12. Ibu Mertua

4.2K 109 4
                                    

Kedatangan Robi membuyarkan segala romantisisasi antara Melati dan Iman. Mereka berdua kembali pada realita, tertampar oleh kenyataan bahwa hubungan keduanya tak lebih berdasarkan uang dan kepentingan pribadi semata.

Dalam perjalanan pulang, Melati dan Iman membisu. Keduanya tertahan di pikiran masing-masing.

"Aku turun di tempat kamu menungguku tadi," jelas Melati memecah hening.

Iman menggeleng. "Aku antar sampai rumah aja."

Melati gelagapan. "Enggak usah. Kamu lupa kalau sebaiknya kita tak terlihat bersama sebelum aku bertemu keluargamu terlebih dulu!" tolaknya.

"Setelah kupikir lagi, aku tidak mau," bantah Iman. "Aku mau antar kamu sampai di depan pintu rumah. Titik."

"Kok kamu ngeyel, sih?" Melati melotot. "Aku nggak mau ibuku terlanjur kesenengan padahal belum tentu juga orang tuamu merestui kita."

"Orang tuaku pasti merestui kita, Mel." Iman bersikukuh.

"Jangan terlalu percaya diri. Kalian keluarga kaya raya, mana mau punya menantu tidak sederajat sepertiku."

"Kali ini orang tuaku tak mempermasalahkan soal itu. Mereka cuma mau aku menemukan gadis baik untuk kunikahi," pungkas Iman.

Melati mendengkus. "Rumahku masuk gang, jalannya sempit dan—"

"Sudahlah, Mel. Aku nggak peduli rumahmu di mana. Aku cuman mau kenalan sama keluargamu," kilah Iman.

"Tapi ..." Melati tertunduk. Sebenarnya ia malu kalau Iman harus datang dan melihat kondisi rumahnya.

"Ingat kalau aku ini calon suamimu. Sangat aneh kalau kamu merahasiakanku dari keluargamu. Mereka bisa mencium gelagat kebohongan kita. Rahasia kawin kontrak ini nggak boleh sampai terbongkar, jadi kita harus bersikap senatural dan sewajar mungkin. Apa kamu paham?"

Melati terhenyak pasrah.

Ia hanya perlu mempersiapkan diri ketika Iman meledek kondisi rumah petaknya nanti.

"Ini ke mana?" selidik Iman.

"Abis lampu merah belok kiri," sahut Melati lirih.

Iman pun menurut.

Mereka lalu tiba pada deretan bangunan ruko yang berada di kiri kanan jalan. Melati lantas meminta Iman untuk melambatkan kendaraan. Ia menunjuk salah satu ruko kosong yang akan dilewati oleh Rubicon Iman.

"Parkirkan mobilmu di depan ruko itu," kata Melati. "Gangnya terlalu sempit untuk dilalui mobil."

Iman mengangguk. Ia memarkirkan Rubiconnya pada area kosong di depan bangunan ruko. Setelah posisinya sempurna, Iman pun mematikan mesin dan membuka central lock.

"Lewat sini." Melati berjalan mendahului. Ia membiarkan Iman mengikuti di belakang.

Iman membisu tiada kata.

Kedua netranya siaga melirik ke sekeliling penjuru. Mereka menyusuri jalanan sempit di mana rumah-rumah kumuh saling tumpang tindih. Sampah berceceran mengundang aroma busuk. Beberapa warga bahkan santai menjemur baju dan pakaian dalam di samping tumpukan limbah buangan.

Iman tiba-tiba berjingkat tatkala seekor tikus menyebrangi kakinya. Hewan sialan itu santai menginjak sepatu kulit buaya keluaran Berluti yang ia kenakan. Keterkejutan Iman belum selesai, dua kucing liar penuh luka borok di badan, tiba-tiba berlari mengejar si tikus. Mereka saling berebut siapa yang bakal menerkam duluan.

Iman menelan saliva.

Lingkungan yang Mengerikan!

"Kita sudah sampai," ucap Melati. Ia mengajak Iman memasuki bangunan reyot yang penuh tambalan sana-sini. "Mari masuk."

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang