Sebenarnya, Iman begitu terpesona oleh sosok Melati di hadapannya.
Melati yang dulu ia ingat adalah murid SMP yang memiliki kecantikan polos dan naif. Sangat kontras dengan Melati dewasa yang ia temui sekarang.
Rambut light brown bergelombang sepinggang. Kemudian riasan lembut yang dipertegas pemulas bibir semerah darah. Cantiknya.
Satu hal paling menonjol adalah pemilihan pakaian yang Melati kenakan --- luar biasa menggoda. Gaun pendek nan ketat itu mempertontonkan bokong dan buah dada Melati yang montok. Entah sudah berapa kali Iman menelan saliva akan nafsu yang membuncah.
Sumpah - ia menginginkan Melati!
Mengempaskan tubuh wanita ini ke atas ranjang dan menggenjotnya hingga puas.
Namun, ada harga diri Iman yang terluka. Ia tidak akan menunjukkan ketertarikannya sampai Melati jera. Melati harus merasakan sakitnya penolakan. Melati harus tunduk di bawah kakinya.
"Tahulah. Kamu mau uang bukan?" Iman menyeringai.
Melati sekuat tenaga menahan amarah. Iman benar-benar sudah menganggapnya remeh.
Ya, memang Melati memuja uang. Tetapi dia belum sefrustrasi itu hingga tergiur oleh uang milik Iman. Melati masih punya harga diri!
Iman kembali melanjutkan, "Ayolah, Mel. Aku bisa kasih kamu melebihi yang Om-mu itu kasih. Kamu bisa beli tas branded, pakaian mahal, perhiasan. Kamu juga nggak perlu kerja jadi pacar sewaan lagi."
Melati mendengkus. "Aku tidak bisa kamu beli!" sentaknya. "Kamu kira uangmu bisa mengubah pandanganku terhadapmu? Kamu salah. Sejak dulu sampai sekarang -- aku masih melihatmu sama! Kamu dulu buruk rupa, dan sekarang hatimu yang busuk."
Iman mengepalkan tangan.
"Dasar, wanita sombong," maki Iman geram.
"Kalau kamu mengira semuanya adalah tentang uang, kamu salah. Aku mencintai pasanganku dan aku mencintai pekerjaanku. Meski, bagi sebagian orang aku dipandang sebelah mata -- aku tak peduli. Pekerjaan inilah yang menghidupiku, memberiku makan! Hingga aku tak perlu mengemis pada lelaki sepertimu!" ujar Melati.
"Kalau kamu sebegitu cintanya terhadap pekerjaanmu, mengapa memakai nama samaran segala? 'Jasmine', cih!" Iman mendecih. "Kamu takut, kan, kalau orang terdekatmu tahu kamu berprofesi sebagai pacar sewaan? Kamu sebenarnya malu kerja begini, tapi sok-sok'an angkuh di depanku! Wanita normal mana yang mau kerja sebagai pelipur lara laki-laki kesepian dan mengenaskan?"
Melati melengos meninggalkan Iman. Namun, dengan segera Iman mencegatnya.
"Jam kerjamu belum berakhir!" tahan Iman. "Kamu masih harus menemaniku."
Air mata Melati mengurai deras membasahi pipi. Ia tak sanggup berlama-lama bersama Iman. Ia tak lagi sanggup melawan segala hinaan lelaki congkak ini.
Iman tergugu. "Ka-kamu menangis?" Tak sangka Melati berderai air mata oleh ulahnya.
Tetapi - bukankah ini yang Iman mau? Membuat Melati jera.
"Aku juga punya perasaan!" Melati memandang Iman nanar. "Aku tak tahu apa masalahmu yang sebenarnya padaku. Jika ini soal masa sekolah kita, aku minta maaf! Dan jika ini mengenai penolakanku memberikan nomor teleponku, aku juga minta maaf! Tetapi -" isaknya pecah. "Kamu tak berhak menghinaku habis-habisan seperti ini. Tanpa kamu beberkan pun, aku sudah sangat tersiksa oleh kehidupanku! Paham, kamu?!"
"Mel?" Rasa bersalah memenuhi relung Iman. Ia tiba-tiba kehilangan kata. Ia berhasil membalas Melati, tetapi, Iman justru menyesal.
"Lepas!" Melati menepis tangan Iman.

KAMU SEDANG MEMBACA
SUGARBABY
RomansaA dark romance story about marriage contract. (21+) bijaklah memilih bacaan yang sesuai dengan umur ♡ Iman yang masih ingin bersenang-senang selepas bercerai, memaksa seorang Sugarbaby cantik dan seksi untuk menjadi istrinya. Akan tetapi, seiring wa...