2. Sugar Baby

12.5K 170 12
                                    


Melati melangkah pelan menaiki undakan tangga ruko satu per satu. Rambut Melati dibiarkan tergerai hingga menutupi punggung. Sinar matahari yang menembus kaca-kaca jendela memantulkan cahaya pada helai light brown-nya yang berkilauan.

Ia lalu tiba pada lantai dua, sebuah ruangan persegi yang difungsikan sebagai kantor. Pada dinding terpajang beberapa foto wanita-wanita cantik, termasuk dirinya. Orang awam pasti mengira tempat tersebut adalah kantor agensi model, padahal bukan. Ini adalah kantor agensi pacar sewaan yang menyediakan jasa 'pacar' dengan tarif yang dihitung perjam. Meski sering dikira praktik prostitusi, namun, jasa pacar sewaan tidak menjual hubungan seksual sama sekali.

Jasa pacar sewaan membantu para jomlowan yang ingin merasakan punya pacar atau tidak ingin sendirian ketika menghadiri sebuah acara keluarga, reuni, atau kumpul-kumpul bersama teman. Talent yang bertugas juga harus profesional, tidak boleh ada sentuhan fisik melebihi berpegangan tangan.

"Jasmine!" panggil seorang lelaki berkaca mata dari bilik kubikelnya.

"Hei, Mas Antok." Melati melambaikan tangan dan menghampiri Antok yang baru saja memanggil nama samarannya - Jasmine.

Antok menyodorkan beberapa lembar kertas kepada Melati. "Nih jadwalmu selama seminggu. Agak padat, sih. Coba kamu baca dulu, kalau ada yang dirasa enggak bisa ambil, aku bisa bantu buat tolak atau alihkan ke talent yang lain," ujarnya.

Melati membaca sekelibat. "Aku ambil semua, Mas," jawabnya. Sudah hampir setahun dia bekerja sebagai pacar sewaan. Pekerjaan ini mampu menghasilkan banyak uang dalam waktu singkat. Apa lagi Melati atau Jasmine, merupakan talent yang cukup laris dipesan.

Antok mengangguk.

"Okay." Ia lalu mengambil lembaran kertas lain. "Kamu tanda tangan dulu di sini, invoice bayaranmu minggu lalu. Sudah ditransfer ke rekeningmu."

Senyum Melati merekah. "Thank you," ucapnya.

Setelah urusannya beres, Melati melenggang pergi sembari mengutak-atik ponsel. Wanita itu sedang mencoba menghubungi seseorang melalui panggilan telepon.

"Halo, Chagiya ..." sapa Melati ketika panggilannya diterima.

"Halo, kenapa?" Suara seorang lelaki dari arah seberang.

Bibir Melati mengerucut. "Ih, Om. Kok nadanya jutek gitu, sih? Enggak suka ya aku telepon?" gerutunya.

"Bukan begitu. Aku sedang berada di rumah kakak iparku. Ada urusan pekerjaan," terang si Om.

"Hmm." Melati cemberut. "Nanti malam kita jadi bertemu, 'kan?" tanyanya.

"Jadi."

Bibir Melati akhirnya merekah. "Oke. Kalau begitu sampai nanti ya, Om."

"Sampai nanti." Sambungan telepon pun berakhir.

***

Iman menyeruput kopi hitam di cangkir.

Mata lelaki itu menerawang sudut kafe berlambang putri duyung hijau itu dengan saksama. Wajah Iman gusar dan muram, hingga membuat Bisma - teman sekaligus partner bisnisnya di bidang rokok elektronik - ikut merasa tidak nyaman.

"Kenapa, sih? Muka ditekuk terus kayak surat edaran?" celetuk Bisma.

Iman mendengus. "Aku sedang pusing. Orang tuaku memintaku untuk segera menikah lagi. Tujuannya sepele. Mereka enggak mau kalah saing sama Nadia," terangnya.

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang