampir 21 tahun." cerita si gadis yang membuat Alin tersenyum lebar. Kan, ia bilang juga apa. Bunga adalah simbol kebahagiaan. "Kalo Kakak sendiri, pernah dapat bunga?"

Alin yang sedang sibuk menyolatip buketnya, lantas terdiam ketika gadis di depannya menanyakan hal itu.

"Pernah." katanya dengan suara lirih.

"Pasti ini dari orang yang Kakak sayangin."

Alin menatapnya dengan nanar, lalu mengangguk. Setelah buketnya selesai dan obrolannya usai karena pelanggannya yang juga meninggalkan florist, Alin mengambil buku novel yang sudah beberapa hari ini ia baca. Gadis yang kini berusia 25 tahun tersebut duduk di balik meja kasir. Ditemani lagu-lagu lawas serta cappucino dingin, Alin dengan fokus membaca buku novel garapan seseorang dengan nama pena 'Tuan Bodoh'. Haha. Ini aneh namun nyata karena dibalik nama pena tersebut, seorang Regas yang merupakan teman semasa SMA-nya menjadi tokoh utama dalam lahirnya novel tersebut.

5 tahun telah berlalu setelah mendung menjadi bias hidup seorang Alinea Enzikala. Begitupun dengan teman-temannya yang lain. Kehidupan mesti berjalan walaupun di awal tahun kepergian sahabat masih sama suramnya. Yang ditinggal hanya secercah ingatan yang mungkin suatu saat nanti akan pudar sebab momen-momen baru akan menimpa momen yang lama. Akan tetapi di ingatan Alin, wajah Rafa masih membekas meski 5 tahun berlalu. Meski Alin bertemu dengan orang-rang baru. Di benak gadis itu, nama dan wajah Rafa masih menduduki tingkat paling atas memori abunya. Laki-laki pertama yang memberinya bunga untuk pertama kalinya sebagai bentuk pengungkapan rasa cinta dia kepadanya. Namun siapa sangka kalau itu juga jadi bunga terakhir untuknya?

Alin meneguk cappucinonya. Tak lama, bunyi lonceng yang ada di pintu berbunyi tanda seseorang membuka pintu. Alin hanya mendongak dari balik meja kasir--hanya untuk menengok siapa yang datang. Oh, ternyata seorang anak lelaki dengan seragam putih abu-abu yang datang. Cowok itu langsung melihat-lihat ke arah etalase yang mendisplay bunga-bunga yang terpajang di sana. Dari belakang, perawakannya tampak tidak asing. Alin seperti sedang deja vu atau mungkin hanya perasaan sekilasnya saja. 

Bunda untuk Rafa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang