11. Possessive

8.5K 132 4
                                    

"Berapa yang harus kubayar untuk bercinta denganmu, huh?"

Melati bersorak dalam hati. Iman sudah masuk ke jebakannya. Lelaki itu memang dangkal — tampaknya isi pikiran Iman cuma dipenuhi seks semata. Sangat mudah bagi Melati untuk balik mengerjai Iman.

Melati menggeleng. "Berapa pun yang kamu beri, tak akan bisa membuatku mau bercinta denganmu."

Ia lantas melepaskan safety belt dan turun dari mobil.

Dari seberang, Iman mendengkus kesal sambil berusaha menyusul Melati. Langkah Melati gemetar akibat getaran dari vibrator yang memporak-porandakan tubuhnya. Ia membungkuk menahan geli berkecamuk.

"Melati!" Iman mendorong Melati merapat pada sisi Rubicon.

Melati melotot. "Apa-apaan, sih?"

Iman menahan Melati seraya menghujaninya dengan tatapan tajam. Rahang Iman mengeras dan bibirnya tanpa senyum.

"Kita harus cepat masuk mall!" Melati berusaha meloloskan diri, tapi Iman menahannya kuat.

Iman mendengkus.

"Kamu pikir aku akan membiarkanmu orgasme di depan orang banyak?!" sentak Iman. Ia lantas mencengkeram pinggul Melati ketat, sementara tangan sebelahnya menyelusup ke bawah rok.

"Iman?! Apa yang—"

Iman memasukkan jarinya untuk mengeluarkan vibrator yang bersarang di balik celana dalam Melati. "Berhenti menggunakan ini," sentaknya. Ia kemudian membuka pintu mobil untuk melempar toy sialan tersebut ke dalam.

Melati menahan napas.

Apa yang Iman lakukan termasuk pelecehan, tetapi hubungan mereka juga bukanlah sesuatu yang wajar. Mereka berdua adalah pasangan abnormal yang saling memanfaatkan.

Liang Melati berdenyut.

Bukan diakibatkan dari sisa-sisa getaran mainan tadi, melainkan karena Iman menyentuh kewanitaannya tanpa permisi. Aneh — Melati justru ingin Iman melakukannya lagi. Dia pasti sudah tidak waras!

"Kamu yang memintaku memakainya, lalu kamu juga yang berubah pikiran," kilah Melati.

Iman berpaling tanpa jawaban.

Ia melengos dan berjalan mendahului Melati. "Buruan, kita harus segera berbelanja!"

***

Iman terpejam seraya menikmati pijatan terapis pada betisnya.

Ia kembali teringat peristiwa bodoh beberapa jam yang lalu, tatkala dia merasa cemburu pada vibrator konyol dalam tubuh Melati. Senjata makan tuan — barangkali peribahasa yang sangat cocok untuk menggambarkan perasaan Iman.

Darah Iman berdesir.

Bayangan akan betapa sensualnya Melati saat turn on membuat Iman gelisah. Pijatan dari terapis tak lagi terasa enak karena Iman membutuhkan hal lain.

Ya, dia mungkin butuh melampiaskan gairah agar tak melulu terbayang-bayang si Angkuh Badriya. Iman butuh wanita untuk menuntaskan nafsu purbanya. Beberapa minggu belakangan, dia memang tak pernah bercinta karena sibuk bekerja. Pasti inilah alasan mengapa sosok Melati sulit enyah dari benak Iman.

"Yang di depan itu istrinya, Pak? Cantik sekali," celetuk terapis.

Iman mendengkus. "Bukan, masih calon istri," koreksinya.

Sialan. Baru sedetik melupakan Melati, semesta justru punya 1001 cara untuk mengingatkan Iman kembali.

Cantik — Melati memang cantik.

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang