22. Bali Membara

2.1K 96 3
                                    

Melati melirik sinis wanita bule yang duduk dengan dirinya dan Iman di kitchen bar.

Wanita yang Iman panggil Sara itu, tak berhenti memandangi Iman seraya melemparkan senyum dan kerlingan manja. Iris biru terang Sara mengekor ke mana pun Iman pergi. Lelaki itu sedang mondar-mandir memyiapkan suguhan untuk Sara, tamunya.

"Though I knew that you would accept my texts, I still didn't expect you come to soon," kata Iman. Ia menuangkan segelas minuman dingin ke dalam gelas panjang.

"Why? Am I disturbing you?" tanya Sara mengiba.

Iman tersenyum lebar. "Of course not, Bebs ..." jawabnya.

Melati mendengkus. Bebs? "Siapa dia? Lancang sekali masuk rumah orang sembarangan."

"Ck. Melati ..." tegur Iman mendecak.

"Jadi bule ini wanita panggilan yang kamu panggil?" Melati menoleh ke arah Sara lewat tatapan mencemooh.

"Jadi ini wanita simpanan yang jadi istri pura-puramu?" balas Sara.

Melati melotot. "A-apa? Kamu bisa bahasa Indonesia?" serunya. "Kamu bilang apa—wanita simpanan?"

"Sara lahir dan tinggal di Bali, Mel," terang Iman. "Ayahnya berkebangsaan Amerika, sedangkan ibunya pribumi asli."

Melati mendengkus. "Apa maksudnya dengan 'wanita simpanan dan istri pura-pura'?"

Sara menyandarkan punggung pada stool. "Aku tahu kamu dan Tara menikah tidak berdasar cinta. Tara sudah cerita semua kepadaku."

"Iman?!" Melati seketika murka. "Kamu jelas-jelas bilang ini rahasia kita berdua!"

"Mel," tahan Iman. Ia menggandeng Melati agar menjauh dari Sara. Dia lantas membisik. "Tenang, dong. Sara tahu kalau pernikahan kita merupakan simbiosis mutualisme. Tapi, aku tak menjelaskan padanya bahwa ini melibatkan kontrak mau pun uang." Iman melirik Sara sepintas. "Lagi pula dia bisa dipercaya. Aku sudah mengenalnya lama."

"Tetap saja seharusnya ini rahasia kita berdua!" sentak Melati. "Hubunganmu dengan Sarap itu apa, sih?"

Iman mendengkus. "Namanya Sara, Mel," koreksinya. "Aku dan Sara berteman baik. Kami—" Kalimatnya terhenti.

"Kalian ...?" buru Melati.

"Kami semacam friends with benefit." Iman memaksakan senyum.

Amarah Melati memuncak. "Dan kamu yang kasih tahu dia kalau kita di sini?"

"Aku tahu kamu risi berdua saja denganku. Jadi, aku spontanitas mengabari Sara kalau aku di Bali ketika pesawat kita landing."

"Dasar menjijikkan!" Melati melengos.

"Mel?" kejar Iman. "Bukannya kamu nggak masalah kalau aku berhubungan dengan wanita lain? Kok sekarang mendadak senewen?"

Melati serta merta menggebuk dada Iman. "Tidak ketika aku hampir saja setuju bercinta denganmu!"

"Mel?" pandang Iman serba salah.

Melati menelan kekecewaan bulat-bulat. Ia sadar tak sepatutnya melarang atau mengatur Iman. "Ya, aku tahu."

"Mel? Kamu masih marah?" selidik Iman merasa bersalah.

"Siapa yang marah?" Melati melempar senyum. "Lakukan sesukamulah. Selamat senang-senang."

"Kamu mau ke mana?" kejar Iman.

"Jalan-jalan. Sana, temani Sara. Kasihan dia sendirian berlama-lama."

Iman terdiam agak lama. Ia akhirnya melepaskan genggaman tangannya pada Melati. "Okay."

Dengan perasaan berantakan, Iman melengos menjauh dari Melati. Melangkah gamang menghampiri Sara yang sumringah menyambutnya.

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang