20. HoneyMoon

4.5K 106 2
                                    

"Mel?" geram Iman berat dan dalam. "Boleh kulanjutin nggak?"

Munafik jika Melati tak tergoda oleh sosok Imantara. Lelaki kaya nan tampan yang punya tubuh rupawan. Namun, apakah nafsu sesaat Melati sepadan dengan konsekuensi yang kelak akan mereka terima? Hubungan Melati dan Iman bukan sekedar one night stand, ikatan mereka bersifat jangka panjang. Terlebih melibatkan uang. Melati enggan tersiksa perasaan sepihak hingga ia melupakan soal logika. Hampir mirip seperti saat bersama Bramantya dulu.

"Aku ... sangat menginginkannya," kata Melati. Ia beringsut menegakkan badan untuk mengeratkan balutan handuk pada tubuh. "Tapi—"

"Tapi?" buru Iman.

"Melibatkan s.eks dalam hubungan kita, akan memperumit segalanya, Man."

"Rumit bagaimana? Kamu dan aku sama-sama mau," sanggah Iman. "Dengarkan kebutuhan biologismu." Ia memersuasi.

"Kebutuhan biologisku temporary, sementara perjanjian kita mengikat selama satu tahun, atau mungkin lebih," ujar Melati. "Jika kita bercinta, akan ada perasaan terlibat di dalamnya dan aku takut kita tak akan bisa berpikir rasional."

"Alah, Mel." Iman mendengkus. "Just go with the flow-lah. Kalau emang timbul 'rasa', so what?"

"So what?" Melati mengernyit gusar. "Menikah bukan rencana hidupku—aku terpaksa melakukan ini demi mendapatkan uang. Mimpi serta cita-citaku masih panjang dan aku tak mau merusak semuanya hanya karena cinta."

"Cinta nggak menghalangi kamu mendapatkan karir yang kamu mau," kilah Iman.

"Kata siapa? Cinta membuat seseorang tolol, aku tidak mau menjadi tolol."

Iman terdiam.

Ia memandangi Melati cukup lama dengan ekspresi dingin. Sejurus kemudian, Iman pun tersenyum tipis.

"Baiklah," gumamnya. "Pantang bagiku memaksa wanita bercinta denganku. Kamu tahu, bukan, banyak wanita yang—"

"Bersedia melebarkan kakinya di hadapanmu," sela Melati. "Ya, aku tahu. Kamu mengatakannya seribu kali."

Iman terkekeh. "Bagus kamu ingat." Ia lantas mengambil bantal dan menjatuhkan kepala di sana.

"Kamu ..." Melati tergugu. "Kamu bisa mencari wanita lain ketika keadaannya memungkinkan, kan. Jangan tumpahkan kewajiban untuk memuaskan hasratmu padaku."

Iman menengok sekelibat. "Ya, aku tahu."

Melati tersenyum.

Sunggingan palsu yang menyembunyikan getir pada dadanya. "Baguslah."

"Ya sudah, aku tidur dulu." Iman lantas merapatkan selimut dan memejamkan mata.

Berjuta gundah memenuhi pikiran Iman, tetapi ia mulai membenarkan Melati. Pernikahan mereka cuma perjanjian kontrak yang didasari materi semata. Iman harus ingat apa tujuannya menikahi Melati, agar ia bisa bersenang-senang dengan banyak wanita di luaran sana. Ia harus merelakan penasaran terhadap rasa dari tubuh Melati yang molek.

Ada puluhan wanita seperti Melati — yang bisa ia ajak tidur dengan mudahnya kelak.

***

Suara berisik yang mengganggu rungu Melati membuat tidur nyenyaknya buyar. Secara perlahan, mata lentik Melati pun terbuka.

"Ada apa ini?"

Melati kebingungan karena Iman buru-buru memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.

Iman menoleh sepintas. "Oh, udah bangun, Mel?" sapanya.

"Kita check out jam 12, kan? Ini masih jam delapan," kata Melati mengucek mata yang lengket.

"Soalnya kita harus berangkat sekarang," terang Iman abu-abu.

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang