25. Steamy

1.4K 76 2
                                    

Tidak Melati.

Kamu tidak boleh tergoda oleh rayuan iblis macam Imantara Putra Sasongko.

Semua ucapan mau pun perlakuan manis dari Iman merupakan tipu daya. Trik licik demi memuaskan kebutuhan tengah selangkangannya. Iman tidak tulus. Iman tidak bisa dipercaya.

"Go f*ck yourself," desis Melati. Ia membuang muka, tetapi Iman menahannya. "Iman!"

Iman menangkupkan wajah Melati dalam telapak tangan. "Aku benar-benar yakin ada hal yang membuatmu marah padaku. Hanya saja, apa? Huh?"

"Melihatmu saja sudah menaikkan darah tinggiku."

"Dasar, wanita angkuh," dengkus Iman.

"Lebih baik dari pada player sepertimu," balas Melati.

"Kamu yang memilih menjual diri terhadap player sepertiku," timpal Iman.

Melati terhenyak.

Pun dengan Iman. Ia sadar, kalimat yang ia ucapkan sangat keterlaluan.

"Mel?" Iman mengiba.

"Apa yang kamu katakan sepenuhnya benar," kata Melati getir. "Aku memang tidak tahu diri. Padahal, kamu sudah membayar mahal untuk diriku. Namun, sikapku justru kasar dan menyebalkan."

"Tidak begitu, bukan." Iman terbata. "Apa yang kukatakan tadi memang sudah keterlaluan."

Melati menggeleng.

"Kamu benar, aku memang menjual diriku padamu." Mata Melati nanar. "Parahnya, aku bersikap seolah-olah masih punya harga diri."

"Mel, sorry." Iman meraih jemari Melati. Netranya terpaku pada bintil merah pada sekujur tangan wanita itu. "Kamu kenapa?"

Melati menepis. "Nggak apa-apa."

Iman bangkit dan menyalakan lampu kamar yang paling terang. Di bawah sinar, Iman secara jelas mengamati kulit Melati yang dipenuhi ruam merah.

"Kamu kenapa, Mel?"

Melati berusaha menyembunyikan diri karena malu.

"Nggak apa-apa, cuma digigit nyamuk," dalih Melati.

"Masa digigit nyamuk sampai bentol ke sekujur badan?" selidik Iman.

"A-aku," sahut Melati tergagu. "Ini cuma alergiku yang sedang kumat. Aku memang ada dermatographia sejak SMA. Semacam kondisi yang biasa disebut skin writing. Begitu dia kambuh, kulitku akan bentol dan memerah ketika disentuh atau digaruk. Nanti juga hilang sendiri."

"Apa pemicunya?" Iman mengintropeksi. "Kamu salah makan?"

Melati menggeleng. "Kurasa kali ini bukan karena makanan. Aku sedang stres memikirkan tugas akhir," terangnya. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh. "Kamu pasti jijik melihat wujud kulitku. Cepat matikan lampunya."

Iman mendengkus. Ia menyorot Melati cukup lama tanpa banyak kata. Kelakuan Iman semakin membuat Melati merasa rapuh. Melati menduga, Iman pasti illfeel setelah memandangi tampilan fisiknya yang dipenuhi bengkak kemerahan.

"Sudah dini hari, lebih baik kita tidur," kilah Melati.

"Mana bisa aku tidur!" Iman membuka pintu dan keluar meninggalkan Melati.

Bibir Melati gemetar.

Air mata mendadak tumpah membasahi pipi pucatnya. Selama ini, Iman selalu merayu; serta menginginkannya, berulang kali membujuknya meski berulang kali juga Melati menolak.

Setelah menemukan kekurangan pada fisik Melati, Iman seketika enggan bukan main. Seolah-olah Melati merupakan najis kotor yang memuakkan. Bahkan, untuk tidur satu ranjang saja—Iman tidak mau.

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang