Melati berjalan menyusuri selasar hotel yang panjang dan sepi.
Mana ia duga Iman akan mengajak bertemu di tempat tertutup macam hotel. Langkah Melati semakin memberat tatkala mendekati kamar 201, di mana Iman menunggu kedatangannya. Melati gamang. Bagaimana jika Iman beralih melecehkan dirinya?
Ah, peduli setan.
Saat ini Melati sudah tak punya harga diri. Dia bukan orang suci, dan Melati rela melakukan apa pun demi uang.
Kata siapa uang tak bisa membuat bahagia? Tanpa uang, kebahagiaan mana bisa didapatkan? Tanpa uang, hanya sengsara yang menjadi kawan. Bibir plumpy Melati sontak tersenyum getir - prihatin dengan diri sendiri. Tak sangka akan begini nekat akibat desakan kebutuhan. Jika diingat kembali, kebencian Melati pada Yanuar makin berkobar. Andai bapaknya tak berutang, mungkin Melati tak bakal sesial sekarang.
"Ini dia ..." gumam Melati. Ia lantas mengetuk pintu di hadapan. Tak lama, seorang wanita pun membukakan Melati pintu sembari menghadangnya. "Lho?" Ia bingung sendiri. Tidak salah kamar, bukan?
"Kamu sudah datang, Mel?" Iman muncul dari belakang si wanita. "Masuk." Ia menyeringai.
Secara kikuk, Melati menyusup di antara tubuh si wanita. Ia membalas Iman dengan senyuman rikuh.
Iman menghampiri si wanita dan menciumnya mesra. Ia membiarkan Melati menyaksikan aksi mesumnya. "Sudah saatnya kita berpisah," ucapnya.
"Kamu akan menghubungiku, kan?" tanya si wanita.
"We'll see," sahut Iman.
Melati menahan umpatan dalam hati. Demi Tuhan, dia sangat jengkel dengan kelakuan Iman yang norak. Apa dia mau pamer kebejatan di depannya? Jika betul demikian - Melati sama sekali tak terpengaruh.
"Sorry karena kamu harus menyaksikannya." Iman menutup pintu rapat.
Melati tersungging canggung. "O, nggak apa-apa," dalihnya.
"Mari," ajak Iman.
Mereka lantas berjalan bersama ke dalam kamar.
Melati menelan saliva. Ruangan yang ia masuki begitu luas dan megah. Kamar hotel tipe Presidential Suite yang bahkan dilengkapi mini bar di dalamnya.
"Mau minum?" tawar Iman. Ia menerobos counter dan mengambil sebotol whiskey.
Melati menggeleng. "Tidak, terima kasih."
Iman menuang cairan alkohol cokelat keemasan pada rock glass, ia lantas meneguknya dengan santai. Netra Iman melirik ke arah Melati, sesekali senyum timbul pada bibir tipisnya.
"Jadi?" celetuk Iman.
Melati terkesiap. "Anu ..." Ia tergagu. "Soal penawaranmu itu, kamu sungguh serius? Apa masih berlaku untukku?"
"Apa yang membuatmu berubah pikiran?" tanya Iman pongah.
"Aku butuh uang," jawab Melati. "Dan, setelah kupikir lagi - kamu satu-satunya orang yang bisa menolongku mendapatkannya secara instan."
"Instan?" ulang Iman. "Kata siapa, akan instan? Aku mengajakmu menikah dan kita akan bersama-sama untuk waktu lumayan lama."
"Aku tahu, tapi, bisakah kamu memberiku pembayaran di muka? Aku betul-betul butuh uang sekarang juga," aku Melati.
Iman terkekeh.
"Kok kamu jadi nggak tahu malu? Ke mana sikap angkuhmu yang kemarin?"
Melati tertunduk. Ia menggigit bibir bawah demi meredam rendah diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
SUGARBABY
RomanceA dark romance story about marriage contract. (21+) bijaklah memilih bacaan yang sesuai dengan umur ♡ Iman yang masih ingin bersenang-senang selepas bercerai, memaksa seorang Sugarbaby cantik dan seksi untuk menjadi istrinya. Akan tetapi, seiring wa...