1. Si Duda

20.1K 151 4
                                    

"Harder, please!"

Iman menghentakkan pinggulnya kencang. Kejantanannya bebas keluar-masuk liang merekah milik model cantik yang baru ia temui beberapa jam lalu.

Mudah saja bagi duda kaya raya sepertinya untuk mengajak tidur seorang wanita. Terlebih, tampang Iman pun rupawan.

Iman menampar bokong montok si model yang menungging membelakanginya. "Do you like it?" geramnya.

Si model mendesah kenikmatan.

Iman mempercepat tusukannya, lebih dalam dan dalam. Ia rasa sudah saatnya menuntaskan nafsu purbanya.

Ia juga harus kembali ke kantor.

Entah keberuntungan atau kesialan, bertemu 'teman bercinta' ketika istirahat makan siang. Satu hal terpenting — wanita ini tak akan menuntut kelanjutan komitmen, bukan?

Drrrt. Drrrt. Drrrt.

Ponsel Iman konsisten bergetar di tengah pergumulan. Konsentrasi Iman seketika membuyar; atensinya bercabang, bisa saja itu panggilan penting.

"Aku harus mengangkatnya," kata Iman.

"Ck. Tidak!" Si model mendecih frustrasi saat Iman mencabut batangnya.

Dugaan Iman benar. Telepon itu memang panggilan penting — siapa lagi kalau bukan Bimo Sasongko, sang ayah.

"Maaf, tapi, aku harus pergi." Iman buru-buru memakai celananya yang berserakan.

Si model melotot. "Pergi?!"

***

Bimo Sasongko membanting sebuah undangan berwarna emas yang dihiasi pita mungil pada penutupnya ke atas meja ukiran jati. "Tidak tahu tata krama si Nadia itu!"

Iman hanya bisa berdeham menyaksikan ayahnya yang sedang emosi. Lelaki bertubuh tinggi dan tegap itu menyugar messy bangs rambut hitam pendeknya ke belakang. Iman memaklumi mengapa Bimo bisa sebegitu marahnya, maklum saja, belum genap delapan bulan perceraian, si mantan istri - Nadia - sudah menyebar undangan pertunangan begitu saja.

Nadia seperti monyet yang lepas dari rantai setelah kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat setahun lalu.

Pernikahannya dengan Nadia adalah perjodohan para orang tua yang ingin menyatukan dua anak mereka demi membangun kerajaan bisnis yang menggurita. Bimo percaya pada salah satu pepatah Jawa yang mengatakan bahwa witing tresno jalaran saka kulino. Artinya, cinta akan tumbuh juga karena terbiasa. Bimo yakin Iman dan Nadia akan saling mencintai seiring dengan kebersamaan mereka sebagai suami dan istri.

Cinta memang tumbuh, hanya saja bertepuk sebelah tangan. Iman memang jatuh cinta kepada Nadia yang lemah lembut dan cantik. Sayangnya, tidak dengan Nadia. Wanita itu tidak bisa move on dari mantan kekasihnya. Menikah dengan Iman adalah keterpaksaan dan bentuk pengabdiannya kepada orang tua.

Yang bikin Iman hilang harga diri adalah ekspresi takut dan meloya si Nadia tiap kali mereka akan berhubungan seksual. Menurut Iman, kejantanan miliknya cukup bisa dibanggakan dari bentuk maupun ukuran, herannya, Nadia melihat organ tubuh yang satu itu bak sedang uji nyali.
(*meloya : jijik)

Nadia selalu menangis.

Dari tangisan tanpa suara, sampai terisak-isak seolah sedang disetubuhi om-om girang kepala botak berbulu dada lebat. Hal tersebut cukup membuat kepercayaan diri Iman terkoyak.

Akhirnya, setelah dua tahun pernikahan, mereka pun bercerai. Nadia pihak yang menggugat.

Sejak perceraian itu, Iman berubah menjadi predator kelaparan yang menjadikan wanita sebagai mangsa. Ia berusaha menyembuhkan luka hati dan harga diri dengan berusaha membuat lawan bercintanya mabuk kepayang penuh kepuasan. Iman seolah ingin membuktikan diri, bahwa ia lelaki yang diidamkan oleh wanita. Dalam kurun waktu kurang dari delapan bulan, tidak terhitung berapa wanita yang sudah ia tiduri. Andaikan, kambing betina dibedakin dan pakai daster pun Iman embat.

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang