Melati menenggak segelas air putih secara impulsif.
Ia termenung gelisah sambil berulang kali mengecek notifikasi pada ponsel. Iman tak juga menghubunginya setelah makan bersama siang tadi. Well, semua memang berjalan lancar. Iman bilang orang tuanya memberi lampu hijau bagi mereka. Hanya saja, Melati masih belum yakin sebelum mendengar kabar dari Iman tentang kepastian tanggal pernikahan mereka.
Apa yang ia rencanakan dengan Iman tak boleh gagal. Melati bisa gila jika kesempatannya mengubah hidup lepas dari genggaman.
Melati akui, ia sempat gagal menahan diri tatkala Farah menyinggung soal kewajiban sebagai istri. Beruntung Melati bergegas mengambil inisiatif untuk mengambil lagi hati calon ibu mertuanya itu. Sialan. Melati harus belajar bersikap tenang dan lebih kalem mulai sekarang.
"Mel ..." Lasti mendadak muncul dari balik tirai pembatas. "Kamu sudah pulang?" sapanya.
Melati mengangguk. Ia lagi-lagi menuang air dan meneguknya gelisah.
Kedua iris Lastri membingkai Melati lamat-lamat. Ia berulang kali membasahi bibir keringnya menggunakan lidah. "Anu ... Mel," gumamnya membisik. "Gimana makan siangmu dengan keluarganya Imantara?"
"Lancar, kok, Bu," kilah Melati.
Lastri masih terpaku ke arah putrinya. "Syukurlah," ucapnya. "Ngomong-ngomong, Mel ..." Ia berdeham canggung. "Sudah berapa bulan?"
"Apa, Bu?" tanya Melati bingung.
"Kehamilanmu, sudah berapa bulan?" selidik Lastri.
Melati seketika membeliak. "Maksud Ibu?"
"Kamu hamil, kan, Mel?" tebak Lastri tanpa ragu.
"Aku hamil? Kenapa Ibu bisa menyimpulkan begitu?!" Melati mulai berang.
Lastri menarik kursi makan dan duduk di sana. "Tidak apa-apa, Mel. Jujur saja sama Ibu. Ibu tidak marah, kok," ujarnya.
"Aku nggak hamil, Bu!" tegas Melati kesal.
Kedua alis Lastri bertautan. "Kalau kamu tidak hamil — kenapa pria kaya raya seperti Imantara mau buru-buru menikahimu?"
"Astaga ...?" dengkus Melati. "Ibu pikir aku hamil makanya kami buru-buru merencanakan pernikahan?" Ia menggeleng tak percaya. "Apa Ibu nggak berpikir kalau alasan kami menikah, murni karena kami sama-sama saling mencintai?"
"Cinta?" Lastri memicingkan mata. "Setelah dia tahu rumah dan kehidupan kita — dia bilang tetap cinta sama kamu? Kalau pria normal pasti bakalan mikir dua kali, Mel," cemoohnya. "Dan lagi, kamu sudah cerita tentang beban utang yang keluarga kita tanggung? Ibu yakin, dia pasti langsung urung menjadikanmu istri!"
"Sudah," jawab Melati. "Justru Mas Iman bersedia membantuku mencicil beban utang Bapak." Ia harus menyembunyikan fakta bahwa utang mereka hampir lunas berkat Iman. Melati tahu betul kalau ibunya sangat mata duitan.
Lastri melotot. "Sungguh? Kamu tidak bercanda, bukan?" sergahnya. "Atau jangan-jangan — kamu ditipu oleh Imantara? Bisa saja kalau dia hanya ingin memanfaatkanmu. Bisa saja dia tidak sekaya ucapannya!"
"Bu ..." sanggah Melati. "Aku baru saja bertemu kedua orang tuanya. Aku lihat sendiri betapa luas dan megahnya rumah Mas Iman. Dia sama sekali tidak menipuku, apa lagi memanfaatkanku."
Lastri menyangga kepala menggunakan telapak tangan. Ia mengernyit seraya berpikir keras.
"Kok bisa begitu, ya ...?" gumam Lastri.
"Apa lagi, Bu?"
"Ya, si Imantara itu ... bisa-bisanya suka kepada wanita sepertimu. Bukan berasal dari keluarga berada, wajah dan penampilan pun tiada yang istimewa," terang Lastri. "Ibu pikir dia terpaksa menikahimu karena kamu terlanjur hamil."
![](https://img.wattpad.com/cover/320386984-288-k141117.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGARBABY
RomanceA dark romance story about marriage contract. (21+) bijaklah memilih bacaan yang sesuai dengan umur ♡ Iman yang masih ingin bersenang-senang selepas bercerai, memaksa seorang Sugarbaby cantik dan seksi untuk menjadi istrinya. Akan tetapi, seiring wa...